Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hemat Listrik: Batasi, Kurangi dan Nyalakan Hanya Bila Perlu

11 Juni 2020   06:28 Diperbarui: 11 Juni 2020   06:56 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapan itu kami berkunjung ke rumah seorang kolega di Lumajang. Sebenarnya rumahnya tidak terlalu besar. Tapi karena dihuni untuk dua orang, hitungannya kegedean. Waktu itu sudah masuk maghrib. Jadi saya bisa lihat dalamnya rumah. Oleh tuan rumah juga diajak 'keliling' ke lantai dua.

Yang jadi sorotan saya salah satunya adalah 'listrik'. Itu rumah, terang benderang. Saya bertanya, habis berapa sebulan. Disebutkan di atas angka Rp 1 juta. Banyak banget. Memang, suami istri pada kerja. Saya duga golongan IIIA. Jika dihitung pemasukan bisa di atas Rp 10 juta lebih. Pemasukan segitu, kalau 10% nya untuk bayar listrik, bertujan untuk 'menerangi' rumah kala malam hari tiba, hemat saya 'mikir-mikir' lah.

Di sisi lain, nun jauh di Aceh sana, terutama di bagian pedalaman, banyak orang yang susah untuk mendapatkan penerangan. Jalan-jalan saja masih banyak yang 'gelap'. Bukan hanya karena distribusi listrik yang belum merata, juga karena kemampuan membayarnya. Menurut saya, hemat energy itu penting.

Hemat energi itu persoalannya bukan pada karena kita mampu atau tidak membayarnya. Akan tetapi lebi pada prinsip bahwa hidup kita tidak sendiri. Kita perlu memikirkan kebutuhan dan hak orang lain. Di samping, hidup memang harus hemat.
Bagaimana cara hemat listrik?

Hemat pertama, batasi penggunaannya. Artinya, jangan nyalakan lampu berlebihan. Rumah bukan hotel. Kalau dirasa sudah bisa terlihat dengan satu lampu, tidak perlu dua-tiga atau empat lampu yang nyala. Batasi satu saja.

Di rumah kami bagian belakang, ada empat lampu. Dua di antaranya harus nyala pada sore hari, biasanya kami nyalakan sebelum Maghrib tiba. Di bagian depan rumah ada dua, tapi yang wajib nyala hanya satu, kecuali ada tamu. Ruang tamu tidak perlu nyala, kecuali ada tamu atau digunakan ruangannya. Ruang keluarga dan dapur nyala terus pada malam hari. Namun jam tidur, hanya dapur yang nyala. Ruang tidur, nyala jika hanya dibutuhkan. Sama seperti kamar mandi.

Hemat kedua, kurangi Watt nya. Tidak perlu terang sekali. Kalau cukup 10 Watt dengan Lampu Saving, mengapa harus 15 Watt? Prinsip ini penting. Meski terlihat perbedaan hanya 5 Watt, kelihatannya tidak seberapa. Jika ada 10 lampu, maka 5x10 = 50 Watt, kalikan 30 hari. OK, katakanlah pengeluaran hanya terpaut Rp 50.000/bulan, namun jika setahun angkanya mencapai Rp 600.000. Bagi orang kaya, mungkin angka ini bukan apa-apa. Sekali lagi masalahnya bukan pada apakah kita mampu bayar atau tidak. Masalahnya ada pada pengeluaran yang sia-sia. 

Kita harus ingat tujuan diciptakan siang dan malam di antaranya agar kedua mata ini juga istirahat pada malam. Mata ini tidak diharapkan 'kerja keras' pada malam hari dengan melihat warna yang ekstra terang-benderang. Ini akan menambah beban kerja mata kita. Dari sisi kesehatan tidak sehat.

Kami terbiasa menggunakan energi listrik hanya sewajarnya, sesuai kebutuhan. Semula kami gunakan Sanyo dengan system otomatis. Sesudah itu kami ganti manual. Otomatis sangat boros listrik. Sedikit kerja, untuk hemat. Menyalakan listrik dalam jumlah banyak adalah berlebihan. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan bagaimana orang hemat, saat berwudhu. Sekalipun ambil Wudhu di air sungai yang mengalir ibaratnya, dinasehatkan untuk hemat. Inilah filsafah hemat.

Hemat yang ketiga, gunakan hanya bila perlu. Nyalakan listrik di kamar mandi hanya saat dibutuhkan. Kalau jam 5 pagi sudah bangun, matikan semua lampu, khususnya di luar rumah. Kecuali lampu dapur misalnya. Atau ruang tengah untuk baca buku atau ruang kerja. Toh 30 menit lagi akan terlihat munculya sinar matahari.

Pemborosan listrik yang paling banyak dijumpai ada di toko-toko, mall, restaurant dan hotel. Saat di hotel contohnya, hanya karena kita sudah bayar, kita seringkali 'sewenang-wenang'. Lampu dan AC nyala terus di semua kamar, termasuk kamar mandi, padahal tidak digunakan. Budaya seperti ini termasuk pemborosan energi. Kita harus sadar akan hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun