Sesudah Pemilu rampung, hidup harus jalan terus, seperti sedia kala. Siapapun pemenangnya perlu dukungan seluruh rakyat Indonesia. Presiden terpilih bukan presiden milik atau untuk golongan atau partai tertentu. Akan tetapi bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
Makanya, ketika masa kampanye, bisa saja kita dulu berseberangan lantaran kandidat Capres dan Cawapres yang berbeda. Sesudah diputuskan pemenangnya, everything should go back to normal.Â
Segala sesuatunya harus kembali ke normal. Harus tetap mengedepankan asumsi bahwa Pemilu lalu JURDIL, jujur dan adil. Biar tidak berkelanjutan sakit hatinya.
Siapapun presidennya, sebagai warga negara, kita harus tetap bekerja keras guna membangun diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negeri ini. Termasuk bagaimana menghadapi Covid-19. Pandemi Covid-19 nyatanya bukan menyerang, misalnya partai yang nakal saja. Covid-19 tidak pilih kasih. Â Â
Pemilu Tahun 2024 nanti, perlu dipersiapkan dengan matang. Apakah Virus Corona masih ada atau sudah lenyap, Pemilu akan tetap berlangsung. Semoga saja Corona segera punah.
Kalaupun belum, partai politik tidak peduli. Jauh-jauh sebelumnya, mereka dituntut harus bersiap diri. Termasuk kita ini, akankah mengusung Puan Maharani atau tidak. Partai politik butuh konsolidasi. Â Â
Tidak Ada Teman Abadi
Meski masih 'hijau' pengetahuan dan pengalaman saya tentang partai politik, tapi saya gak bodoh amat untuk bisa memahami. Dalam politik, tidak ada teman atau musuh abadi. Yang ada, kepentingan abadi.
Oleh sebab itu, right in the early morning, ketika saya mendengar Prabowo dilamar oleh Pak Jokowi untuk menjadi Menteri Pertahanan, resppon saya biasa saja. No hurt feeling. Lagian, siapa pula saya harus berkomentar masalah ini? Memangnya Pak Prabowo akan minta pendapat saya?
Jangankan saya, orang-orang yang dulu dekat dengan Prabowo dan mengusung 'mati-matian' dalam usaha mendongkrak perolehan suaranya saja, kini 'hilang'. Ketika bukan Prabowo sebagai pemenangnya, simpatisan dengan faatisme yang kuat ini 'lenyap'.
Nama-nama seperti Dhanil Simanjutak, Neno Warisman, Faldo Maldini, Dede Yusuf dan lain-lain, jarang terdengar suaranya. Kecuali hanya sesekali dari mereka muncul di media, misalnya Pak Amien Rais. Mungkin sebatas hanya untuk konsumsi media barangakali, agar tidak monoton beritanya, menjaga keseimbangan.