Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jika Hanya Uang yang Dicari di Era Digital, Tidak Perlu Kuliah

9 Juli 2020   21:29 Diperbarui: 9 Juli 2020   21:33 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Personal Collection 

Siang tadi, kami baru saja bertemu dengan seorang berwarga-negara Pakistan, yang menikah dengan orang Indonesia. Latar belakang pendidikan teknik sipil, namun pengalamannya luas di berbagai bidang. Konstruksi, hospitality management, restaurant, electronic, marketing, dll. Ini kali kedua kami ketemu.

Pertama kenal, sebelum ada wabah Corona, di Malang. Di sebuah restaurant India. Mr.Navid kami memanggilnya. Beliau pemiliknya. Asal dari Islamabad, Ibu kota Pakistan. Sudah setahun ini beliau berada dan tinggal di Malang. Tepatnya di kota kecil kecamatan Tumpang. Daerah sejuk menuju Bromo.

Kami kenal ketika dalam perjalanan ke toko buku beberapa waktu lalu, mampir ingin minum . Di perjalanan tidak jauh dari toko buku tujuan, di sebelah kirim jalan Kawi Atas, tertera nama Taj Mahal Restaurant. Kami mampir ingin tahu apa yang disajikan.

Hanya ada dua orang di dalam rumah makan itu. Beliau dan staff nya. Maklumlah restaurant kecil. Kami order makanan ringan khas India atau Pakistan, Parata, Chapati dan Kheer. Memang tidak senikmat masakan India di  daerah Thamrin-Jakarta sih. Tapi bisa mencicipi masakan India di Malang, itu keren banget.

Kami ngobrol panjang lebar. Navid banyak berkisah tentang perjalanan karirnya di Dubai dan Jerman. Sangat menarik. Sayangya, kami tidak bisa lama-lama. Saya simpan nomer WA nya. Sesudah itu kami tidak pernah jumpa lagi lebih dari 3 bulan lamanya, karea Corona. Pernah dua tiga kali beliau kontak, just to say hello, saat Ramadan dan Idul Fitri tiba.

"I moved here and opened a small shop, because we closed the restaurant at Jalan Kawi." Katanya memulai obrolan kami tadi siang. Beliau membuka sebuah kedai kecil yang menjual berbagai asesoris HP. Terletak di kota kecil, kelas kecamatan bagi seorang foreigner seperti dia, saya sempat mikir,: "Dapat untung seberapa dia?"


Itu terjadi sebelum kami diskusi lebih jauh.

Mungkin saya saja yang terlalu 'berperasaan', sehingga apa yang saya lihat, langsung begitu saja saya rasakan. Hampir setengah jam beralu, tidak ada satupun pelanggan yang datang beli pulsa. Lagi pula, di daerah seperti ini, Mr. Navid yang belum lancer Bahasa Indonesianya, bagaimana menarik minat pembeli?

Saat kami tiba, beliau lagi asik dengan sebuah Laptop Lenovo di meja kecil di bagian depan toko berukuran tidak lebih dari 3x5 meter. Orangnya periang, murah senyum. Agak kurus, bererawakan tinggi, seperti biasa orang Pakistan. Sukunya Pusthu. Katanya, "Mostly Pakistanis in Malang are Pusthu". Katanya saat ditanya suku apa di Pakistan asalnya.

Kami ditawari minum Soft Drink. Kami bawakan sedikit makanan ringan yang kami santap bersama. sekitar 20 menit di sana sambil meneruskan obrolan, kemudian kami ditawari Bakso asli Tumpang, yang luar biasa nikmatnya. Alhamdulillah.

Perlahan, Mr. Pakistani ini mulai cerita tentang kegiatannya. Saya semula kaget, tidak pernah menyangka, bahwa jualan asesoris HP ini kemungkinan besar hanya sebagai bisnis sampingannya. Navid sangat luas wawasan bisnis dan kemampuan IT nya.

Saya tidak menyangka bahwa beliau buka beberapa jaringan bisnis secara tidak langsung. Baik sebagai reseller, penyedia web, hingga urusan eksport import. Cukup dengan satu laptop di tangannya, tidak perlu ke luar rumah dan pindah tempat duduk, dia kendalikan bisnisnya. Tanpa pembantu, tanpa assistant. He seems to be very happy with it.

Kami banyak belajar dari beliau tentang bagaimana berbisnis di era digital ini. Dari FB, You Tube, membuka website, menulis artikel sampai bekerjasama dengan Amazon. Wow...he is amazing.

Kami diberikan gambaran tentang bagaimana cara 'menjemput' rejeki di era Digital. Navid is sharing his wonderful experience with us, yang saya tidak pernah duga. Di tengah bisnis kedainya yang nampak sepi, beliau ternyata enak-enakan menikmati hasil dari 'mainan online' setiap bulan. Cukup klik sana klik sini, per bulan beliau sudah bisa mengantongi jutaan Rupiah.

Personal Collection 
Personal Collection 

Dari situ saya mendapatkan hikmah. Saya tidak melihat garis kecemasan di raut wajahnya terhadap situasi pasar secara fisik di desanya tempat beliau tinggal. Beliau punya banyak relasi bisnis di Pakistan dan Amerika Serikat.

"You don't need higher education if money is the only objective." Katanya. Kita tidak perlu repot kuliah tinggi-tinggi jika duit merupakan tujuan utama. Era digital ini banyak menyediakan informasi dan keterampilan gratis yang bahkan tidak perlu kursus untuk bisa menguasainya. Hanya saja, memang dibutuhkan ketekunan dan kedisiplinan serta konsistensi. Dengan sedikit dipoles Bahasa Inggris, kita bisa 'menguasai' dunia.

Duit akan datang sendiri kalau rajin bikin video, membuka web, dan konsisten menulis. Mengembangkan jaringan adalah modal kedua. Selebihnya harus sabar. Karena semua butuh proses. Keuntungan kerja keras ini tidak akan muncul begitu saja esok hari langsung, dalam jumlah besar. Butuh waktu.  Hanya itu modal dasarnya. Bukan duit.  

Usai melihat beberapa karya dan short lecture nya, kami pamitan. Lega.

Memang benar. Manfaat silaturahim ini bisa menambah rejeki. Tidak harus dalam bentuk uang atau barang. Mr Navid is a crystal example. Mengenal beliau, kami dapat belajar banyak, ilmu dan pengalaman. 

Sekolah itu penting. Tapi kalau hanya duit yang dicari, tidak perlu buang biaya tinggi-tinggi yang akhirnya ngaggur. Lebih baik kayak Mr. Navid. Cukup dengan browsing setiap hari, keuntunganya bisa setinggi langit.  


Luar biasa!

Malang, 9 July 2020
Ridha Afzal  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun