Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Langit dan Laut Pacar Siapa?

31 Januari 2019   10:31 Diperbarui: 31 Januari 2019   21:23 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ref. Foto : pixabay

* * *

Di sebuah pantai yang sunyi bekas dihantam badai seminggu lalu, hanya tinggal beberapa gubuk doyong yang masih sigap menunggu cahaya matahari pecah di permukaan laut. Angin kali ini bersahabat. Tubuhnya melanglang di sepanjang pantai menghembuskan aroma basah lelumpur. Beberapa patahan papan lambung perahu, juga tiang-tiang kapal, malang-melintang di atas pantai itu. 

Sepanjang tatap diedarkan tak ada gerak yang tercipta. Mungkin, mungkin saja orang-orang yang ada di gubuk-gubuk doyong itu sedang bertanak nasi dan lauk-pauk. Atau, tak adakah orang di dalam situ? Atau ada orang-orang tapi sudah membujur kaku menjadi mayat?

Tidak! Tidak! Lihatlah pintu-pintu gubuk mulai terbuka. Wajah-wajah kusam muncul dari dalam. Tatap mereka hampa, kemudian nanar. Sebagian orang berlarian ke laut. Sebagian orang berlarian ke darat. Ada apakah gerangan? Oh, saya lupa! Di antara patahan papan lambung perahu, juga tiang-tiang kapal, ada sesosok mayat yang basah dengan kulit tercabik-cabik. Saya tak melihatnya. Tapi orang-orang itu yang melihatnya.

Orang-orang yang berlari ke laut kembali ke darat. Ke satu titik, tempat sesoyok mayat itu terbujur kaku. Orang-orang yang berlarian ke darat, pun berbuat serupa. Berlari ke titik yang sama.

Kata seseorang yang tadi berlari ke laut, "Tak ada yang menyinggahkan mayat ini di sini. Tak perahu. Tak kapal. Dia terdampar dibawa ombak."

Kata seseorang yang tadi berlari ke darat. "Tak ada pula orang di tanah-tanah humus itu melihat kapal atau perahu yang menyinggahkan mayat ini di sini. Dia memang terdampar dibawa ombak."

Orang-orang saling bertanya keluarga siapakah mayat itu. Seorang perempuan datang menyeruak yang menarik tangan anak bertubuh bongsor. Dia membungkuk meraih tangan mayat itu. Daging mayat jatuh sepotong. Orang-orang terkesiap. Mereka menjerit. Tapi perempuan itu semakin merapati mayat itu. Di jemarinya mayat itu ditemukan oleh si perempuan sebuah cincin bertuliskan nama; ZI AL. Itu nama seseorang. Entah huruf apa yang hilang di antara huruf I dan A itu.

"Oh...." Perempuan itu melolong. "Dia Zipal. Dia suamiku."

"Bapak! Oh, Bapak!" Anak bertubuh bongsor itu menyambung lolongan si perempuan.

"Zipal?" Orang-orang melongo. "Akhirnya dia pulang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun