Waaah, ini mengingatkan cerita-cerita mbah-mbah dulu. Seperti Mbah saya. Dulu, pernah Mbah saya berkisah tentang pohon jati yang ditanam di halaman rumah Mbah saya di desa.Â
Katanya, itu pohon jati umurnya tak jauh dari umur saya. Satu tahun lebih tua dari umur saya. Karena pohon jati itu ditanam saat Ayah dan Ibu saya menikah.Â
Sebagai bukti dan saksi tentang peristiwa agung itu. Juga sebagai tanda kesetiaan Ayah kepada Ibu saya. Maka, tak bisa begitu saja ditebang. Mungkin begitu juga maksud Pak Kades Wuled ini.
Lantas, melalui WA beliau kirimkan pula beberapa gambar foto dan video tanaman-tanaman itu. Ada banyak varietas tanaman. Bahkan ada yang telah berbuah.Â
Nah, saya pikir, warga Desa Wuled tak perlu pusing lagi kalau ada hajatan. Buah-buah hasil tanaman warga bisalah dijadikan hidangan. Tinggal petik.
Saya pun sempat mengusulkan pada Pak Wasduki Djazuli agar menanam beberapa bibit tanaman buah tertentu yang bisa dijadikan varietas unggulan. Jadi ikon desa Wuled. Beliau pun menyambut dengan baik usulan tersebut.Â
Malah, beliau sampaikan pula bahwa selama masa pandemi ini, pihaknya telah membagikan 15 ribu bibit sayur dan palawija ke warga untuk ditanam di pekarangan masing-masing.Â
Katanya, langkah ini dilakukan sebagai upaya menjaga ketahanan pangan. Kabarnya, sekarang sudah mulai berbuah dan siap panen.
Dan sebelum saya mengakhiri pembicaraan via WA itu, saya sempat tanyakan pula tentang apakah tradisi cetusannya itu sudah dikuatkan dengan peraturan desa.Â
Beliau jawab, sedang dalam proses penggodogan. Oke deh, Pak Kades, saya tunggu kabar baiknya! Saya yakin, apa yang Bapak gagas itu benar-benar membawa manfaat bagi warga desa Wuled dan masyarakat Pekalongan, lebih-lebih bagi Indonesia! Saya yakin, pasti akan didukung oleh banyak pihak. Sukses selalu untuk Bapak!