Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nilai Pancasila Itu Nyata Sehari-Hari, Maka Ajarkan, Biasakan, dan Amalkan Sejak Kecil

1 Juni 2023   16:22 Diperbarui: 3 Juni 2023   15:00 3080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Lahir Pancasila 1 Juni (dok.windhu/canva)

Pancasila sebagai dasar negara negara Republik Indonesia lekat dan dekat dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila lahir sejak disampaikan Soekarno (Bung Karno) pada tanggal 1 Juni 1945 meski peringatan Hari Lahir Pancasila, sekaligus hari libur nasional, baru ditetapkan pada tahun 2016 oleh Presiden Joko Widodo. 

Katanya, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa (the way of life). Benarkah? Ternyata memang, jika melihat ke sekeliling Indonesia, minimal ke lingkungan tempat tinggal dan sekolah, nilai-nilai lima sila dalam Pancasila ada dalam aktivitas sehari-hari.

Sesuatu yang tak hanya untuk diucapkan, tapi juga harus dipahami, diajarkan, dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari dari generasi ke generasi. 

Tentu, agar lima sila yang ada tetap lestari, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia.  

Mengajarkan dan Mengamalkan Nilai Pancasila sejak kecil (dok.windhu)
Mengajarkan dan Mengamalkan Nilai Pancasila sejak kecil (dok.windhu)

Mengenalkan dan Menerapkan Nilai Pancasila

Saya mencoba mengingat sejak kapan Pancasila diajarkan. Apakah sejak masuk sekolah TK atau sekolah dasar dengan pakaian putih merah? Saat mulai mendapatkan pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan atau sejak mulai mengikuti upacara bendera?

Oh, ternyata lebih dari itu dan terus berlangsung sampai kini. Sekarang, saat sudah berusia dewasa pun, ternyata nilai-nilai Pancasila terus ada dan selalu ada dalam kehidupan sehari-hari.

Bedanya, sebagai orang dewasa, juga harus mengajarkan, mencontohkan, dan menerapkannya pada yang lebih muda, yang masih berusia anak-anak. Bukan sekedar bicara atau meminta anak-anak usia sekolah untuk menghapalkan butir-butir Pancasila atau contoh pengamalannya tanpa pemahaman.

Kebebasan dalam Beragama/Beribadah 

Hal yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia adalah mengenai kehidupan beragama. Negara kepulauan ini memiliki penduduk dengan agama yang beragam. Mulai dari Islam sebagai agama mayoritas, ada Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, hingga para penganut kepercayaan.

Mengajarkan dan mengamalkan nilai sila Ketuhanan yang Maha Esa itu sudah bisa dimulai, terutama sejak seorang anak mulai bertanya-tanya mengenai agama yang dianutnya dan mengapa ada teman yang melakukan ibadah berbeda dengan yang dilakukannya.

Estu, keponakan saya misalnya. Bocah itu, bahkan sebelum memasuki sekolah dasar (SD) bertanya-tanya, kenapa harus shalat di masjid dan berpuasa. Sementara, temannya tidak. Temannya berdoa dengan cara berbeda dan pergi ke gereja, serta merayakan hari natal.

Disinilah, orang tua, guru, atau orang dewasa  sangat berperan dalam mengajarkan anak untuk memahami, menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dalam sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa, kebebasan beragama sangat ditekankan.

Kebebasan dalam bergama sesuai Sila Kethunan Yang Maha Esa (dok.windhu)
Kebebasan dalam bergama sesuai Sila Kethunan Yang Maha Esa (dok.windhu)

Dalam sila ini, selain percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai kepercayaan dan agama masing-masing, siapapun perlu mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

Tentu saja, harus mendukung seseorang merayakan hari besar keagamaan sesuai agama yang dianutnya, termasuk menjaga ketenangan lingkungan saat seseorang beribadah.

Meski berbeda agama, tidak boleh merusak rumah ibadah, menghina ajaran agama lain dan tidak boleh memaksakan suatu agama atau kepercayaan pada orang lain

Sejak kecil, anak-anak sudah bisa diajari, mengenali dan memahami perbedaan agama. Mulai dari rumah ibadah, cara menjalankan ibadah, hingga memperingati hari keagamaan masing-masing.   

Tolong Menolong Kepada Sesama Manusia

Tolong menolong kepada sesama manusia menjadi penekanan dalam sila kedua, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 

Setiap manusia memiliki kedudukan yang sama, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah, sama-sama sebagai mahluk Tuhan sehingga tidak boleh diperlakukan dengan semena-mena. Peduli dan tidak boleh berbuat jahat.

Suatu hari, seorang ibu, anak, dan cucunya yang tinggal di bantaran kali datang ke rumah. Mereka meminta bantuan karena rumahnya kebanjiran hingga menyentuh atap. Karena semua baju-baju terendam banjir, mereka meminta bantuan baju bekas yang masih layak pakai.

Kebetulan cucunya, seumuran dengan keponakan saya. Estu memperhatikan semua itu. Bertanya-tanya alasan berpindahnya baju-baju, termasuk beberapa bajunya yang ada di rumah kepada mereka yang datang.

Selama ini, bocah SD sudah sering melihat neneknya menyimpan dan membersihkan baju yang sudah kesempitan dan layak pakai secara berkala.

Disinilah, anak-anak dapat diajarkan dan diberikan pemahaman untuk berbuat kebaikan tanpa melihat latar perbedaan suku, agama. Siapapun yang sedang mengalami kesusahan perlu dibantu. 

Berbuat kebaikan bisa dicontohkan langsung oleh orang tua di depan anak secara sederhana. Jika ada temannya yang sakit, anak diajak untuk menjenguk sambil memberikan bantuan.

Mencintai budaya bangsa (dok.windhu)
Mencintai budaya bangsa (dok.windhu)

Cinta Tanah Air dan Keberagaman di Indonesia 

Keberagaman yang ada di Indonesia, baik dari segi bahasa, suku, dan budaya tidak bisa dilepaskan dari sila ketiga Persatuan Indonesia. Keberagaman yang dimiliki dari Sabang hingga Merauke merupakan kekayaan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa cinta tanah air.

Menggunakan Bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari merupakan salah satu bentuk mengamalkan nilai Persatuan Indonesia. Saat berteman, anak-anak dapat diajarkan untuk saling mengenal keberagaman yang ada di Indonesia. Mulai dari suku, agama, budaya, bahasa dan ras, diajarkan untuk saling menghargai.

Keponakan Estu senang berenang. Selain sekolah, dia berupaya untuk mengembangkan diri dan meraih prestasi yang bisa membanggakan meski saat ini masih dimulai dari kejuaraan di tingkat kecamatan. Berpestasi untuk membanggakan negara merupakan tujuan mulia.   

Dia senang melihat saat melihat kejuaraan olahraga, termasuk saat Sea Games Kamboja kemarin. Contoh yang sangat nyata berkat bersatu, atlet Indonesia berlatar berbagai suku, agama, dan budaya dapat meraih kemenangan untuk kebanggaan negara Indonesia. Terlebih, dalam pertandingan yang dilangsungkan secara beregu.

Sila ketiga Pancasila Persatuan Indonesia menekankan pentingnya cinta tanah air dan bangga. Persatuan yang hadir dari berbagai keberagaman di Indonesia merupakan kekuatan  yang dapat menangkal ancamanmengganggu keutuhan bangsa, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Musyawarah dalam Mengambil Keputusan

Sila keempat, yakni Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan menekankan pada pentingnya kesepakatan dalam mengambil suatu keputusan. Bermusyawarah dulu sebelum memastikan sesuatu.

Pernah, suatu hari Estu bertengkar hebat dengan temannya disaksikan teman-teman lainnya. Alasan yang disampaikan adalah tidak suka saat teman yang bertengkar dengannya tiba-tiba saja mengajak teman-teman lainnya untuk bermain bola saja di lapangan. 

Padahal, sebelumnya semua sudah setuju dengan usul Estu untuk berkeliling perumahan naik sepeda. Untunglah, pertengkaran itu kemudian berakhir dengan damai dan akhirnya bisa bermain bersama lagi.

Mengutamakan kepentingan bersama, mengambil keputusan, menggunakan hak pilih, bermusyawarah, dan mampu berlapang dada atas keputusan dan hasil musyawarah juga merupakan sila keempat.

Melakukan pemilihan umum? Ya, sejak dari SD,anak-anak sudah diajarkan di kelas untuk memilih ketua kelas yang sebelumnya sudah dicalonkan ataupun mengajukan diri. Setiap siswa memberikan suaranya. Peraih suara terbanyak menjadi ketua kelas. Hasil yang harus diterima sebagai kesepakatan  

Bergotong Royong di Rumah dan Sekolah 

Bergotong royong dan mampu menjaga keseimbangan hal dan kewajiban merupakan pengamalan sila kelima Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang dapat diajarkan pada anak-anak dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan bergotong royong dan kerja bakti misalnya, bisa diajarkan di dalam rumah. Misalnya antara kakak beradik untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah. Siapakah yang menyapu, membuang sampah, mencuci piring, dan lainnya. Tentu disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak-anak.

Estu bercerita, saat di sekolah seringkali ikut menyapu dalam kerja bakti agar kelas terlihat bersih. Biasanya, dilakukan usai pulang jam sekolah. Secara bersama-sama, setiap murid baik laki-laki dan perempuan, membersihkan kelas dan lingkungan di sekitar kelas.

Penerapan sila kelima dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah maupun di sekolah buat anak-anak sangat terasa. 

Sejak kecil sudah belajar bergotong royong, menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, belajar menjaga fasilitas yang ada dengan tidak merusak, membantu dan menghargai orang lain, hingga tidak bersikap boros dalam sehari-hari.

Menolong sesama manusia ( dok.windhu) 
Menolong sesama manusia ( dok.windhu) 

Mengamalkan Nilai Pancasila, dari Muda hingga Tua

Mengamalkan nilai-nilai Pancasila tetap relevan sejak saat digagas oleh Bung Karno hingga saat ini. Kelima silanya, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan dan Kesatuan, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dapat dijadikan pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia.

Memperkenalkan nilai-nilai ini dapat diawali sejak anak-anak dan dimulai dari rumah, dilakukan di sekolah, dan dilanjutkan hingga dewasa saat bekerja atau beraktivitas. Sejak berusia muda dan tua, nilai-nilai Pancasila ini akan tetap menyertai.

Masih banyak cara dan contoh pengamalan nila-nilai pancasila yang dapat diterapkan oleh orang tua, orang dewasa, dan para pendidik dalam kegiatan sehari-hari.

Penerapan dan pengalaman nilai-nilai Pancasila yang baik mampu memperkuat daya tahan bangsa dan negara Indonesia. 

Masyarakat berkarakter Pancasila yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, mencintai bangsa dan tanah air dan memiliki kebanggaan produksi dalam negeri. Pancasila, dasar negara yang harus terus diajarkan, dibiasakan. diterapkan,dan diamallkan selalu.

----Jakarta,dhu010623---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun