Mohon tunggu...
rifai mukin
rifai mukin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengawas Sekolah

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Pertarungan Demokrasi Bersih dan Jujur: Kisah Burung Pipit dan Cicak, Filosofi Memaknai Tanggung Jawab

18 Februari 2024   10:30 Diperbarui: 18 Februari 2024   10:42 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

KISAH BURUNG PIPIT DAN CICAK

FILOSOFI MEMAKNAI TANGGUNGJAWAB

(Filosofi Pertarungan Demokrasi Bersih dan Jujur)

Raja Namrud baru menyadari bahwa pria di hadapannya adalah orang yang dia mimpikan setelah Nabi Ibrahim menyelesaikan pidatonya. Anak laki-laki ini pandai berbicara, memiliki logika yang lebih baik darinya, dan mampu memperkuat kepercayaan berhala masyarakatnya. 

Mereka juga sangat percaya pada keberadaan Tuhan yang satu dan tidak percaya pada berhala. Bahkan anak laki-laki ini berani menentang Raja Namrud dan tidak takut padanya. Nabi Ibrahim harus dibunuh segera oleh Raja Namrud. 

Dia kemudian memutuskan untuk membakar Nabi Ibrahim hidup-hidup sebagai hukuman atas penghinaan dan penghancuran dewa-dewa mereka. "Bakar dan pertahankan dewa-dewamu, jika kamu benar-benar setia padanya," kata Raja Namrud kepada orang-orang yang hadir untuk menyaksikan pengadilan.

Pada tulisan sebelumnya penulis telah mengangkat kisah “Burung Pipit dan Cicak,” dalam kisah yang lainya seekor burung pipit kecil sedang bertengger di dahan, menikmati kicauan indahnya. Tiba-tiba, seekor cicak gesit muncul dari balik batang pohon, melirik pipit dengan tatapan penuh ambisi.

"Hei pipit kecil," kata cicak dengan suara serak. "Kau tak pantas berada di dahan tinggi itu. Tempatmu di bawah sana, bersama serangga dan kotoran."

Pipit, yang tak gentar dengan provokasi cicak, balas menjawab dengan suara lantang. "Aku memang kecil, tapi aku punya sayap yang bisa membawaku terbang tinggi. Aku punya hak untuk berada di sini, sama seperti kamu."

Cicak mendengus kesal. "Terbang tinggi tak ada gunanya. Lihatlah aku, aku gesit dan bisa beradaptasi di mana saja. Aku jauh lebih kuat dan mampu bertahan hidup di dunia ini."

Kedua hewan kecil itu pun terlibat dalam perdebatan sengit, memperdebatkan siapa yang lebih pantas untuk menempati dahan tinggi. Perdebatan ini bagaikan cerminan filosofi pertarungan politik di Indonesia menjelang Pemilu 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun