Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Strategi Motivator Bisa Ditiru, Bukan Nasibnya

29 Agustus 2020   07:37 Diperbarui: 30 Agustus 2020   15:14 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi motivator (Sumber: www.pixabay.com)

 Saya masih ingat beberapa tahun lalu, ketika Mario Teguh, motivator kondang, yang selalu tampil rutin di TV. Setiap kali tampil, Mario selalu sajikan materi-materi yang berbeda yang membuat pemirsa kagum, terbuai ingin segera menyontohnya. 

Saya yakin, Mario kewalahan melayani ribuan pertanyaan di private message-nya, terkait detail strategi yang disampaikan kemudian menerapkannya dalam bentuk nyata di kehidupan.

Motivator ulung lainnya, seperti Merry Riana, Andrie Wongso, Ippho Santoso dan Ary Ginanjar tidak kalah sibuk. Empat orang yang saya sebut ini, hanya lewat "omongan" saja, jualannya bisa laris. 

Mereka juga menawarkan strategi bagaimana menjadi orang sukses. Ratusan strategi yang mungkin ditawarkan, dikemas cantik dan menarik dalam rangkaian kosa kata yang mampu memukau pemirsa, pendengar atau pembaca jika itu dalam bentuk buku.

Motivator ulung di atas jadi kaya, terkenal dan professional, cukup hanya lewat "seni merangkai kata" yang diambil dari kisah perjalanan hidupnya. Sesekali mereka tambah dengan bumbu cerita orang-orang terkenal lainnya, agar bisa jadi ramuan manjur untuk dijual. Mereka meraih kesuksesan dengan cara-cara seperti ini.

Sebaliknya, masyarakat pengagum teori motivasi, tidak memanen buah sebagaimana harapannya. Sesudah sekian tahun lamanya mencoba, mereka yang dulu mempraktikkan materi motivasi, tidak kunjung berhasil, baru sadar. Ternyata, strategi keberhasilan seseorang memang bisa ditiru, tetapi bukan nasibnya.

Semangat
Saya punya beberapa kenalan yang sedang bekerja di Qatar, pernah cerita bagaimana dulu larisnya kajian motivasi. Misalnya saat Ary Ginanjar diudang ke Qatar tahun 2011 silam. Berbondong-bondong orang kita di negeri Petro Dollar ini datang menghadiri seminarnya. Sangat antuasias tentunya.

Sesudah seminar, seperti biasa, saat masih hangat semangatnya, kobaran motivasi hasil seminar yang membara, menjadi pemicu merealisasika impian. Nyatanya, tidak mudah.

Perlahan, namun pasti, satu demi satu gugur. Menyatakan bahwa menghadapi kenyataan hidup, tidak semudah menghadiri seminar motivasi. Dengan modal sejumlah duit saja, tidak bisa maraup keuntungan dengan mudah.

Seminar motivasi yang hanya berlangsung dua jam, meski diikuti sesi-sesi workshop sesudah itu, dua tiga hari, tetap saja, tidak bisa dibandingkan dengan kehidupan yang puluhan tahun lamanya.  

Teman-teman di Qatar kemudian menyadari, bahwa semangat dalam menjalankan sesuatu itu penting. Tetapi modal semangat saja tidak cukup. Ada hal-hal lain yang turut berpengaruh besar dalam mencapai tujuan hidup supaya berhasil.

Dana
Biasanya seorang motivator selalu menyampaikan, dana itu bukan menjadi fondasi terpenting dalam pencapaian tujuan untuk berhasil. Mungkin ada benarnya. Akan tetapi perlu dilihat juga tujuan hidup yang mana dulu.

Agaknya sulit mencerna, bila merencanakan sebuah bisnis, tanpa bermodalkan dana. Minimal untuk transport dan beli pulsa. Belum lagi bila secara fisik butuh tempat. Misalnya mendirikan lembaga pelatihan, atau membuka toko bahan bangunan.

Guna mendirikan sebuah lembaga pelatihan, memang sangat mudah. Hanya mengurus surat perizinan, dari notaris dan pemerintah daerah sebagai contoh, bagi sementara orang sangat murah. Tetapi tidak bagi orang lain. 

Belum lagi harus sediakan ruangan khusus, meskipun barangkali bisa gunakan garasi. Yang ini pun tetap butuh modal uang: kursi, papan tulis dan projector. Kalau trainer, barangkali bisa dari kita sendiri.

Demikian pula ketika membuka toko bahan bangunan yang mungkin bisa gunakan ruang tamu yang kita sulap. Bahan bangunan bisa juga tidak perlu beli. Cukup menghubungi supplier untuk menaruh barangnya di toko kita. 

Bagaimanapun, minimal kita butuh kendaraan sebagai sarana transportasi mengirim barangnya ke pelanggan, juga butuh uang guna membeli rak-rak serta gudang penyimpanan.

Dari dua contoh di atas, jelas, bahwa peran dana tidak bisa dikesampingkan. Motivator yang bilang bahwa dana tidak dibutuhhkan itu, bohong.

Network (Jaringan) dan Target Pasar
Dari hasil mengikuti seminar motivasi, seorang kenalan saya langsung membuka bisnis. Mempercayakan kepada salah seorang kerabat dekatnya. Satu dua tahun dia masih siap dengan segala risikonya. 

Lama kelamaan dia baru sadar, bahwa keterlibatan dia yang tidak terjun di lapangan berpengaruh besar terhadap keuntungan bisnisnya.

Ujung-ujungnya cash flow nya tidak terkontrol. Dia rugi terus. Jaringan dan target pasar tidak jelas, karena si empunya bisnis hanya bermodalkan uang, tanpa terjun langsung ke lapangan. Dia merasa "tertipu". Akhirnya dia tutup usahanya. Dia bukan hanya kehilangan bisnisnya, tetapi juga kepercayaan yang dia berikan pada kerabatnya.

Sebuah pengalaman yang sangat berharga. Ternyata berbekal strategi saja, tidak cukup.

Konsistensi

Mendengar kisah sukses motivator itu sangat menyenangkan. Kita bisa terbius karenanya. Seolah hanya bermodalkan optimisme sudah cukup agar kita bisa berhasil. Nyataya tidak demikian.

Usaha yang terus menerus, konsisten, sangat penting. Sementara, suasana hati dan pikiran kita selalu berubah-ubah. Belum lagi hati dan pikiran orang lain, termasuk partner bisnis jika ada. Konsistensi ini berpengaruh besar terhadap kelangsungan sebuah usaha.

Motivator bisa saja menyampaikan strategi terkait konsistensi ini semua, karena masa-masanya sudah mereka lewati. Tetapi motivator mungkin lupa menyampaikan peran nasib.  

Iklim Teknologi dan Politik Berubah
Teman saya memulai bisnisnya dengan jualan pulsa. Saat ini sudah punya empat anak cabang di Aceh. Padahal profesinya sebagai perawat. Kini dia sedang menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana di Banda Aceh.

Sekilas, membuat saya "bingung", sebenarnya apa rencana dia ke depan. Mana yang akan menjadi bisnis utama dan mana yang sampingan? Keperawatan atau jualan pulsanya. Atau kedua-duanya?

Jauh sebelum HP atau mobile phone marak di negeri ini, orang banyak yang membuka bisnis Wartel. Nyatanya bertahan hanya sekitar lima tahun. Saat HP mulai bermunculan, Wartel pun perlahan tutup. Kemudian muncul Warnet, yang kini tidak "semakmur" dulu.

Sejak paket-paket internet dijual dan dapat diperoleh di mana-mana dengan harga terjangkau, Warnet tidak lagi ramai pengunjungnya. Iklim teknologi dan iklim politik sangat berpengaruh dalam bisnis.

Nasib
Ada orang-orang yang sangat percaya diri dengan memiliki satu macam bisnis, hanya bisnis utama tanpa lainnya. Ada pula yang memiliki bisnis sampingan, sebagai penunjang bisnis utama. Istilahnya sebagai cadangan. Kedua-duanya mereka terapkan.

Meski demikian, sama bisnis, lama merintis juga tempatnya, ternyata tidak bisa meraih tujuan keberhasilan yang sama. Padahal, strateginya tidak beda. Nasib namanya. 

Inilah rahasia hidup yang jangankan orang biasa, motivator kondang pun tidak bakal mampu mengupasnya.

Oleh sebab itu, penting sekali dalam setiap usaha, mempersiapkan mental, yang secara psikologis juga membutuhkan pelatihan, supaya bisa menyadari hikmah kehidupan. 

Bahwa memang, kita bisa menyontoh apapun bentuk strategi keberhasilan motivator dalam meraih cita-cita hidupnya. 

Akan tetapi harus disadari, hidup kita tidak sama. Kita tidak akan mampu menyontoh: bagaimana mendapatkan nasib baiknya, atau, menghindari nasib buruknya.

Malang, 29 August 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun