Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memberi hingga Lupa Memberi

8 Mei 2020   10:23 Diperbarui: 8 Mei 2020   10:20 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pravoslavie.ru

(Samber 2020 Hari 12 & Samber THR)

Apakah sedekah itu perlu diceritakan? Ada dua kemungkinan untuk menjawabinya.

Pertama; perlu diceritakan agar menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk bersedekah. Kedua; tak perlu diceritakan bila cerita itu hanya untuk memamerkan kesombongan. Jadi, sesungguhnya tergantung dari niat narator.

Banyak hal yang setiap hari kita lakukan adalah sedekah, hanya saja kita kerap tak menyadari bila itu adalah sedekah. Sebab sedekah tidak hanya dilakukan oleh orang yang berkelebihan harta. Bentuk sedekah beraneka wujud, dapat berupa uang, sembako, harta, pikiran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, siapapun  manusia, sesungguhnya mampu bersedeka, tergantung kemauan dan niat dalam diri.

Sejalan dengan itu, KBBI pun merumuskan bahwa sedekah itu sesungguhnya adalah pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi.

Sebagaimana dengan pengertian itu, saya memiliki pengalaman sedekah yang sesungguhnya saya tidak menyadarinya bila itu adalah sedekah.

Dua minggu lalu saya mendapat kiriman dari seorang kenalan di Yogyakarta. Bingkisan yang berukuran sedang itu, ternyata berisikan masker 5 lusin. Isi bingkisan itu mengejutkan saya, karena memang tidak diberitahu lebih dahulu oleh kenalan saya sebelum ia mengirimnya.

Ketika mengetahui isi bingkisan itu, pikiran saya tertuju pada pos siaga covid-19 yang tak jauh dari rumah reyotku. Tanpa berpikir panjang saya mengayunkan langkah ke pos siaga covid-19 dan mendonasikan semua masker itu tanpa mengambil satu lembar pun.

Ketika saya memberikan bingkisan masker tersebut, sontak mereka kegirangan karena masker tiba di saat Kota Ende mengalami kelangkaan masker. Setidaknya apa yang saya berikan memiliki unsur connecting happiness bagi satuan siaga covid-19.

Itu sedekah tetapi bukan saya yang bersedekah. Saya hanya meneruskan sedekah itu pada orang lain, sama artinya saya hanya meneruskan kebaikan orang lain kepada orang lain. Mungkin pembaca menilainya berbeda, tak masalah.

Mungkin orang menilai bahwa betapa baiknya saya karena saya bersedekah dalam situasi kelangkaan masker. Tetapi sesungguhnya saya hanya meneruskan sedekah itu kepada yang lebih membutuhkan. Dalam situasi yang serba sulit, masih banyak orang yang lebih membutuhkannya dari pada saya, sementara saya masih memiliki 2 masker yang bisa saya pakai secara bergantian.

Apakah saya bersalah karena saya tidak menerima (mengambil) satu pun masker yang dikirim oleh sahabatku itu? Atau dengan demikian artinya saya tidak menghargai pemberian orang lain? Realitas ini terbuka untuk dinilai. Pembaca bisa menilainya.

Sedekah bukan berarti membuang harta atau sumber daya dalam diri, melainkan membagi energi cinta dan kasih sayang bagi sesama yang lain.

Banyak orang mengatakan bahwa sedekah mampu mendatangkan mujizat berupa kesuksesan dalam hidup. Sedekah dinilai memiliki keajaiban dan kedahsyatan yang luar biasa sehingga terkadang menjadi iming-iming bagi orang dalam bersedekah.

Menurut saya, mujizat, atau keajaiban dan kedahsyatan yang disebabkan oleh aktus sedekah adalah kewenangan absolut Tuhan. Sedekah didasarkan pada sebuah ketulusan untuk memberi tanpa harus menerima. Bersedekah yang disertai harapan terhadap sebuah mujizat atau balasan akan mendistorsi sakralitas sedekah.

Memberi tanpa harus menerima. Memberi tanpa berharap mendapatkan balasan. Memberi hingga lupa bahwa saya pernah memberi. Ketika memberi saya tak ingin mengingatnya bahwa saya pernah memberi. Dengan demikian maka sepanjang hidup, saya merasa tidak pernah memberi. Oleh karena itu, selalu ada dorongan untuk terus memberi, yah bersedekah.

Hal semacam itulah yang menjadi dasar pijakan saya untuk bersedekah. Tugas saya hanya memberi tanpa harus menerima. Memberi hingga lupa saya pernah memberi. Selebihnya saya serahkan kepada Yang Kuasa.

Hidup di bulan suci Ramadan dan masa pandemi yang berkepanjangan ini tentu sangat sulit. Banyak orang di sekitar kita membutuhkan sedekah tetapi sayangnya sedikit orang yang berpikir untuk bersedekah.

Tugas kita pada bulan yang sangat suci ini adalah menambah angka orang yang bersedekah sehingga dijit angka orang yang bersedekah dapat melebihi orang yang menerima sedekah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun