Panggilan telepon itu rupanya menuntun saya agar bertandang ke rumah seorang kawan. Cukup lama kami tak bertemu. Cukup lama pula obrolan-obrolan kami terjeda. Padahal, rumah kami tak berjauhan. Hanya butuh waktu tiga menit untuk sampai ke rumahnya dengan sepeda motor.
Sayang, malam itu saya bertolak dari kantor selepas bersiaran. Waktu yang dibutuhkan lebih lama. Sekurang-kurangnya, selisih dua belas menit dari waktu perjalanan dari rumah.
Sesampai di rumah Mas Yusuf, nama kawan yang saya maksud, tampak bapak-bapak nongkrong di teras rumah. Mengerubuti papan kerambol. Empat orang bermain. Lainnya, sekadar menjadi penikmat permainan mereka.
Saya duduk di lantai. Mas Yusuf bergeser, menghampiri. Lalu, mulailah obrolan ringan dini hari ala bapak-bapak.
Mas Yusuf membuka obrolan dengan mengabarkan perkembangan lahan belakang rumahnya yang akan kami jadikan sebagai lahan bisnis baru. Katanya, lahan kebun itu sudah mulai dirapikan. Beberapa perlengkapan juga mulai didatangkan. Ada beberapa kursi dan meja telah tersedia.
"Kapan ada waktu, tengoklah. Kita perlu ngobrol lebih panjang soal bisnis yang mau kita rancang," ucap Mas Yusuf.
Saya berusaha membuat jadwal agenda, supaya bisa menengok lahan yang dimaksud. "Oke, dua atau tiga hari ke depan," balas saya.
"Pagi atau malam?" tanya Mas Yusuf.
"Pagi saja. Sekalian survey kebutuhan," sahut saya.
Sepakat dengan agenda itu, obrolan mengalir menuju ke salah seorang kawan lain yang sudah lama membuka bisnis warung. Kabarnya, kian hari warungnya kian ramai dikunjungi pelanggan. Umumnya, anak-anak muda.
"Kapan-kapan kita mesti ke sana. Minimal, ikut kursus kilat," seloroh Mas Yusuf.