Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kegagalan Belanda Membangun Profesi Keperawatan di Indonesia

12 Juni 2020   19:30 Diperbarui: 12 Juni 2020   19:31 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Sumber: Enjoy Nursing, Hardy, 2013

Pendidikan dianggap sebagai langkah strategis yang berdampak panjang. Pendidikan bisa berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan intelektual masyarakat agar dapat menghidupi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara, di samping mengembangkan keterampilan sehingga dapat hidup bersama dengan baik. 

Melalui Sistem Pendidikan Nasional yang mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Indonesia berharap dapat meraih tujuan tersebut. 

Kenyataannya pencapaian tujuan pendidikan nasional masih jauh dari harapan, meskipun berbagai upaya perbaikan telah dilakukan oleh Pemerintah. 

Pencapaian peningkatan mutu pendidikan yang mestinya berdampak pada peningkatan kualitas manusia Indonesia masih belum meningkat secara signifikan. Termasuk pendidikan keperawatan kita yang dirasa jauh bahkan dengan Singapore dan Malaysia.

Sumbet: Enjoy Nursing, Hardy, 2013
Sumbet: Enjoy Nursing, Hardy, 2013

Keterpurukan kualitas keperawatan di Indonesia mengindikasikan rendahnya mutu pendidikan keperawatan di Indonesia. Menurut Global Education Monitoring (GEM Report 2016), UNESCO, kualitas pendidikan kita masih rendah. 

Pada tahun 2017 Indonesia masuk urutan ke 57 dari 65 negara dari segi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan (World Education Ranking) yang diterbitkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Jika diurut, sepertinya tidak ada kaitannya dengan Belanda. Namun sebenarnya besar.

Secara pribadi, saya 'tidak suka' dengan Belanda. Ada alasan mendasar tentunya. Belanda saya anggap sebagai penjajah yang (maaf) 'rakus'. Tiga ratus limah puluh tahun menggarong harta milik, kekayaan Bumi Pertiwi, membunuh, menyengsarakan hingga memecah-belah rakyat Indonesia, rasanya masih belum cukup puas. 

Didirikan olehnya sekolah-sekolah, yayasan, rumah sakit dan panti asuhan dengan mengatas-namakan bantuan sosial, itu hanya kedok yang mengatasnamakan bantuan kemanusiaan yang bertopeng.
 
Namun, sebagai warga negara beragama Islam yang baik, kita tidak boleh mengingat-ingat kesalahan orang lain. Yang lalu, sudahlah, biarlah berlalu. Perkara Patung asli Ken Dedes yang 'dicuri' oleh Belanda misalnya, mau dikembalikan atau tidak ke negeri kita, tak masalah.
 
Demikian juga rel kereta api dari Panarukan hingga Banyuwangi hasil proyek negeri Kincir Angin ini. Tak mungkin lah kita kembalikan. Toh, mereka bangun dengan keringat dan nyawa rakyat kita juga. Apalagi bangunan seperti Gedung Sate di Bandung atau Balai Kota Malang. Apa harus dijebol dan dipaketkan lewat DHL ke Den Haag?
 
Saat ini, jumlah warga kita yang tinggal di sana angkanya melebihi 15.000 jiwa. Ada yang tinggal dan bekerja di sana; mengikuti suami atau sedang belajar. Hal ini menunjukkan sebuah itikad baik, bahwa generasi Belanda saat ini, sudah beda. 

Intinya, yang buruk tentang Belanda, lupakan. Yang baik, kita ambil. Ada juga perawat kita yang sudah puluhan tinggal dan bekerja di Belanda. Mereka betah di sana, karena merasa lebih baik hidup dan kehidupan profesinya.  
 
Harus kita akui, dulu yang baik tentang Belanda di antaranya adalah layanan keperawatan, nursing. Belanda lah yang memperkenalkan konsep pelayanan kesehatan di negeri kita, termasuk didirikan rumah sakit Binen di Jakarta pada tahun 1799. Tahun 1819 berdiri RS Stadverband (sekarang RSCM). 

Pada tahun 1906 beridiri pendidikan Juru Rawat di RS PGI Cikini, diikuti RSCM.  Waktu itu pendidika keperawatan hanya sebatas pada level vokasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun