Mohon tunggu...
Dapurfit
Dapurfit Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Home of #SmartDieter

Di Kompasiana, kami berkomitmen untuk membuat konten yang 100% informasi, 0% marketing. Semua konten kami 100% evidence-based, dan akan disertai referensi jurnal ilmiah (studi/ penelitian).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perlukah Mengubah Tubuh Jika Kita Menerima Tubuh?

21 Juni 2021   16:06 Diperbarui: 3 Juli 2021   14:38 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perlukah Berubah Jika Kita Menerima Tubuh Kita? (sumber: instagram Dapurfit) 

Setelah membahas mengenai self-love dan body acceptance, sampailah kita pada bagian terakhir untuk menjawab pertanyaan yang mungkin terbesit ketika membaca artikel-artikel sebelumnya: apakah perlu mengubah bentuk tubuh dengan menurunkan BB? Apakah memungkinkan untuk obese namun tetap sehat? Dan bagaimana jika tubuh memang tidak bisa weight loss? Mari bahas ketiga pertanyaan satu per satu bersama-sama!

Body Acceptance -- Perlukah Berubah?

Body acceptance sendiri memiliki arti untuk tidak membenci tubuh sendiri, bagaimanapun bentuknya saat ini, bukan "tidak boleh berubah", tapi "tidak harus jika tidak mau/ tidak perlu". Dan jika mau berubah, keinginan itu untuk diri sendiri, bukan untuk penilaian dari orang lain.

Bagi kami (Dapurfit), jika ditanya: "BB yang ideal untuk saya berapa?", jawaban kami selalu sama, yaitu:

  1. Berapapun yang sehat. Sehat di sini adalah tidak meningkatkan resiko penyakit/ metabolic syndrome.
  2. Selama BB kamu masih dalam kategori sehat, maka BB yang ideal untukmu adalah: sesuai dengan seleramu sendiri. BB ideal, selama kamu masih dalam kategori sehat, tidak boleh dan tidak bisa ditentukan oleh orang lain. Melainkan berapapun yang bisa membuatmu puas, melihat kaca dan tersenyum, yang bisa membuatmu menghormati dirimu sendiri.

Stigma perempuan harus kurus/ thick, laki-laki harus lean/ sixpack, itu tidak benar. Karena pada akhirnya, selama tubuh kita sehat dan kita menyukai dan menghormati tubuh kita, maka berapapun BB-nya dan bentuk tubuhnya tidak penting.

Alasan orang ingin mengubah tubuhnya pun juga berbeda-beda. Ada yang ingin mengubah bentuk tubuh untuk penampilan, ada yang mau mengubah bentuk tubuh untuk kesehatan, dan ada yang ingin mengubah tubuh untuk self-improvement.

Untuk alasan penampilan, size doesn't really matter. Jika dianalogikan, A lebih suka mengenakan kaos dibanding kemeja. B lebih suka mengenakan batik dibanding baju polos. Apakah A dan B salah? Tidak, karena ini hanya masalah selera. Sama halnya dengan penampilan tubuh kita, kita tidak bisa membuat standar kecantikan berdasarkan subjektivitas seseorang.

Namun untuk alasan kesehatan, kita tidak bisa sehat optimal jika terlalu "overweight", maupun "underweight". TERLALU kelebihan body fat atau TERLALU kekurangan lean body mass sama-sama meningkatkan berbagai resiko penyakit. Oleh karena itu, kamu menekankan bahwa yang penting adalah HEALTH AT EVERY SIZE. Motivasi kita tetap harus untuk sehat, karena menjalankan pola hidup sehat untuk menjadi sehat lebih memuaskan dibanding diet dengan fokus utama untuk penampilan. Ketika kita menjalankan diet/ pola hidup sehat dengan tujuan penampilan, kita akan mudah kecewa karena sampai kapanpun kita tidak akan bisa memuaskan mata semua orang.

Sedangkan untuk alasan self-improvement, ada pula yang mulai mengubah pola hidup dan makannya ketika tubuhnya sehat karena keinginannya sendiri untuk memulai pola hidup sehat. Dan kami sangat mendukung mereka yang memiliki motivasi ini untuk hidup sehat.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kembali lagi ke alasanmu ingin berubah (sumber: instagram Dapurfit) 
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kembali lagi ke alasanmu ingin berubah (sumber: instagram Dapurfit) 

MHO/ Metabolically Healthy Obese

Pertama-tama, mari kita jawab "Apa itu sehat?" Menurut WHO, sehat adalah kondisi optimal, baik secara fisik, mental, dan sosial (1). Sehat bukan sekedar saat ini sedang tidak sakit, namun juga kedepannya terhindar dari peningkatan resiko penyakit-penyakit, terutama resiko jantung. Tentu tidak semua orang yang obese memiliki metabolic problem seperti gula darah, kolesterol, dan sebagainya, dan ini disebut dengan MHO atau Metabolically Healthy Obese.

Suatu studi melakukan follow-up kepada 90.000 wanita selama 30 tahun dan menemukan bahwa walaupun sehat secara metabolik (gula darah, tekanan darah, lemak darah, dan lain-lain) dengan kondisi obese dalam waktu yang lama, obesitas tetap menjadi faktor yang meningkatkan resiko jantung (2). WHO mengatakan overweight & obesitas bagaimanapun akan mengganggu kesehatan dan meningkatkan berbagai resiko penyakit kronis, termasuk diabetes, jantung, dan kanker (3).

Mengutip jurnal yang membahas tentang MHO, obese yang sehat secara metabolik haya sehat secara metabolik, namun belum tentu sehat secara keseluruhan. Sehat secara metabolik tidak menjamin kesehatan, fungsional, dan kualitas hidup seseorang (4). Kesehatan sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Masalah yang dapat disebabkan oleh obesitas bukan hanya pada kesehatan metabolik, namun juga pada sendi lutut dan pinggul, low back, dan masalah pernafasan, gangguan tidur, dan bahkan peningkatan resiko kanker. Meski begitu, resiko jantung MHO tetap lebih rendah dibandingkan dengan normal weight/ underweight/ overweight/ obese yang memiliki masalah kesehatan metabolik (2). Namun perlu diingat bahwa MHO tetap memiliki resikok berbagai penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-obese yang sama-sama sehat secara metabolik (5).

Bisakah obese tetap sehat? (sumber: Image by TheOtherKev from Pixabay) 
Bisakah obese tetap sehat? (sumber: Image by TheOtherKev from Pixabay) 

"Bagaimana ada orang obese yang tetap sehat secara metabolik, namun ada juga obese yang terkena diabetes, kolesterol, dan sebagainya?" Jawabannya adalah karena adanya perbedaan faktor genetik dan pola makan sehat serta rutin berolahraga/ aktivitas fisik dari MHO dengan obese yang tidak metabolically healthy (6-8). Orang yang obese tetap bisa sehat secara metabolis bergantung pada seberapa aktif mereka. Sehingga dikhawatirkan, saat ada situasi/ kondisi yang membuatnya "mau-tidak-mau" berhenti berolahraga, diikuti dengan bertambahnya usia, orang obese yang awalnya sehat secara metabolis lambat laun menjadi tidak sehat secara metabolis. Dan kasus ini sering terjadi (2).

Mengutip studi pada Journal of the American College of Cardiology (2018), orang dengan obesitas tetap wajib direkomendasikan untuk weight loss dan perbaikan pola hidup. Meskipun sehat secara metabolis, weight loss tetap diperlukan untuk menghindari peningkatan resiko diabetes, kolesterol, jantung, kanker, dan lain-lain (5). Meski kami tidak terlalu setuju, pada jurnal the American Medical Association (2013) dinyatakan obesitas adalah penyakit yang kompleks, kronis, dan memerlukan perhatian medis. Obesitas juga dinyatakan sebagai masalah global yang serius (9-11).

Kami sendiri tidak menganggap obesitas sebagai penyakit, melainkan kondisi yang meningkatkan resiko berbagai penyakit (seperti jantung, diabetes, kanker, dan bahkan kematian dini) (12). MHO (metabolically healthy obese) bukan pengecualian. Pada systematic review dari 20 studi menyimpulkan bahwa clinicians seharusnya tidak mengatakan pada pasien bahwa MHO itu aman, karena peningkatan resiko jantung dan kematian tetap terlihat jelas bahkan pada MHO (13).

Bagaimana Jika Obese, Namun Tidak Bisa Menurunkan BB?

Tidak ada orang yang tidak bisa menurunkan BB. Mungkin bagi beberapa orang memang lebih sulit dibandingkan dengan orang lain, namun bukan berarti tidak bisa. Selama orang tersebut mengurangi makan dari yang tubuhnya "bakar" untuk beraktivitas dan fungsi dasar tubuh (sirkulasi darah, bernafas, dan lain-lain), maka orang tersebut pasti weight loss. Ini sudah terbukti secara ilmiah secara konsisten (14-16).

Tidak ada "obese ynag disebabkan metabolismenya bermasalah" (17-19), orang obesitas justru memiliki metabolisme yang lebih besar dibandingkan dengan orang normal weight/ underweight (20-23). Jika dianalogikan, ini seperti mobil besar membakar lebih banyak bensin dibandingkan dengan mobil kecil, sama halnya dengan tubuh.

Faktor genetik yang menyebabkan gemuk memang ada, namun pengaruhnya bukan kepada metabolisme. Perbedaan metabolisme (resting metabolic rate) faktor genetik itu sangat kecil, yaitu hanya sekitar 10% (24). Genetik gemuk lebih berpengaruh kepada selera makan/ nafsu makan (25-28) dan pada seberapa aktifnya kita bergerak secara tidak sadar (29, 30). Artinya, orang dengan genetik gemuk pun tetap dapat lose weight jika secara sadar mengurangi makan dan/ atau menambah aktivitas fisik.

Suatu studi dilakukan pada anak kembar identik, yang artinya mereka sangat mirip secara genetik. Studi ini membuktikan bahwa genetik tidak menentukan BB secara signifikan. Dengan genetik yang mirip, kembar identik bisa memiliki BB dan bentuk tubuh yang berbeda. Hal ini dikarenakan faktor yang lebih berpengaruh pada BB dan bentuk tubuh adalah kondisi/ lingkungan hidup dan kebiasaan (eating behavior) (31). Orang yang sudah makan sedikit namun BBnya tidak turun juga pernah diteliti, dan ternyata penyebabnya adalah mereka sebenarnya tidak makan sesedikit yang mereka prediksi (total makanan/ kalori) (32-39). Dan hal ini sangat wajar, bahkan sering terjadi pula pada atlet profesional (36-39), dan dietitian juga sering salah dalam memperkirakan "makan berapa kalori" (37).

Kembar identik pun tetap ada perbedaan penampilan, karena faktor genetik tidak berpengaruh sebesar itu (sumber: Image by Steve Buissinne from Pixabay)
Kembar identik pun tetap ada perbedaan penampilan, karena faktor genetik tidak berpengaruh sebesar itu (sumber: Image by Steve Buissinne from Pixabay)

Oleh karena itu, jangan sampai kalian kehilangan semangat untuk memulai hidup sehat! Jika kamu merasa sudah diet namun tidak ada hasil, percayalah: tidak ada yang salah dengan badanmu. Hal ini biasanya terjadi karena:

  • Makannya sudah sehat namun kalorinya masih terlalu tinggi (studi menemukan orang mengira makan sehat otomatis diet weight loss, padahal belum tentu) (40).
  • Makannya sudah dikurangi, namun masih banyak minum minuman tinggi kalori seperti minuman kekinian.
  • Porsi makan sudah kecil, tapi banyak snacking.

Dan perlu terus diingat juga bahwa meski kesehatan dan kualitas makanan tetap menjadi prioritas utama, kuantitas juga tidak kalah penting.

Jurnal Referensi
Jurnal Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun