Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangkai

19 Juli 2019   09:26 Diperbarui: 19 Juli 2019   09:39 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

"Nah, di musholla dekat rumah kebetulan ada pengajian. Baru untuk malam pertama. Nanti kita pulang kantor langsung ke rumahku. Kita makan malam di sana saja. Sudah lama kan kau tak pernah ke rumahku?"

Aku tersenyum. "Oh, iya! Sejak aku pindah ke komplek perumahan, kita seperti tak berteman lagi. Aku lupa padamu, dan kau lupa padaku."

"Bukannya kau yang lupa padaku?" ralat Usnen. Kutepuk-tepuk punggungnya lantaran malu. "Janji, ya?"

"Okelah!" Tawaran yang bagus ini tak boleh ditolak.

* * *

Pukul 18.40, ceramah dimulai. Penceramahnya seorang uzur, jadi aku merasa sedikit mengantuk. Namun beberapa menit setelah dia ceramah, tiba-tiba telingaku seperti disentil. Rasanya panas.

"Ingatlah, Bapak-Ibu, dosa menggunjing itu.  Allah berfiman dalam Surat Al-Hujurat Ayat 12 yang berunyi demikian; Wahai orang-orang beriman, jauhkanlah dirimu dari banyak berprasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah perbuatan dosa. Dan jangan pula saling memata-matai maupun menggunjing satu sama lain. 

Adakah salah seorang di antaramu gemar memakan daging mayat saudaramu sendiri? Pastilah kamu merasa jijik! Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang." Penceramah itu menatapku seolah menusuk dengan mata pedang.

Entah kenapa setiba di rumah badanku langsung panas-dingin seolah demam. Aku merasa berdosa karena selama ini selalu ngerumpiin orang. Rumah yang seharusnya diisi dengan ibadah, lebih sering kuisi dengan gosip. Sama seperti yang selalu dilakukan istriku.

Konon pula penceramah itu mengatakan bahwa dosa menggunjing itu lebih besar dari berzina. Allah boleh jadi mengampuni seseorang yang telah berzina dan menyesali perbuatannya, kemudian memohon ampunan-Nya. Namun Allah SWT tidak akan memaafkan seseorang yang menggunjingkan orang lain, sebelum objek gunjingan itu memaafkannya.

Tak terasa air mataku berderai. Aku merasa amat sering menumpuk dosa dengan ngerumpi. Aku telah merasakan ngerumpi sebagai cemilan yang enak. Bagaimana kalau Allah mengampuni, tapi Dia tak memaafkan lakuku sebelum orang yang dirumpiin itu memaafkan? Sementara yang di rumpiin kadang pejabat anu yang jauh di kota sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun