Mohon tunggu...
Rian Andini
Rian Andini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Emak Blogger

rianandini999.blogspot.com resensiriri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Harlequin yang Lestari sampai Nanti

20 April 2020   10:02 Diperbarui: 20 April 2020   10:24 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel terbitan Harlequin memang selalu mengundang cibiran karena punya plot cerita yang murahan. Saya juga termasuk orang yang dulunya sering mencibir, walau akhirnya setelah coba-coba malah jadi ketagihan. Memang kok, cinta dan benci itu bedanya tipis. 

Buat yang belum tahu, novel Harlequin adalah novel cinta yang isinya rata-rata serupa, yakni tentang tokoh utama yang kuat namun cacat akhlak, lalu dipertemukan dengan tokoh perempuan yang lemah namun memiliki akhlakul karimah. Meski awalnya saling membenci, namun seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya saling mencintai dan memiliki akhir cerita yang bahagia sehidup semati.

Kalau dicermati, pola cerita begini juga memiliki kemiripan dengan beberapa cerita di drama Korea. Lihat saja Meteor Garden yang bahkan sudah di-remake sampai tiga kali karena selalu sukses mendapatkan tempat di hati para wanita. Padahal, cerita Meteor Garden ya begitu-begitu saja, tidak ada yang berubah. 

Secara singkat, inti ceritanya adalah tentang seorang lelaki kaya raya yang punya kehidupan menyedihkan karena tak pernah mendapat perhatian keluarganya. Si tokoh utama ini tumbuh dengan bertingkah laku seenaknya dan punya kelakuan macam telek pitik. Lalu ketika takdir akhirnya membuat ia jatuh cinta, kok ya sukanya malahan sama gadis antah berantah yang misquen, sehingga kisah cintanya akan terbentur konflik perbedaan kasta.

Seiring berjalannya waktu, si tokoh laki-laki akan ditempa seribu penderitaan cinta, sehingga dirinya berubah menjadi baik hati karena pengaruh tokoh wanita yang memiliki akhlakul karimah namun misquen itu. Akhirnya, mereka menikah dan hidup bahagia. Bagian di masa mereka punya anak dan bertengkar karena hutang KPR disensor sutradara, tak ditunjukkan kepada masyarakat.

Dengan plot yang sebegitu sederhananya, sudah wajar bahwa banyak  sering mendiskreditkan perempuan yang menikmati cerita cinta semacam ini. Padahal ya, kaum lelaki itu belum tahu saja bahwa kisah cinta seperti ini punya banyak manfaat. 

Buat kebanyakan perempuan, kisah cinta yang dibuat para kapitalis itu semacam oase di tengah kegersangan realitas, ibarat game PES buat para cowok, dan ibarat es Viennetta di masa-masa lockdown. Keberadaanya adalah sebuah penyegaran dari segala kejenuhan. 

Para perempuan juga pastinya sadar kok bahwa tidak ada sosok laki-laki dalam kehidupan nyata yang bisa punya tampang ganteng, kaya, dan baik hati, yang bisa mencintai satu orang sampai mati. 

Saya sebagai perempuan pun sebenarnya juga nggak nyaman jika dicintai, digombalin, dan dikuntit berlebihan. Apalagi, sampai mengalami ciuman secara diam-diam, mendadak, atau yang paling parah secara memaksa yang sering ada di dalam kisah-kisah roman. Percayalah, itu adalah bagian dari pelecehan yang akan segera laporkan ke pihak yang berwajib.

Para perempuan itu sejatinya sederhana, hanya butuh dipuji setiap hari. Dipuji masakannya meski keasinan; dipuji kecantikannya meski pas-pasan; dipuji langsing meski itu bohong. Satu-satunya kebohongan yang disukai wanita adalah pujian-pujian palsu nan sederhana seperti ini. 

Nah, untuk melengkapi kehidupan yang sederhana, novel Harlequin hadir sebagai bumbu dengan membawa kisah cinta panas yang penuh lika-liku. Sesederhana itu peran Harlequin di dalam kehidupan para perempuan. 

Penerbit Harlequin lahir di tahun 1949. Ditilik dari umurnya saja,  penerbitan ini sudah hampir setua republik Indonesia. Percayalah, selama manusia masih berkembang biak secara alamiah, kisah cinta akan selalu laku untuk dijual. Salah satu komoditas literasi yang akan terus lestari ya tentunya adalah kisah cinta.

Penerbit Harlequin memang sangat besar. Buku-buku terbitannya sudah diterjemahkan ke dalam 34 bahasa dan memiliki sekitar 1300 penulis. Genrenya pun beragam, mulai dari kisah cinta dalam dunia medis, koboi, pengusaha, sampai mengangkat isu yang krusial seperti rasisme. Semua bidang bisa diangkut dan dibungkus dengan cinta. Pembaca hanya tinggal ngemil sembari memilih genre yang disukai.

Mungkin, satu-satunya kekurangan Harlequin adalah tokoh utama laki-laki yang sering digambarkan dengan sifat yang dominatif, kadang malah sampai memaksakan cintanya pada si tokoh wanita. Walaupun sebenarnya ini adalah intrik yang disukai pembaca wanita, jadi saya juga nggak gitu yakin kalau ini bisa disebut kekurangan juga sih.

Gaya tokoh laki-laki yang dominatif ini banyak ditiru oleh beberapa penulis baru di Wattpad, aplikasi baca buku favorit dedek-dedek gemes. Namun, mereka seringkali hanya meniru di bagian romantismenya saja, di bagian percintaan yang panas. Padahal, dengan beberapa konflik di luar percintaan, justru akan membuat cerita semakin bagus. 

Penulis baru perlu mencontek cara membuat latar cerita yang kuat, entah itu tentang pengusaha, pembunuhan, atau kisah sejarah. Kisah cinta itu seperti nasi buat orang Indonesia, sebuah keharusan dan nilai mutlak. Kisah cinta yang berdiri sendiri ibarat sepiring nasi putih tanpa lauk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun