Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi 3 Subkultur Politik Dalam Pilpres 2014

21 Maret 2014   08:29 Diperbarui: 14 Oktober 2015   16:49 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395339671693727758

[caption id="attachment_316418" align="aligncenter" width="240" caption="Partai Peserta Pemilu Legislatif 2014 (Tribunnews.com)"][/caption]

Di awal kemerdekaan Indonesia sampai berakhirnya era demokrasi terpimpin, ada 3 (tiga) subkultur politik di Indonesia yang dominan yakni Nasionalis pro Soekarno, Komunis dan Islam. Bahkan oleh Presiden Soekarno, tiga subkultur politik tersebut disatukan dalam doktrin Nasakom.

Nasakom adalah singkatan dari Nasionalis, Agama dan Komunis. Menurut Wikipedia, teori Nasakom telah lahir dan dirumuskan oleh Soekarno sejak tahun 1926 yang pada saat itu diistilahkan dengan tiga hal pokok yakni "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Pada intinya ketiga hal tersebut dipersatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme. Namun doktrin ini tidak berlaku lagi ketika orde baru berkuasa.

Di era orde baru, pasca Soekarno dilengserkan, Militer kemudian menggantikan posisi Komunis sebagai salahsatu kekuatan politik di Indonesia dan sangat mendominasi. Dua subkultur politik yang lainnya, yakni faksi Nasionalis warisan Soekarno dan Islam, praktis hanya sebagai pelengkap saja.

Untuk mengendalikan dua subkultur politik ini, pada tahun 1973 pemerintahan orde baru mengeluarkan kebijakan penyederhanaan partai melalui fusi partai politik yaitu dengan cara menyatukan empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Kemudian, lima partai lainnya yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.


Setelah Orde Baru tumbang, pada pemilu tahun 1999, kita kembali kepada era multi partai. Tercatat 48 partai politik mengikuti pemilu 1999. Kemudian, pemilu di tahun 2004 di ikuti 24 partai politik dan pemilu tahun 2009 di ikuti 38 partai politik dan 6 partai lokal Aceh. Dan kini di tahun 2014, kembali digelar pemilihan umum yang akan di ikuti oleh 12 partai politik dan 3 partai lokal Aceh.

Konstelasi politik dalam pemilu dari tahun 1999 - 2014, di dominasi oleh tiga subkultur Politik yakni, Islam, Nasionalis dan Militer. Walaupun militer sudah menanggalkan gelanggang politik sejak tahun 2004, ada fenomena menarik pada Pemilu 2004 dan 2009, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berlatarbelakang militer terpilih sebagai Presiden, dan banyak purnawirawan TNI yang berdiaspora atau menyebar ke berbagai partai politik untuk bertarung mendapatkan kursi di Parlemen. Jadi, kekuatan Subkultur Militer tetap ada dan kuat.

Di tahun 2014, tiga kekuatan subkultur politik ini menyebar di berbagai partai, yaitu:

1. Subkultur Nasionalis: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

2. Subkultur Islam : Islam Perkotaaan terdiri dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Kemudian Islam Tradisional terdiri dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

3. Subkultur Militer (Ketua Umum atau Capres dari purnawirawan militer): Partai Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Koalisi antar Subkultur Politik dalam Pemilihan Presiden 2014

Menyimak hasil polling satu bulan terakhir, diprediksi Partai Golkar dan PDI-P akan bersaing dalam memperebutkan posisi 'jawara' dalam pemilu legislatif (Pileg) 2014. Kemudian Partai yang mengusung Capres dan Ketua umum dari purnawirawan militer juga akan memperoleh suara yang signifikan, khususnya Partai Gerindra. Sedangkan Partai-partai Islam ada diposisi papan bawah dalam Pileg 2014.

Melihat konstelasi tersebut, diprediksi peluang partai yang bisa mencalonkan Capres sendiri adalah PDI-P dan Partai Golkar, akan tetapi peluang terbesar sebagai pemenang pileg dan pilpres adalah PDI-P.

Namun, Pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) 2014 diprediksi tidak akan berlangsung satu putaran. Meskipun PDI-P mengusung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden (capres).

Hal itu disampaikan pendiri Pusat Data Bersatu (PDB), Didik J Rachbini dalam diskusi bertema "Nasib Jakarta, Pasca Jokowi", di Jakarta, mengutip BeritaSatu.com, Selasa (18/3).

"Tampaknya pilpres tidak satu putaran. Walaupun PDI-P usung Jokowi, akan sulit menang satu putaran," kata Didik.

Dia menjelaskan, elektabilitas Jokowi mengalami penurunan dalam survei. "Jokowi pernah sampai di atas 30% elektabilitasnya, tapi terakhir ini turun sampai di bawah 30%. Penyebabnya adalah kritik yang menyebar dari mulut ke mulut jadi besar," tegas Didik.

Jika benar prediksi PDB tersebut, maka skenario koalisi Subkultur Politik putaran dua dalam Pilpres adalah sebagai berikut :
(1) Koalisi Nasionalis dengan Islam Tradisional Vs. Koalisi Militer (Prabowo) dengan Islam Perkotaan.
(2) Koalisi Nasionalis dengan Islam Perkotaan Vs. Koalisi Militer (Prabowo) dengan Islam Tradisional.
(3) Koalisi Nasionalis (PDI-P) dengan Militer (Wiranto/Jenderal Pro Mega) didukung Islam Tradisional Vs. Koalisi Militer (Prabowo) dengan Islam Perkotaan, didukung Golkar dan Demokrat.
(4) Koalisi Nasionalis (PDI-P) dengan Islam (Poros Tengah) didukung Militer (Wiranto) Vs. Koalisi Militer (Prabowo) dengan Nasionalis (Golkar) dan du dukung oleh Demokrat (SBY).
(5) Koalisi Nasionalis dengan Militer (Wiranto/Jenderal Pro Mega) Vs. Koalisi Militer (Prabowo) dengan Poros Tengah, didukung oleh Golkar dan Demokrat (SBY).

Peluang untuk menang diantara kekuatan tiga subkultur tersebut masih sama kuat. Jadi bohong, jika Jokowi dengan mudah memenangkan Pilpres 2014. Bagaimana dengan pendapat anda?

Oleh: Muhammad Ridwan

Kotabumi, 21 Maret 2014

Sumber:

http://tulisanaridwan.blogspot.com/2014/03/koalisi-3-subkultur-politik-dalam.html

http://www.mediawarga.info/2014/03/koalisi-3-subkultur-politik-dalam.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun