Kluster ke dua, utang pemerintah terus naik, surplus transaksi berjalan naik terus, namun daya bayar pajak terhambat dan ada di bawah kenaikan utang. Kondisinya awas, dan pembayaran utang berpotensi diperoleh dari penarikan utang yang baru.
Sama dengan itu, kluster ke tiga, utang pemerintah terus naik, kemampuan bayar pajak dari masyarakat terus meningkat, namun surplus transaksi berjalan menurun, bahkan defisit. Kondisinya awas, dan pembayaran utang berpotensi diperoleh dari penarikan utang yang baru.
Kluster ke empat, utang pemerintah terus naik, kemampuan bayar pajak dari masyarakat terus menurun, transaksi berjalan minus. Kondisinya berbahaya, berapa pun bersaran utang dan kompositnya. Pembayaran utang pasti dibayar dari dari penarikan utang yang baru.
Kluster ke lima, utang pemerintah terus naik, kemampuan bayar pajak dari masyarakat terus menurun, transaksi berjalan minus. Malangnya, Pemerintah terpaksa menurunkan persentase atau besaran pajak, terutama pajak korporasi, untuk mengajar investasi global.Â
Kondisinya sangat berbahaya, berapa pun bersaran utang dan kompositnya. Pembayaran utang sudah pasti dibayar dari dari penarikan utang yang baru.
Dari lima kluster Itulah sebenarnya kita dapat mengembangkan kebijakan utang yang lebih baik dan kuat daripada yang ada saat ini. Komentar ekonomi mungkin adalah itu tidak mudah, apalagi defisit transaksi berjalan itu di luar urusan kami, atau pajak itu sulit karena faktornya banyak.Â
Itulah sebabnya, harus disadari kebijakan publik itu tidak mudah, termasuk kebijakan keuangan negara, sehingga perlu kolaborasi dengan sektor lain. Tidak perlu lagi "bahasa Tuhan". Tidak memadai lagi arogansi Ekonokrasi. Â