Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Epilog Penulis

14 November 2019   17:02 Diperbarui: 14 November 2019   17:00 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seketika aku tersentak dengan tubuh bersimbah keringat. Aku menuju ruang tamu. Ibu dan Kakak sedang bersimbah air mata. Kata Ibu aku harus tabah saat Ayah pulang. Mungkin aku tak tahu apa maksud Ibu, dan aku memang tak tahu. Ketika ada ambulance di depan rumah, lalu Ibu dan Kakak menangis histeris, aku belum mengerti. Kakek yang kemudian menyabarkanku. Katanya Ayah sudah pergi. Pergi untuk tak kembali. Ayah ditabrak mobil saat mengambil uang entah di mana. Aku pun ingat cerita Midang ketika neneknya meninggal dunia. Neneknya juga pergi tak kembali. Seketika aku turut menangis histeris.

Tapi hingga berkeluarga, aku tetap tak pernah kehilangan Ayah. Dia masih di ruangan itu. Berhimpitan di rak buku. Manakala rindu, aku membaca bukunya. Dia tetap hidup. Hingga seribu tahun lagi.

Sapta, 141119

---sekian---


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun