Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Strategi Motivator Bisa Ditiru, Bukan Nasibnya

29 Agustus 2020   07:37 Diperbarui: 30 Agustus 2020   15:14 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi motivator (Sumber: www.pixabay.com)

Dana
Biasanya seorang motivator selalu menyampaikan, dana itu bukan menjadi fondasi terpenting dalam pencapaian tujuan untuk berhasil. Mungkin ada benarnya. Akan tetapi perlu dilihat juga tujuan hidup yang mana dulu.

Agaknya sulit mencerna, bila merencanakan sebuah bisnis, tanpa bermodalkan dana. Minimal untuk transport dan beli pulsa. Belum lagi bila secara fisik butuh tempat. Misalnya mendirikan lembaga pelatihan, atau membuka toko bahan bangunan.

Guna mendirikan sebuah lembaga pelatihan, memang sangat mudah. Hanya mengurus surat perizinan, dari notaris dan pemerintah daerah sebagai contoh, bagi sementara orang sangat murah. Tetapi tidak bagi orang lain. 

Belum lagi harus sediakan ruangan khusus, meskipun barangkali bisa gunakan garasi. Yang ini pun tetap butuh modal uang: kursi, papan tulis dan projector. Kalau trainer, barangkali bisa dari kita sendiri.

Demikian pula ketika membuka toko bahan bangunan yang mungkin bisa gunakan ruang tamu yang kita sulap. Bahan bangunan bisa juga tidak perlu beli. Cukup menghubungi supplier untuk menaruh barangnya di toko kita. 

Bagaimanapun, minimal kita butuh kendaraan sebagai sarana transportasi mengirim barangnya ke pelanggan, juga butuh uang guna membeli rak-rak serta gudang penyimpanan.

Dari dua contoh di atas, jelas, bahwa peran dana tidak bisa dikesampingkan. Motivator yang bilang bahwa dana tidak dibutuhhkan itu, bohong.

Network (Jaringan) dan Target Pasar
Dari hasil mengikuti seminar motivasi, seorang kenalan saya langsung membuka bisnis. Mempercayakan kepada salah seorang kerabat dekatnya. Satu dua tahun dia masih siap dengan segala risikonya. 

Lama kelamaan dia baru sadar, bahwa keterlibatan dia yang tidak terjun di lapangan berpengaruh besar terhadap keuntungan bisnisnya.

Ujung-ujungnya cash flow nya tidak terkontrol. Dia rugi terus. Jaringan dan target pasar tidak jelas, karena si empunya bisnis hanya bermodalkan uang, tanpa terjun langsung ke lapangan. Dia merasa "tertipu". Akhirnya dia tutup usahanya. Dia bukan hanya kehilangan bisnisnya, tetapi juga kepercayaan yang dia berikan pada kerabatnya.

Sebuah pengalaman yang sangat berharga. Ternyata berbekal strategi saja, tidak cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun