Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Puisi, Musik, dan Drama dalam Satu Panggung

9 September 2021   02:30 Diperbarui: 9 September 2021   03:03 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: kompas.com

Jika Anda pernah mendengar lagu Panggung Sandiwara yang dipopulerkan oleh Duo Kribo, Sajadah Panjang yang dibawakan Bimbo, Paman Doblang yang dimainkan oleh Kantata Takwa, Burung Camar yang dinyanyikan oleh Vina Panduwinata, Salju yang dinyanyikan oleh Wing Karjo, maka saat itu Anda sedang mendengarkan puisi yang dilagukan. Begitu pula dengan lagu-lagunya Ebit G. Ade, kebanyakan berangkat dari puisi.

Tapi, itu dulu! Mungkin kid zaman NOW tak cukup mengerti itu.

Di zaman NOW, ada pula sejumlah lagu yang ternyata berangkat dari sebuah puisi. Misalnya, lagu Aku Menyayangimu yang dibawakan Iwan Fals, rupanya itu adalah puisinya Gus Mus. 

Begitu juga lagu Pintu Surga yang dibawakan band Gigi ternyata berangkat dari puisi karya Taufiq Ismail, lagu Derai-derai Cemara yang dibawakan Banda Neira ternyata adalah puisi karya Chairil Anwar, lagu Ucapkan Kata-katamu yang dibawakan Dialog Dini Hari rupanya bermula dari puisi karya Wiji Thukul, lagu Kepada Hawa yang dibawakan Anji mula-mula adalah puisi karya Aan Mansyur, juga pada lagu Aku Ingin yang dibawakan AriReda berawal dari puisi karya Sapardi Djoko Damono.

Jika demikian, perkembangan blantika musik Indonesia pada dasarnya memiliki hubungan yang amat kuat dengan perkembangan kesusastraan, terutama puisi. Pertanyaannya, mengapa bisa begitu?

Kita mesti menengok masa lalu sejenak. Di wilayah Nusantara ini, kita punya beragam kesenian. Semuanya, berkembang secara bersama-sama. Semua saling mendukung dan saling berkontribusi. Bahkan, bisa dikatakan antara sastra dan musik nyaris tak lagi berjarak.

Kita bisa melihat, bagaimana pembacaan syair, pantun, gurindam, seloka dalam tradisi Melayu kemudian dilagukan. Di Jawa, antara sastra dan gending, keduanya adalah bagian yang tidak terpisahkan. 

Di sisi lain, lagu dan puisi tersebut pada saat dipertunjukkan ke khalayak, biasanya juga diisi oleh tari-tarian ataupun seni pertunjukan lainnya.

Di Jawa misalnya, ada seni pertunjukan yang sangat kompleks. Yaitu wayang kulit atau istilah lainnya wayang purwa---kalau di masyarakat Sunda, kita kenal ada seni pertunjukan Wayang Golek. Dasar pertunjukan ini adalah naskah yang berkisah tentang epos Mahabharata atau Ramayana. 

Dua epos ini, mula-mula ditulis dalam bentuk seloka, ada pula yang ditulis dalam bentuk kakawin. Lalu, dalam pertunjukan itu ada tembang (nyanyian) yang biasanya difungsikan sebagai pengantar cerita (alur cerita). Umumnya, tembang ini ditulis dalam bentuk macapat atau kidung. 

Aturan penulisan tembang ini, terutama macapat, sangat ketat. Lebih ketat daripada puisi masa kini. Memang, sampai kini, belum ada yang menyatakan bahwa macapat itu digolongkan sebagai puisi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun