Ada keinginan para perempuan untuk memiliki penghasilan. Terbentuknya Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dengan pendampingan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) telah membuka peluang itu meski menghadapi sejumlah tantangan.
Karnelis menuturkan berjalannya kelompok usaha pertanian sosial (KUPS) tidaklah mudah. Â Saat awal terbentuk, KUPS terdiri dari 15 orang tapi kemudian berku hanya 7 orang. Dengan mengumpulkan modal seadanya Rp.25.000 per orang terkumpul Rp.175.000
"Dari jumlah itu, kami hanya bisa beli satu tandan pisang minyak, dan gula, pasir, lilin buat perekat," ujar Karnelis yang pagi itu hadir bersama anggota KUPS menggunakan seragam cokelat.
Para ibu kemudian mengupas dan menggoreng pisang yang sudah dibeli itu bersama-sama. Peralatan seadanya dengan sistem gotong royong. Ada yang membawa wajan dan serokan. Setelah itu barulah dikemas dan dikirim ke warung-warung.
Ditolak Warung, Tengkulak, dan Transportasi
Dimulai dari penolakan sebuah warung, akhirnya ada tiga warung yang menerima dan kemudian berkembang menjadi sepuluh warung yang mau menjual olahan keripik pisang. Dari semula hanya satu kali produksi pisang, saat ini bisa menjadi dua hingga tiga kali produksi pisang bikin keripik. Berjalan tiga bulan, KUPS Pakebucu sudah memiliki saldo sebesar Rp. 2 juta.Â
Karnelis menyadari, KUPS Pakebucu masih terus berjuang dan berproses. Apalagi untuk kaum ibu, beragam tantangan harus dihadapi mulai dari bentrok dengan pekerjaan di rumah ataupun rutinitas ke sawah dan ke kebun. Sehingga, para perempuan ini harus pintar membagi waktu untuk kesepakatan berkumpul membuat keripik pisang yang biasanya dilakukan pagi atau siang hari. Â
Tantangannya tak hanya itu. Untuk pembuatan keripik pisang pun harus terbentur dengan bahan baku. Pisang di wilayah tidak bisa diandalkan karena banyak hewan monyet. Di sisi lain, pisang susah didapat di petani. Terkadang sudah dibeli oleh tengkulak. Bukan pisang yang sudah tua saja tapi yang muda-muda juga sudah dibeli tengkulak.
Alhasil, harus mencari tengkulak yang letaknya jauh, sehingga trasportasi bertambah. Untuk membelinya hanya ada satu anggota KUPS yang seluruhnya perempuan, yang bisa mengemudikan motor. Mau tak mau sebagai Ketua KUPS, Karnelis meminta bantuan suaminya untuk belanja bahan baku pisang.
Peran Perempuan KTH
Lalu bagaimana dengan perempuan di Kelompok Tani Hutan (KTH)? Mardiansyah, Sekretaris KTH Mulya Sari, Cilangkap, Lebak, Banten mengungkapkan jika peran perempuan sangatlah besar.