Kau akhirnya menikah dengan si gondrong trendy. Resepsinya digelar di hotel berbintang tiga. Satu lagi, Ocan benar-benar kau lupakan. Tak ada undangan untuknya. Meskipun seperti tak tahu malu, dia tetap datang juga. Kau tahu dia menahan tangis saat menyerahkan kado besar. Mungkin isinya menggoda. Saat kau buka kado itu, hanya handuk ungu bermotif bunga-bunga. Kau ingat handuk itu kelak akan diletakkan di depan kamar mandi sebagai keset.
Sekarang sudah berbilang tahun terlampaui. Kau pun mulai sering lupa di mana menarok kaca mata. Padahal dia sedang nangkring atas di hidungmu. Hanya saja, kau tak pernah melupakan Ocan. Persis delapan mingggu setelah kau menikah, dia sepeti balas dendam, menikah pula dengan guru tk yang berkacamata lebih tebal dari pantat botol. Dia dan istri tinggal sekian puluh meter dari rumahmu. Jadi, kau tak dapat tidak harus sering melihat mereka.Â
Seperti senja ini, ketika kau tertatih melintasi rumah mereka, ada yang sakit menindih dadamu. Ocan dan istri duduk di taman depan rumah sambil menikmati secangkir susu coklat dan seiris roti. Bukan lantaran mereka ingin berhemat, melainkan mereka royal urusan cinta. Mereka menjual iri sambil saling menyuapi. Begitu sekerat roti dimasukkan Ocan ke mulut istrinya, maka diakhiri kecupan mesra menimpa kening sang istri. Begitu pula sebaliknya.
Sementara kau sekarang sangat kesepian. Dulu, beberapa tahun setelah  menikah dengan si gondrong, kalian bercerai gara-gara beda prinsip. Kau pun bergonta-ganti suami sampai tiga kali. Setiap pernikahan nyaris tak memiliki bekas, artinya kau tak mempunyai anak. Saat itulah kau berpikir, meski tak suka orangnya, tampilan tipe setia seperti Ocan, kemungkinan setia juga pada pasangannya.
Tak sadar kau mengusap air mata, dan membetulkan gaun. Saat itulah Ocan melihatmu. Dia dan istri mengajakmu bergabung menikmati senja. Juga dengan tiga anak yang kebetulan mudik tahun ini. Juga dengan delapan cucu yang lucu-lucu.
"Apa kabar Marina?" Ocan menyapamu lembut. "Nanti malam kami mau jalan-jalan. Mau ikut?"
Kau malu-malu, tertunduk ragu-ragu.Â
"Ada diskon besar-besaran di mall," kata istrinya. "Bukankah kau ingin syal baru bercorak kembang?"
"Juga tongkat baru," sela Ocan.
"Kacamata baru!"
"Sweater baru." Kali ini anak tertuanya yang menyela.