Feature adalah salah satu bentuk tulisan jurnalistik yang tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga menghadirkan cerita yang hidup, menyentuh, dan mendalam. Jika berita biasa menekankan kecepatan dan kelengkapan informasi, maka feature lebih menonjolkan bagaimana fakta itu diolah menjadi kisah yang menarik bagi pembaca. Williamson (1975) menyebutkan bahwa feature bersifat kreatif, informatif, menghibur, dan memberi ruang bagi penulis menghadirkan sudut pandangnya. Oleh sebab itu, feature sering disebut sebagai "jurnalistik bercita rasa sastra" karena menggabungkan unsur faktual dengan gaya penceritaan yang memikat.
Tulisan feature memiliki ciri khas yang membedakannya dari berita biasa. Pertama, feature harus faktual, artinya semua informasi yang disajikan berdasarkan data nyata. Kedua, ia ditulis secara naratif sehingga pembaca merasa sedang mengikuti alur kisah, bukan sekadar membaca laporan kering. Ketiga, feature menekankan aspek human interest, yakni hal-hal yang menyentuh emosi manusia seperti kisah perjuangan, penderitaan, kegembiraan, atau inspirasi. Selain itu, bahasa feature cenderung deskriptif dan detail, menghadirkan suasana, aroma, warna, dan ekspresi, sehingga pembaca seolah hadir langsung di tempat kejadian.
Jenis feature sendiri beragam. Menurut Sumadiria (2005: 167), feature dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain feature berita (news feature), feature human interest, feature profil atau sosok, feature perjalanan (travel feature), serta feature sejarah. Romli (2018: 142) menambahkan bahwa keragaman feature tersebut lahir dari kebutuhan media untuk menyajikan realitas dengan beragam sudut pandang, tetapi semua jenisnya tetap menekankan unsur human interest serta gaya narasi yang lebih panjang dibandingkan berita langsung.
Struktur penulisan feature juga memiliki aturan yang khas. Menurut Romli (2018), feature umumnya terdiri dari lima komponen utama, yaitu: head (judul) yang harus memikat perhatian, lead (pembuka) yang bervariasi dan bisa berupa deskripsi, kutipan, atau pertanyaan, bridge sebagai penghubung menuju isi, body yang berisi uraian fakta, kutipan narasumber, detail latar, dan narasi utama, serta ending yang dapat berupa ringkasan, klimaks, atau penutup yang menggugah. Struktur ini membedakan feature dari berita biasa yang lebih kaku dengan pola piramida terbalik.
Untuk menghasilkan feature yang baik, seorang penulis harus melewati beberapa tahapan. Syamsul Hadi (2012: 45) menyebutkan bahwa langkah menulis feature dimulai dari pemilihan topik yang relevan, melakukan riset dan observasi, menentukan sudut pandang (angle), menulis dengan gaya naratif-deskriptif, hingga menyunting kembali agar tulisan lebih akurat dan menarik. Romli (2018: 146) memperkuat pandangan tersebut dengan menegaskan bahwa riset mendalam, pemilihan angle yang tajam, pemanfaatan teknik storytelling, serta proses editing yang cermat merupakan tahapan esensial dalam menghasilkan feature yang berkualitas.
Dalam praktiknya, bagian lead feature menjadi sangat penting karena berfungsi sebagai "pintu masuk" tulisan. Lead yang kuat mampu membuat pembaca bertahan hingga akhir. Misalnya, lead deskriptif yang menghadirkan suasana: "Kabut tipis masih menyelimuti lereng Bromo ketika Pak Samin mulai mengikat seikat sayur hasil panennya." Atau lead berupa kutipan yang emosional: "Saya tidak pernah berpikir bisa kembali berdiri di sini," ucap Rina sambil menatap puing rumahnya." Bahkan bisa juga berupa pertanyaan retoris: "Pernahkah Anda membayangkan hidup di pulau kecil tanpa listrik selama 24 jam penuh?" Semua variasi ini bertujuan menggiring pembaca masuk ke dalam cerita dengan lebih dalam.
Menulis feature memberikan banyak manfaat, terutama bagi siswa. Latihan menulis feature melatih kemampuan berpikir kritis, mengasah kreativitas, dan meningkatkan kepekaan terhadap realitas sosial. Selain itu, menulis feature juga mengajarkan bagaimana menyampaikan pesan dengan cara yang lebih emosional, humanis, dan berkesan. Dalam jurnalisme, feature tidak hanya berfungsi memberi tahu, tetapi juga mengajak pembaca merasakan, memahami, bahkan terlibat secara emosional dalam sebuah peristiwa.
Untuk memperkuat pemahaman, siswa dapat dilatih dengan praktik sederhana. Misalnya, mereka diminta membuat judul feature tentang kehidupan pedagang kaki lima di sekitar sekolah. Selanjutnya, siswa menyusun lead deskriptif berdasarkan hasil pengamatan, mengembangkan body dengan kutipan narasumber, dan menutup tulisan dengan ending yang menggugah emosi pembaca. Dengan latihan ini, siswa bukan hanya memahami teori feature, tetapi juga mampu mengaplikasikannya secara nyata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI