Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Turun Gunung, Hentikan Revisi UU KPK, Kasus Novel, Jaksa Agung Linglung

19 Februari 2016   11:55 Diperbarui: 19 Februari 2016   19:12 1946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gedung KPK (Dok: Jitunews.com)"][/caption]Presiden Jokowi sesuai dengan nawacitanya akan mendukung pemberantasan korupsi sebagai agenda utama dalam pemerintahannya. Bagi Jokowi, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah jantung utama bagi Indonesia saat ini. Sebagaimana diketahui saat ini, Indonesia masih dikenal sebagai salah satu negara paling korup didunia, dengan melihat fakta yang sedemikian rupa hal ini akan terus memperburuk citra bangsa Indonesia di dunia internasional. Saat ini agenda pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas utama Presiden Jokowi. Konsen Jokowi tetap pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Korupsi seperti halnya kanker yang terus menggerogoti habis sendi-sendi perekonomian bangsa ini.

Tak hanya soal ancaman pembunuhan komisi anti rasuah oleh sejumlah partai politik, namun juga Jokowi akan mengambil keputusan yang tegas yakni akan memerintahkan Jaksa Agung untuk menghentikan kasus Novel Baswedan yang sengaja dikriminalisasi akibat getolnya Novel menyidik perkara-perkara besar terutama yang melibatkan petinggi Polri. Saat ini sejumlah partai politik sedang sibuk-sibuknya untuk merevisi UU KPK yang mana revisi  ini bertujuan untuk melemahkan, mengamputasi, membonsai KPK yang selama ini bisa dibilang sebagai tulang punggung bangsa ini dalam upaya pemerintahan untuk memberantas korupsi yang makin hari makin masif.

Saat ini rakyat menjerit, berteriak-teriak meminta agar para politisi yang terhormat di Senayan itu menghentikan niatnya untuk menghabisi KPK, Karena bagi rakyat Indonesia , KPK adalah nyawa kedua bagi bangsa ini. Tanpa KPK, bangsa ini akan terus berjalan tertatih-tatih menghadapi para koruptor yang terus ingin merampok habis keuangan negara ini, sehingga yang terjadi justru kemiskinan makin meningkat. Tanpa KPK bangsa ini tak akan berdaya menghadapi para koruptor, karena saat ini KPK merupakan satu-satunya lembaga penegak hukum yang independen yang bisa diharapkan oleh rakyat sekaligus sangat dicintai dan disayangi oleh rakyat Indonesia.

Tentu Presiden Jokowi sangatlah peka terhadap teriak-teriakan rakyat yang berteriak agar KPK tidak dibunuh, Presiden Jokowi tentu tidak akan membiarkan partai politik menghabisi KPK yang merupakan tulang punggung bagi perjalanan bangsa Indonesia kedepannya. Ibarat dua sisi mata uang. Disatu sisi tekanan kuat dari rakyat agar UU KPK tidak diutak-atik sangatlah kuat dan bahkan tidak terbendung lagi dan bahkan jika tetap direvisi tak menutup kemungkinan aksi unjukrasa sebagai tanda rakyat tidak terima akan revisi itu bisa saja terjadi. Sedangkan disatu sisi lainnya , tekanan terhadap Jokowi datang dari partai politik terutama PDIP agar UU KPK direvisi begitu kuat hingga tidak terbendung lagi, Saat ini bisa dikatakan bahwa Jokowi tengah terjepit diantara dua kekuatan besar yang masih terus saling adu strategi.

Adu strategi bagaimana caranya agar UU KPK mulus direvisi tanpa ada ganjalan dari Jokowi yang secara terang-terangan akan menolak revisi yang bertujuan mengkebiri, membonsai, mengamputasi, dan mengkerdilkan KPK sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum yang paling dipercaya rakyat Indonesia. Tidak peduli akan waktu, tidak pula peduli akan teriak-teriakan rakyat di luar sana, anggota DPR dan partai politik tetap tidak mengamini suara teriakan itu. Selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sekalipun, terjadi argumentasi yang sengit antara DPR vs Partai dan partai vs rakyat.

Menjadi sengit lantaran DPR dan Partai politik sungguh tidak mulia keinginannya yakni ingin menghabisi KPK dengan merevisi empat poin utama yakni soal penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan terlebih dahulu, soal pengangkatan penyelidik dan penyidik oleh KPK, soal kewenangan agar KPK bisa mengeluarkan/menerbitkan SP3 hingga soal pembentuka Dewan Pengawasas bagi komisi anti rasuh itu, alasannya pun sederhana sekali, dimana-mana sebuah lembaga itu harus ada pengawasnya agar tidak kebablasan. Dewan Pengawas bagi KPK belumlah diperlukan karena saat ini sudah ada DPR yang juga menjalankan fungsi pengawasannya. Namun tetap saja perang argumentasi tetap terjadi. Namun itu bukan masalah bagi Jokowi karena keputusan akhir dari masifnya upaya itu pada ujungnya ada pada Jokowi.


Jokowi tidak sendiri, Jokowi sudah memplot Menteri Koordinator Politk, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan sebagai komentator, untuk terus berperan sebagai komentator dengan terus pula mengulang-ulang komentar yang bersayap. Tentu inilah jurus banteng yang sudah dikeluarkan oleh Jokowi. Jurus banteng Jokowi ini membuat Gerindra ketakutan dan pun terbukti Gerindra pun melakukan manuver-manuver politiknya, praktis manuver Gerindra berhasil menggandeng Demokrat agar tidak ikut-ikutan mendukung revisi UU KPK yang sangat berpotensi membunuh KPK secara masif itu.

Tak lama kemudian manuver Gerindra berhasil membuat Demokrat balik badan dan menyatakan menolak revisi UU KPK. Alasannya pun sederhana, UU KPK dibuat dengan hati yang bersih ini karena negara ini sudah bisa dibilang darurat akan korupsi dan inilah yang makin menyebabkan rakyat makin miskin. Akibat Jokowi yang telah mengeluarkan jurus bantengnya itu mmebuat Gerindra berhasil membuat Demokrat putar arah, yakni menolak revisi UU KPK. Dan akibatnya rapat paripurna sebelumnya terkait draft yang terkesan sangat dipaksakan itu akhirnya gagal total.

Namun yang lucunya di saat DPR dan Parpol sangat bersemangat sekali untuk merevisi UU KPK, kecuali Gerindra dan Demokrat. Hal itu justru semakin membuat KPK semakin bersemangat untuk menangkapi para koruptor-koruptor yang makin merusak citra bangsa ini. Jika selama ini pimpinan KPK yang baru selalu mengatakan bahwa KPK periode ini akan lebih fokus pada pencegahan ketimbang penindakan, itulah yang saat itu membuat Parpol dan DPR bersenang-senang dan gembira-ria menyambut pimpinan KPK pilihan mereka yang ternyata memang bisa dikendalikan. Tetapi berjalan tak terlalu jauh, praktis pimpinan KPK yang baru ini bagaikan anak macan yang dipelihara lalu kemudian menjadi besar sehingga menerkam tuannya sendiri. Ini terbukti saat ditangkapnya politisi PDIP yang juga anggota DPR komisi Infrastruktur, Dewi Wisnu Putrianti.

Tertangkapnya Dewi Wisnu Putrianti itu makin membuat Parpol dan DPR makin ketakutan dan secepat mungkin akan merevisi UU KPK, Ditambah lagi dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang juga dilakukan oleh KPK, dimana tangkapan KPK sungguh tidak main-main yakni Kasubdit bidang Perdata dan PK Mahkamah Agung yang masuk perangkap KPK akibat permainan gelapnya yang hingga akhirnya terendus oleh KPK. Operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dilakukan KPK inilah yang membuat Parpol dan DPR makin ketakutan , karena sebelumnya tangkapan KPK yakni politisi PDIP yang juga anggota komisi infrastruktur itu juga tak lain disebabkan oleh aksi OTT KPK yang tak mereka duga-duga.

Karena sebelumnya DPR dan parpol berpikir pimpinan KPK yang baru akan terus mau diperihara ternyata DPR dan parpol salah besar justru KPK saat ini lepas dan makin liar dan siap mengejar siapa saja yang coba-coba bermain dengannya. Lalu DPR dan parpol melihat bahwa sepertinya mereka sudah dikibuli oleh pimpinan KPK karena makin hari makin tidak bisa dikendalikan lagi, sehingga semangat 45 untuk merevisi UU KPK terus berlanjut, tetapi pada saat inilah Jokowi berhasil memainkan jurus bantengnya sehingga membuat DPR dan parpol kocar-kacir tunggang-langgang, yakni dengan gencarnya OTT yang dilakukan oleh KPK, sebenarnya jurus Jokowi sudah dimainkan. Tetapi Jokowi masih akan terus mengeluarkan jurus bantengnya untuk membuat lawan-lawannya ketakutan sehingga revisi UU KPK batal , karena biar bagaimanapun Jokowi yang jadi pemegang keputusan akhir terkait revisi UU KPK ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun