Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

RS Bisa Nakal, Bisa Salah Diagnosa, Rakyat yang Menderita

18 Juli 2020   07:20 Diperbarui: 19 Juli 2020   10:56 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adakah aturan bahwa masyarakat boleh diperlakukan sebagai 'bahan uji coba' di RS?

Masyarakat kita masih banyak yang belum menyadari hak-haknya. Jangankan masyarakat kelas bawah. Yang kelas atas saja menerima apapun yang dikatakan oleh professional kesehatan. Padahal, seperti yang saya sebut di atas, perofesional kesehatan bisa salah.

Oleh karena itu, upaya perlindungan kesehatan masyarakat harus maksimal. Bukan hanya malpraktik saja, misalnya perawat yang melakukan pekerjaan dokter, itu salah besar. Namun pemeriksaan tidak perlu yang menghabiskan duit masyarakat juga harus dipertanyakan kejelasanya. Juga termasuk pengobatan. 

Ini merupakan Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama. Kita punya Koalisi Perlindungan Masyarakat (KOPMAS), tetapi belum maksimal hasilnya.

Di India, Qatar dan UAE saya dengar di tempat praktik dokter-dokter, tertera tulisan berapa harga yang harus dibayar oleh pasien. Persis seperti masuk supermarket. Ini merupakan keterbukaan yang patut dijadikan contoh. Beri layanan dengan menyantumkan harga.  

Zaman kini, memang mulai terlihat peningkatan kesadaran masyarakat. Misalnya adanya pertengkaran antara masyarakat di Instalasi Gawat Darurat dengan perawat atau dokter IGD. 

Ini sebagai bukti adanya keberanian masyarakat dalam mengekspresikan hak-haknya jika tidak puas dengan pelayanan atau ada pelayanan yang kurang beres. Sekaligus ini merupakan tanda-tanda yang menunjukkan perkembangan baru yang cukup menggembirakan. Makanya tidak jarang saat ini jadi petugas kesehatan juga sangat hat-hati karena masyarakat mulai kritis.

Mayoritas masyarakat juga sudah tidak lagi takut dengan jarum suntik. Yang mereka takutkan adalah berapa harga yang harus mereka bayar saat ke RS. Kecuali harga kamar paviliun, harga perawatan dan pengobatan rata-rata tidak mereka ketahui sebelum membelinya. Mereka kaget, mengetahui jumlahnya hanya sesaat sebelum pulang.

Meskipun ada KOPMAS, namun kita sebetulnya belum punya system tertara yang tersosialisasi secara luas, kepada siapa masyarakat menyampaikan keluhan atas layanan kesehatan yang kurang/tidak proporsional, seperti salah diagnosa dan ketentuan harga. 

Mestinya, layanan kesehatan ini 'sama' dengan kebutuhan pokok, seperti Sembako. Harga jasa layanan kesehatan harus distandardkan kalau perlu dimonitor Pemerintah. Ini harus dijadikan pertimbangan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Persoalannya, petugas kesehatan selalu punya alasan terkait harga ini. Harga obat, harga alat, dan harga fasilitas, yang membuat harga layanan berbeda antara RS satu dan lainnya. Inilah yang konon susah dikendalikan. Jika sudah seperti ini, kalau Pemerintah saja angkat tangan, masyarakat harus angkat apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun