Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menghadapi Ketidakpastian

16 Oktober 2021   20:12 Diperbarui: 16 Oktober 2021   20:18 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Personal Collection

Selama hampir dua tahun terakhir ini dunia dihadapkan pada sebuah kenyataan yang nyaris tidak pernah diperhitungkan sebelumnya. Hadirnya virus yang bernama Corona yang lebih dikenal sebagai Covid-19 ini telah melumpuhkan semua sendi kehidupan. Dari segi ekonomi, politik, budaya, social, kesehatan, pendidikan hingga profesi, tidak ada yang mampu menghindar dari dampak negative virus yang dipercaya berasal dari Wuhan, China ini. 

Semua orang banyak belajar tentang makna sebuah kebijakan dalam hidup. Kebijakan dalam menghadapi ketidakpastian, hanya karena virus. Setidaknya, saya telah dan sedang mengalaminya.

Saat masih kuliah dulu, periode 2012-2016, masa di mana impian ideal nampak seperti realita yang mudah diraih, kini tiada karena dampak Corona. Kunci menggapai cita yang bernama strategi yang telah saya coba raih dengan melalui berbagai pelatihan, seminar, workshop serta berbagai macam agenda temu ilmiah, musnah meski tidak sepenuhnya. 

Bahkan jumlah network atau pertemanan di medsos saya coba untuk menggelembungkannya hingga mencapai hampir 5000 orang di Facebook, dengan harapan bisa mempermulus jalannya cita-cita, jadi buyar. Lebih dari seribu teman di WhatsApp, serta ratusan di Instagram, tidak lagi bertaring tajam. Tidak cukup sampai di situ. 

Saya coba meniru pula apa yang oleh orang-orang disebut sebagai Youtuber pernah saya lakoni. Bukan untuk meraih ketenaran, akan tetapi trend memang tidak bisa dibendung. Wabah yang bernama media social ini gaungnya melebihi merebaknya Covid-19, mempengaruhi gaya hidup saya. Saya pun ikut terpapar oleh virusnya media sosial.

Meski Corona merebak, rencana tetap harus berjalan walaupun tidak lagi maksimal. Rencana demi rencana saya gagas sebagai Plan A,B,C dan D. Dari merintis tahap awal berupa penguatan fondasi profesi saya lakukan. Sebelum wisuda, saya sudah bekerja di sebuah klinik milik yayasan pendidikan Islam. 

Hampir dua tahun saya jalani. Saya lakoni dengan penuh dedikasi karena langkah ini saya yakini sebagai bagian dari proses penajaman profesi. Sambil kuliah saya lakoni hingga wisuda.

Kemudian saya berangkat ke Jawa, karena itulah rencana dari awal sejak di bangku kuliah. Saya ingin beda dari kebanyakan teman-teman yang hanya bersandar pada zona nyaman (Comfort Zone). Sementara teman-teman di Aceh menyebar di provinsi yang sama, saya satu-satunya yang berani ke luar dari provinsi di bagian paling barat negeri ini.

Berangkat ke Jawa, tidaklah mudah. Bukan hanya urusan perut yang dipikirkan. Akan tetapi bagaimana akan bisa tetap fokus ada tujuan utama, yakni saya ingin bekerja di luar negeri. Pelatihan demi pelatihan  saya jalani. Bukan hanya kocek dari dompet yang belum pernah tebal saja yang harus saya keluarkan. 

Tenaga, fikiran, waktu tidak kalah pentingnya. Selama dua tahun lebih saya di Malang, saya belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman. Dari satu tutor ke tutor lain. Hingga mondok sebulan di Pare Kediri, di Kampung Inggris tidak saya lewatkan. Padahal, urusan perut harus difikirkan juga.

Saya tidak tahu apakah harus seperti ini jalannya? Namun saya ingin tetap konsisten. Impian semula ke Timur Tengah bergeser, lambat laun bergeser. Entah karena perjalanan waktu, perubahan cara berfikir atau karena Covid-19. Semangat ada, tapi agak kendor. Kemudian menguat lagi. kemudian kendor lagi, begitulah berulang-ulang layaknya ketidakpastian.

Proses rekrutmen yang satu ke proses rekrutmen lainnya tidak pernah saya lewatkan. Jika dihitung, rasanya tidak ada peluang ke luar negeri yang peluang atau iklannya lolos dari padangan sejauh tertuang di medsos sejak 3 tahu lalu. Selalu saya ikuti dan mendaftarkan diri. 

Semuanya saya jalani sambil menempatkan diri sebagai tenaga kerja tidak tetap pada sebuah lembaga pelatihan di Malang. Hampir dua tahun lamanya sejak 2019. Kemudian saya putuskan harus hengkang untuk mencari kerja yang (sementara) mapan. Artinya, tempat bekerja yang bisa digunakan sebagai tempat menopang kebutuhan hidup. Syukur kalau bisa sedikit nabung.

Tanpa disangka, Alhamdulillah peluang pun muncul. Sungguh, semua ini saya anggap seperti sebuah ketidakpastian. Yang direncanakan hilang, yang tidak pernah disangka muncul. 

Terlebih di era Covid-19 ini, semua rencana jadi 'berantakan'. Ujian berat bagi mereka yang beriman. Hanya mereka yang kuat yang mampu bertahan dan tetap optimis bahwa semua yang ada, yang direncanakan matangpun bisa berubah, karena kehendakNya.

Saya sangat beruntung bisa diterima di sebuah perusahaan bergengsi kelas internasional. Saya bekerja di sebuah perusahaan milik Amerika Serikat (USA). Perusahaan keren yang banyak diimpikan teman-teman yang bahkan menyandang predikat senior. Konon saya merupakan staf termuda yang sangat beruntung bisa diterima di sana. Bukan hanya peluang, tetapi benefitnya memang bagus sekali untuk staf yunior sekelas saya.

Hampir setahun di sana, sebuah ujian datang. Tentu saja tidak disangka. Saya mengalami gangguan kesehatan yang mengharuskan saya untuk tidak bisa bekerja selama beberapa waktu. Beruntungya, manajemen perusahaan sangat mengerti. Saya sangat berterima kasih kepada supervisor dan teman-teman yang memahami kondisi ini. 

Walaupun Alhamdulillah saya banyak melakukan tugas Work from Home (WFH), dalam kondisi seperti ini mendapat dukungan penuh dari kolega. Alhamdulillah...."Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan.....?" (QS. Ar Rahman 13).

Kini, sudah setahun kerja di sana, muncul permintaan kerja di Jerman, G to G. Sebuah peluang emas yang sayang jika dikesampingkan. Terlebih, peluang seperti ini sangat jarang muncul, apalagi dari Jerman. Peluang yang sempat membuat saya bimbang. Bimbang, jangan-jangan tidak berangkat seperti kasus teman-teman yang ke Qatar beberapa tahun terakhir.

Bagaimanapun, saya melihat dari sisi positifnya. Ketidakpastian dalam hidup selalu hadir kapan saja dan menimpa siapa saja. Jika tidak saya ambil, saya akan kehilangan kesempatan yang barangkai belum tentu terulang tahun depan. Namun jika saya ambil, bagaimana dengan pekerjaan saya? Ribuan rekan-rekan di negeri ini berfikiran sama seperti saya.

However, saya akan tetap bekerja. Toh, kemungkinan besar pelatihan bahasanya akan dilakukan Online, jadi saya tetap masih bisa kerja. Lagi pula, saya masih ingat sedikit-sedikit  basic German language. Siapa tahu memang garis perjalanan profesi saya seperti ini.

Covid-19 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga pada saya tentang makna ketidakpastian dalam perjalanan hidup ini. Hidup tidak ada yang pasti, tetapi bekerja, berkarya dan berusaha keras, harus tetap jalan terus. Yang penting saya harus konsisten untuk tetap mengetuk pintu yang merupakan tugas saya sebagai manusia. Sedangkan yang membukakan pintunya, biarlah Urusan Yang Di Atas Sana.

By the way perjalanan ke Jerman masih jauh. Yang dekat adalah tugas esok hari. Dari diri sendiri dan dari tempat kerja. Meski berada di tengah ketidakpastian berapa lama saya akan diinginkan oleh tempat di mana saya kerja, I love my job, my colleagues and I love workplace.

Wish me luck my friends......

Aceh, 16 October 2021

Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun