Mohon tunggu...
Rieka Yusuf
Rieka Yusuf Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Memiliki ketertarikan dalam jurnalistik, media, kiasan, dan origami.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dilema Media Online antara Cuan dan Aturan (Pemberitaan Kriminal pada Tribunnews.com)

29 Juni 2020   14:57 Diperbarui: 29 Juni 2020   15:31 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan teknologi yang mengekspansi dunia jurnalistik memaksa pelaku media beradaptasi dengan segala kemudahan dan perubahan. Selain perkembangan teknologi, media juga harus menyesuaikan diri dengan berbagai keinginan target audiensi dalam memperoleh informasi melalui berita. Kemudahan teknologi yang akhirnya turut serta mengubah perilaku penggunanya, menimbulkan berbagai pola baru terkait pemberitaan yang dilakukan oleh media online. 

Google sebagai mesin pencarian yang merajai dunia virtual di Indonesia khususnya, memiliki berbagai sistem yang dapat mempengaruhi media dengan kepentingannya. Mulai dari perkembangan, keinginan pasar, hingga pertimbangan para pengiklan membuat media mau tidak mau melibatkan diri pada sistem yang dibuat oleh Google. Tak terkecuali media online Tribunnews.com. Berbagai strategi yang dilakukan, lambat laun mempengaruhi penggunaan bahasa Tribun sebagai media yang bergerak dalam bidang jurnalistik. Penggunaan bahasa dengan berbagai penyesuaian sistem Google, membuat Tribunnews.com tumbuh menjadi media baru yang tidak lagi lugu. Lebih tepatnya, lugu dan patuh pada kaidah jurnalistik yang sepatutnya digugu.

Intermeso Media Online Tribunnews.com

Lahir sejak 22 Mei 2010, TribunNews.com sebagai salah satu anak Kompas Gramedia resmi menjadi situs media online yang dikelola oleh PT Tribun Digital Online. Berada di bawah naungan Divisi Koran Daerah, (Group of Regional Newspaper) pemberitaan di Tribunnews.com tak hanya berasal dari reporter di Jakarta, tetapi juga didukung jaringan 28 Tribun Network di 22 kota besar di Indonesia. Tak berbeda dengan versi cetaknya, media ini juga menyajikan berita-berita olahraga, ekonomi, politik, kriminal, selebritas, dan gaya hidup. Lingkup berita-berita tersebut mencangkup regional, nasional, hingga internasional.

Dua rubrik tambahan yang menjadi unggulan media ini adalah Tribunners dan Citizen Reporter. Dilansir dari kolom About pada website resmi TribunNews.com, dua rubrik ini melibatkan peran aktif masyarakat. Bagi Tribun, hal tersebut diharapkan agar masyarakat dapat berpartisipasi, berbagi informasi, dan menyampaikan gagasan berupa ide-ide segar serta pengalaman empiris, terutama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. (https://www.tribunnews.com/about diakses pada 14 Desember 2019 pukul 21:39).

Sebagai salah satu situs berita online, Tribunnews.com juga terdaftar di Google News. Untuk terdaftar dalam Google News, sebuah situs harus melakukan pembaharuan artikel yang tentu dilakukan oleh Tribun tiap harinya. Selain itu, mengingat Tribun merupakan media online yang berbadan hukum, Google tentu memiliki perlakuan khusus kepada Tribun sebagai perusahaan media jurnalistik. Ditambah, Tribunnews.com mampu menyesuaikan dengan sistem yang ada di Google, seperti Search Engine Optimizing (SEO), yang membuat situs ini selalu berada pada halaman utama pencarian, terutama dalam pencarian berita.

  • Strategi dalam Meningkatkan Cuan

Sebagai salah satu lembaga profit berbentuk perusahaan, media online (yang dalam tulisan ini adalah TribunNews.com) melancarkan berbagai rencana untuk menghasilkan keuntungan. Meskipun berlandaskan asas jurnalistik, media juga berhak melakukan berbagai strategi untuk memperoleh cuan yang biasanya berasal dari para pengiklan. Sebagai media baru yang hidup di dalam sistem besar bernama Google, berbagai penyesuaian dilakukan untuk memenuhi kriteria mesin pencarian tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh jumlah kunjungan halaman website dari para peselancar internet di Google. Administrasi terkait kunjungan tersebut yang kemudian dimanfaatkan untuk memperoleh cuan, dengan meningkatkan skor SEO, CTR, dan penggunaan judul clickbait.

Search Engine Optimizing (SEO) merupakan sebuah strategi kompleks yang dimiliki Google untuk memberikan standarisasi bagi suatu situs agar artikel atau unggahannya berada pada halaman utama Search Engine Result Page (SERP). SEO memaksimalkan kinerja sebuah situs dalam menyajikan artikel melalui penggunaan kata kunci. Sederhananya, semakin banyak kata-kata yang menjadi kata kunci tertentu dituliskan pada suatu artikel, maka artikel tersebut akan muncul pada halaman utama SERP Google. Lalu apa pengaruhnya SEO dengan keberadaan media online? Tentu besar pengaruh yang dihasilkan dari sistem SEO ini.

Ketika suatu artikel dengan penyesuaian kata kunci berhasil memenuhi standar SEO, lalu kemudian muncul pada halaman utama SERP, hal ini tentu juga membuat kemungkinan orang mengunjungi artikel tersebut. Peselancar internet akan cenderung membaca artikel yang berada di halaman utama. Hal ini lantaran artikel ini dianggap akurat dengan kata kunci yang mereka cari, dan tidak perlu repot-repot membuka halaman selanjutnya untuk mencari website lain. Ketika mereka mengunjungi artikel pada suatu website, data yang diperoleh terkait lalu lintas kunjungan situs akan dijual kepada para pengiklan. Di sinilah SEO bermain peran dengan kepentingan suatu media, yaitu cuan.

Salah satu indikator yang digunakan dalam strategi peningkatan skor SEO adalah Click Through Rate atau CTR. CTR merupakan sebuah data yang menampilkan presentase kunjungan website melalui perhitungan jumlah klik pada tautan tertentu di halaman situs. Sebagai contoh, tautan yang menjadi sumber perhitungan CTR seperti berita yang saling berkaitan, ataupun tautan yang diperuntukkan bagi pembaca melihat keseluruhan isi berita. Oleh karena itu, sangat jarang menemui berita di Tribunnews.com secara utuh. Melainkan menggunakan tautan halaman selanjutnya atau 1, 2, 3, dan seterusnya untuk membaca satu berita penuh.

Membuat para pembacanya mengeklik berbagai tautan adalah salah satu strategi bagi media untuk meningkatkan CTR. Semakin banyak orang yang mengeklik artikel atau berita di halaman website mereka, ini berarti skor SEO mereka baik. Semakin tinggi intensitas orang mengeklik suatu tautan yang ada di website, maka semakin lama orang tersebut berada di situs tersebut. Ini artinya, semakin banyak jumlah CTR, sebuah situs akan dianggap berkualitas karena membuat para peselancar internet betah mengunjungi lama-lama halaman website.  Hingga akhirnya, data terkait berapa lama dan banyak orang berada di website Tribunnews.com, dijual oleh media tersebut untuk menarik minat para pengiklan.

Sedangkan salah satu cara untuk meningkatkan angka CTR adalah membuat judul yang menarik. Tribunnews.com dan media online lainnya mungkin menjadikan judul clickbait sebagai strategi lain untuk menarik minat pembaca. Dengan menggunakan kata-kata provokatif, judul clickbait melibatkan emosi para pembaca, membuat mereka penasaran, hingga berharap lebih dari isi berita yang terkadang tidak koheren dengan judul yang ditawarkan. Dilansir dari Tirto.id, menurut Abhijnan Chakraborty, dari Indian Institute of Technology Kharagpur, dalam artikelnya yang berjudul "Stop Clickbait: Detecting and Preventing Clickbaits in Online News Media" mengungkapkan bahwa clickbait mengeksploitasi sisi kognitif manusia yang disebut curiosity gap.

Dalam laporan Wired, pada 1990-an George Loewenstein menjelaskan mengenai  teori curiosity gap. Curiosity gap ditimbulkan dari adanya celah antara apa yang diketahui dan apa yang ingin diketahui, dengan kata lain terdapat kesenjangan pengetahuan. Kesenjangan pengetahuan ini yang kemudian menimbulkan konsekuensi emosional. Judul clickbait yang digunakan dapat memicu konsekuensi emosional, sehingga dapat dikatakan orang yang membaca suatu artikel berdasarkan judul tersebut adalah mereka yang ingin memuaskan sisi emosional. Judul clickbait juga sering digunakan oleh TribunNews.com, seperti Azura Luna Kini Buronan, Ini Disebut Terakhir Kalinya terlihat di Publik, Tampak Dimaki Korbannya!, atau Viral Video Bocah SD Dimaki Ibunya Karena Dapat Ranking 3, Sang Ibu Minta Maaf dan Janjikan Ini, dan masih banyak lagi. Judul-judul tersebut tentu menimbulkan rasa keingintahuan untuk membaca.

Usaha maksimal TribunNews.com dalam pengoptimalan SEO membuat media tersebut selalu berhasil menempatkan artikelnya pada SERP. Berdasarkan situs analisis SEO, Neilpatel.com Ubbersuggest dapat diketahui bahwa skor SEO Tribunnews.com cukup tinggi, mencapai 87. Bahkan angka tersebut mengalahkan seniornya, Kompas.com dengan domain score sebesar 85. Dengan berbagai strategi yang dilakukan Tribunnews.com, baik pengoptimalan SEO, CTR hingga judul Clickbait, tidak mustahil bagi Tribunnews.com merajai halaman utama SERP. Prestasi yang kemudian dicapai juga dengan dibuktikannya jumlah kunjungan situs website Tribunnews.com yang mencapai angka 5.6 Juta perbulan. Lagi-lagi, Tribunnews.com unggul daripada Kompas.com yang hanya memperoleh kunjungan perbulan sebanyak 1,3 Juta.

Domain Overview situs TribunNews.com (Sumber: Neipatel -- Ubersuggest)

Tidak salah bagi suatu media memiliki kebijakan untuk patuh terhadap sistem yang dibuat oleh Google melalui SEO, baik dengan CTR maupun penggunaan judul clickbait. Hal yang kemudian menjadi problematika adalah ketika berbagai strategi yang digunakan harus mengubah substansi pemberitaan Tribunnews.com sebagai media yang berasaskan pada kaidah jurnalistik. Di saat tujuan utama untuk menarik minat pengiklan berdampak pada kredibilitas suatu media, nampaknya TribunNews.com harus 'banyak' berbenah dalam melakukan pemberitaan.

 Hal tersebut lantaran penggunaan berbagai diksi dalam penulisan berita yang ingin menyesuaikan standar SEO terkadang membuat berita menjadi rancu. Entah karena penggunaan kata kunci yang ditulis berulang-ulang membuat kalimat agak berantakan, atau kata-kata tersebut merupakan diksi yang tidak layak disebutkan. Bisa jadi penyesuaian SEO mengharuskan adanya kata kunci yang paling dicari peselancar internet tersebut tidak etis untuk disebutkan berulang kali. Contohnya kata kunci 'adegan panas' pada pemberitaan kasus viralnya rekaman video porno pasangan asal Garut di Tribunnews.com. Hal ini membuat pemilihan diksi menjadi sangat krusial dalam penggunaan bahasa jurnalistik berita kriminal.

Berita kriminal menginformasikan mengenai suatu kejadian atau tindakan kejahatan di lingkungan masyarakat. Umumnya berita kriminal tergolong jenis Straight News atau berita langsung yang berkaitan dengan peristiwa penting dan harus segera disampaikan. Berita mengenai pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, penodongan, penculikan dan sejenisnya merupakan beberapa contoh peristiwa kriminal. Berita kriminal juga memiliki beberapa ciri khas terkait penggunaan bahasa jurnalistik.

Bahasa jurnalistik (nama lain bahasa pers) merupakan jenis bahasa yang digunakan oleh wartawan. Bahasa pers ialah salah satu ragam bahasa. Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa pers juga sifat-sifat khas, Seperti: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Menurut jurnal yang ditulis oleh Septyana Yundri (2018) bahasa di dalam kehidupan jurnalistik tidak lagi menjadi sebuah pengantar pesan, melainkan daya dorong dalam mempengaruhi kegiatan pers sampai ketingkat pengepingan realitas peristiwa berita. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik juga mampu membentuk perilaku pembacanya.

Dalam memuat suatu peristiwa kejahatan, biasanya pemberitaan kiriminal menggunakan pendekatan kronologis, seperti bercerita mengenai alur kejadian. Sangat umum berita kriminal menyertakan berbagai diksi yang menggambarkan peristiwa keji, seperti kata tewas, tertembak, dibunuh, dimutilasi, dan sebagainya. Permasalahan kemudian muncul ketika berita tersebut mengandung diksi yang berlebihan atau ditempatkan dalam susunan kata yang tidak tepat, sehingga bisa menimbulkan kesan sadis. Pelanggaran diksi ini sering ditemukan dalam berita kriminal media online Tribun News. Terutama oleh Tribun daerah (Seperti: Tribun Timur, Bangkapos.com, Surya Malang, dll.) dirasa paling sering bersinggungan dengan kalimat-kalimat berlebihan, bahkan cenderung tidak etis.

Salah satunya adalah berita berjudul Eno Dibunuh karena Menolak Hubungan Intim, Kemaluannya Dimasukkan Gagang Cangkul yang diterbitkan Bangkapos.com pada Mei 2016 silam. Selain menggunakan judul clickbait yang terkesan sadis dan cabul, berita tersebut juga menyertakan foto korban dengan bercak darah. Dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber oleh Dewan Pers, pada Pasal 3 terkait Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) di salah satu poinnya disebutkan  bahwa Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Menyertakan gambar korban (perempuan) dan judul yang terkesan vulgar tentu merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.

Berita lainnya adalah 'Wanita Termutilasi di Malang, Potongan Tubuh Tercecer di Tangga hingga Kamar Mandi Pasar Besar' yang diunggah oleh anakan TribunNews.com, yaitu Tribun Timur pada tanggal 15 Mei 2019 lalu. Pada berita tersebut menjelaskan mayat korban mutilasi yang ditemukan di sekitar Pasar Besar, Malang, Jawa Timur. Berita ini menyertakan keterangan seorang narasumber, dan mengutip Kapolres Malang Kota, AKBP Asfuri dari media Surya Malang. Dalam penjelasannya, reporter menuliskan dengan lengkap mengenai kronologis penemuan mayat, termasuk keterangan potongan bagian tubuh yang disampaikan dengan diksi terkesan 'sadis'.

Pelanggaran kode etik pada berita kasus mutilasi tersebut sudah ditemukan mulai dari judul ( ...potongan tubuh tercecer) berita yang diterbitkan oleh Media Tribun Timur pada Tribun-Video. Meski berita tersebut tidak dikategorikan sebagai berita bohong, fitnah, dan cabul, pelanggaran etika ditemukan karena berisi kalimat-kalimat yang menunjukkan kesan sadis atau kata-kata yang tidak etis untuk disampaikan kepada publik. Hal ini dibuktikan dari penjelasan kronologi penemuan mayat yang menceritakan bagian-bagian tubuh korban mutilasi secara detail, dan tentu memberikan efek imajinatif bagi pembaca.

"Tangan dan kaki yang ditemukan ditemukan terpotong menjadi empat dan kedua tangan yang juga dipotong menjadi empat bagian. Potongan kedua kaki dan tangan ditemukan di tangga sisi timur bersama potongan tangan. Sementara kepala dan tubuh korban masing-masing ditemukan di tangga bagian tengah dan kamar mandi."

(Dikutip dari berita 'Wanita Termutilasi di Malang, Potongan Tubuh Tercecer di Tangga hingga Kamar Mandi Pasar Besar' Tribun Timur pada 15/5/19)

Hal ini menjadi tidak etis, lantaran kalimat yang digunakan berlebihan dan menimbulkan efek imajinatif yang sadis. Selain itu, mengingat jangkauan media online sangat luas, berita tersebut memungkinkan dibaca oleh berbagai kalangan. Pada pemberitaan tentang mutilasi di atas mungkin menjadi informasi mengenai temuan, namun penjelasan secara mendetail bagaimana potongan tersebut ditemukan seharusnya dihindari. Cukup menjelaskan bahwa korban dimutilasi menjadi beberapa bagian, dan tubuhnya ditemukan di berbagai sudut pasar merupakan informasi yang layaknya disampaikan. Selain penggunaan kata-kata yang memiliki kesan sadis, penyesuaian SEO yang membuat berita tersebut tidak singkat dan padat juga dilakukan dengan diksi 'mutilasi, potong, dan mayat' secara berulang.

Seperti penjelasan sebelumnya, judul clickbait dan isi berita dengan diksi-diksi provokatif digunakan untuk melibatkan emosi para pembaca. Semacam ada ketertarikan atau rasa iba ketika suatu kronologi dijelaskan dengan menekankan hal yang memicu emosi, misalnya dengan kata-kata bermuatan unsur sadis. Ketika hal tersebut terus dibiarkan, merujuk pada pernyataan Septyana Yundri sebelumnya, realitas peristiwa yang dianggap khalayak akan terbentuk sesuai berita yang disampaikan oleh media dengan bahasa sebagai mediumnya. Hal yang sama juga diungkapkan Abdul Malik (2017) dalam jurnalnya yang mengatakan bahwa penelitian mengungkapkan berbagai perilaku buruk yang terjadi di masyarakat banyak disebabkan oleh imitasi dan pengaruh dari apa yang mereka baca di media massa.

Ini berarti, jika pelanggaran sejenis terus dilakukan, akan menciptakan realitas peristiwa kriminal yang dianggap 'wajar', bahkan memiliki kecenderungan ditiru oleh masyarakat. Khalayak juga akan memahami suatu peristiwa kriminal memang pantas disampaikan sedemikian sadisnya. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam melihat realita sosial. Bukan tidak mungkin, ketakutan berlebihan akan muncul, lalu masyarakat merasa enggan melihat dunia luar yang dianggap penuh dengan kejahatan sadis. Akibatnya kontribusi masyarakat terhadap kontrol sosial berkurang. Parahnya, terdapat juga kecenderungan bagi sebagian orang untuk melakukan hal yang sama.

Dampak tersebut tentu bertentangan dengan fungsi pers sebagai lembaga yang selain memiliki andil untuk memberi informasi, tetapi juga mampu mengedukasi masyarakat. Selain itu, dalam teori pers tanggung jawab sosial yang dikembangkan oleh Denis McQuail, juga menjelaskan bahwa pers dituntut untuk bertanggung jawab atas tulisan atau beritanya kepada publik. Teori ini juga memiliki asumsi utama mengenai kebebasan  memiliki nilai yang sepadan dengan tanggung jawab atas kebebasan itu sendiri. Dengan kata lain, kebebasan yang dipahami dalam sistem demokrasi ataupun liberal suatu pers, bukan merupakan kebebasan yang mutlak dan absolut, melainkan terbatas pada tanggung jawab sosial.  Praktik jurnalistik sejenis, dengan pemakaian diksi berlebihan pada pemberitaan kriminal maupun seksualitas mengingatkan kita pada istilah 'koran kuning' atau Yellow Journalism.

  • Tendensi Praktik Yellow Journalism oleh Tribunnews.com

Menurut Ensiklopedia Pers Indonesia (EPI), Yellow Papers (Koran Kuning) merupakan surat kabar yang isinya lebih banyak megandung sensasi, rumor, dan hal-hal yang tidak berkaitan dengan upaya pencerdasan manusia. Koran kuning juga merupakan sebuah paradigma yang lahir pada zaman industri modern ketika ditemukan mesin cetak canggih yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan dunia hiburan. Selain istilah koran kuning, terdapat juga sebutan Yellow Journalism (Jurnalisme Kuning) dan Gutter Journalism (Jurnalisme Got).

Istilah-istilah tersebut merujuk pada media yang biasanya melakukan pemberitaan mengenai kriminal dan seksualitas. Keberadaannya saat ini memiliki stigma negatif bagi kalangan tertentu. Hal ini dikarenakan muatannya yang tak hanya berisi berita asusila, skandal, atau pun kriminal, tapi juga menggunakan judul-judul sensasional yang memanfaatkan sisi emosi pembaca, dengan diksi yang berlebihan. Bahkan, terkadang judul yang digunakan tidak memiliki relevansi dengan isi berita. Meskipun demikian, koran kuning juga masih memiliki pasar yang biasanya merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi serta literasi rendah.

Di Indonesia, Jurnalisme Kuning semakin marak pasca penghapusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang diganti dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Reformasi seolah menjadi kesempatan bagi para media untuk mengekspresikan kebebasannya. Di masa itu, Pos Kota memiliki peranan penting sebagai pelopor dan menyebarluaskan praktik Koran Kuning. Saat ini, seiring perkembangan teknologi praktik tersebut juga mulai mengekspansi media baru. Isitilah yang tepat digunakan adalah jurnalisme kuning, lantaran media yang dimaksud tidak berbentuk cetak seperti koran.

Penjelasan mengenai beberapa pelanggaran etika dalam penerapan bahasa jurnalistik oleh media TibunNews.com menjadi salah satu bukti. Penggunaan judul dan bahasa yang sensasional serta dramatis digunakan media tersebut untuk meningkatkan kunjungan situs yang akan berpengaruh terhadap pendapatan media. Strategi yang digunakan untuk memenuhi target standar Google membuat TribunNews.com memiliki tendensi Jurnalisme Kuning versi daring. Menurut Abdul Malik dalam jurnalnya yang berjudul Jurnalisme Kuning, 'Lampu Kuning' Etika Komunikasi Massa, banyak pihak menyebut bahwa Jurnalisme Kuning adalah praktik jurnalisme yang mengaburkan makna. Dikatakan demikian, sebab berita sebagai produk jurnalistik telah keluar dari substansinya karena didominasi oleh aspek-aspek bersifat sensasi, sadis, vulgar, bahkan cabul yang didramatisir, jauh dari realita sesungguhnya.

Ketika peraturan maupun etika jurnalistik tidak dipertimbangkan dalam kegiatan pemberitaan, kredibilitas TribunNews.com pun dipertanyakan. Sejatinya, jika merujuk pada aturan yang berlaku praktik Yellow Paper bukan lagi menjadi bagian dari jurnalisme. Hal tersebut dikarenakan penerapannya yang melanggar etika serta aturan yang telah disetujui dan dilegalkan oleh Dewan Pers. Ditambah, dampak yang ditimbulkan dari penerapan Jurnalisme Kuning akan mempengaruhi pola pikir hingga kontrol sosial masyarakat terhadap kehidupan, termasuk perihal kriminalitas.

Jika kita lihat kasus pemberitaan kriminal dan seksualitas pada media online TribunNews.com dari sudut pandang komunikasi, pemberitaan yang dilakukan oleh media tersebut tentu merupakan jenis komunikasi yang memiliki tendensi negatif. Berbagai aturan serta etika dari jurnalistik pun tidak dipertimbangkan dengan baik. Pemberitaan kriminal dan seksualitas pada media Tribun online membuktikan bahwa praktik Jurnalisme Kuning masih berkembang baik di tengah kemajuan teknologi yang seharusnya diiringi dengan kemajuan literasi. Meski demikian, kita tidak dapat menutup mata bahwa memang ada sebagian orang yang masih menaruh perhatian pada praktik jurnalisme kuning tersebut. Bagi sebagian orang, pemberitaan ini mungkin menarik untuk diketahui. Namun, hal yang sama harus dikaji ulang oleh para gatekeeper maupun insititusi berbadan hukum yang menaungi media. Selain karena pelanggaran etika terhadap penggunaan bahasa jurnalistik, efek buruk yang ditimbulkan bagi khalayak pembaca dan masyarakat juga perlu dipertimbangkan.

screenshot-133-5ef99cf2d541df762a2cc3c3.png
screenshot-133-5ef99cf2d541df762a2cc3c3.png

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun