Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rekonsiliasi Nasional di Indonesia, Suatu Keniscayaan?

14 November 2015   02:15 Diperbarui: 14 November 2015   08:59 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Jokowi sekarang, bukan bagian dari pemerintahan orde baru. Kalau negara yang harus minta maaf, siapa representasi negara itu? Kalaupun negara harus minta maaf, iya tidak bisa kepada kelompok tertentu saja.

Setiap rezim, pernah melakukan pelanggaran HAM berat. Kelompok Islam pernah mendapat tekanan di era orde lama dan orde baru, termasuk oleh kelompok Komunis sendiri. Saya kira tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana bentuknya.

Sidang IPT di Belanda, juga jangan menjadi "panggung" oleh segelintir pihak karena ambisi dan tujuan politik tertentu. Kenapa harus dilaksanakan di era Presiden Jokowi? Kenapa Tidak dilaksanakan di masa Presiden SBY atau masa sebelumnya? Presiden Jokowi jangan disandera dengan kasus ini, akan menjadi beban berat baginya. Masih banyak persoalan bangsa yang harus diselesaikan.

Model rekonsiliasi yang ideal di Indonesia tetap harus melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang telah dibentuk oleh pemerintah. KKR ini di adopsi dari KKR yang dibentuk oleh Mandela.

Untuk apa KKR dibentuk? Bagi Mandela, KKR dibentuk bukan untuk belas dendam atau mencari-cari kesalahan. Apalagi jika KKR kemudian menjadi batu loncatan agar Tap MPRS/XXV/1966 tentang Larangan Penyebaran Ideologi Komunisme dicabut, itu mustahil terjadi.

Kenapa Ideologi Komunis Harus Tetap Dilarang di Indonesia?

Mudah saja menjelaskannya. Dari surat-surat Bung Hatta, kita bisa mengetahui bahwa ideologi Komunis memang tidak bisa “hidup bersama” di negara yang mayoritas penduduknya ber-Ketuhanan. Akan terjadi paradoks.

Berikut saya tuliskan kembali salahsatu surat Bung Hatta kepada sahabatnya di Bali :

“[PARADOKS NASAKOM] Paradoks yang terbesar dalam sejarah kenegaraan kita ialah Nasakom. Ini dijadikan ukuran segala-galanya. Siapa yang anti-Nasakom dicap kontrarevolusioner. Tetapi, seperti sering saya katakan, Nasakom ini adalah suatu konsepsi yang tidak bisa jalan, konsepsi yang menyatukan anasir-anasir yang bertentangan.

Yang beruntung dalam sistem itu hanya kaum komunis. Ia dapat menyebarkan pengaruhnya di kalangan rakyat dan dapat mempengaruhi tentara dan alat-alat negara. Kata "Revolutioner" dan "Progresif" dipakai sebagai alat perintis dan alat pemukul. Dan kaum komunis dapat melakukan infiltrasi dimana-mana.

Jadinya Nasakom hanya memperkuat kedudukan PKI, yang organisasinya memakai sistem sel. Sebaliknya ia melumpuhkan gerakan Islam dan gerakan nasionalis. Syukurlah, gerakan Islam sudah mulai bangun, dan sadar akan bahaya devide et impera yang dilakukan kaum komunis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun