Mohon tunggu...
Rianda Abdi
Rianda Abdi Mohon Tunggu... Dosen

Berusaha untuk menulis, setidaknya dengan menulis, kita akan di ingat oleh pembaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bag. 5 - Menjaga "Api Gotong Royong" di Tengah Zaman Individualis

12 Oktober 2025   08:50 Diperbarui: 11 Oktober 2025   20:56 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Generate from ChatGPT

Ketika saya menoleh ke belakang, saya melihat perjalanan hidup yang pelan-pelan juga menggambarkan perjalanan bangsa ini: dari desa yang hangat dan kolektif, menuju kota yang sibuk dan individualis, lalu ke dunia digital yang serba cepat dan cair. Dalam setiap fase itu, gotong royong selalu ada --- tapi wajahnya berubah.

Di Hulu Sungai Selatan, tempat saya tumbuh, gotong royong hadir lewat tenaga dan waktu. Setiap orang rela meninggalkan pekerjaan demi membantu tetangga. Tidak ada pamrih, hanya rasa tanggung jawab sosial yang menular.

Ketika pindah ke kota, saya melihat kenyataan berbeda. Gotong royong berubah menjadi hal yang "langka". Orang lebih mengenal jadwal rapat dibanding jadwal kerja bakti. Namun seiring waktu, saya menyadari: semangat gotong royong tak sepenuhnya hilang, hanya bersembunyi --- menunggu medium baru untuk hidup kembali.

Kini, di era digital, semangat itu mulai menemukan bentuknya lagi. Dari crowdfunding untuk korban bencana, donasi pendidikan, hingga gerakan sosial di media daring. Gotong royong lahir kembali dalam versi modern: tanpa tatap muka, tapi tetap berakar pada empati dan kepedulian.

Namun, kita tak boleh berhenti di situ. Gotong royong sejati bukan hanya klik donasi lalu selesai. Ia harus tumbuh menjadi kesadaran sosial yang lebih dalam --- bahwa kita saling terhubung, dan keberhasilan bersama lebih penting daripada pencapaian pribadi.

Mungkin tantangan terbesar kita hari ini bukan lagi kekurangan sumber daya, tapi kekurangan rasa kebersamaan. Di tengah gedung tinggi dan layar gawai, kita perlu menjaga api gotong royong agar tidak padam.
Itu bisa dimulai dari hal-hal kecil: menyapa tetangga, ikut bersih lingkungan, berbagi ilmu, atau sekadar menolong tanpa diminta.

Gotong royong adalah napas bangsa ini --- ia yang membuat kita kuat melewati krisis, bencana, dan perubahan zaman. Dan saya percaya, selama semangat itu masih dijaga, Indonesia tidak akan kehilangan jati dirinya.

Mari kita terus merawat api itu. Dari desa hingga kota, dari dunia nyata hingga ruang digital, gotong royong harus tetap hidup --- karena di sanalah sejatinya kekuatan Indonesia berada.

Tulisan ini menutup serial refleksi "Gotong Royong, Modal Sosial Indonesia yang Terlupakan."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun