Mohon tunggu...
Rhondy Hermawan
Rhondy Hermawan Mohon Tunggu... Polisi - Hanya sebuah tulisan.

Mencoba menulis apa yg perlu ditulis, bersuara apa yang perlu disuarakan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebijakan Polri dalam Teori Neoklasik

2 Maret 2020   12:09 Diperbarui: 10 April 2020   17:20 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam paham teori neoklasik memunculkan 3 teori besar yaitu Detterence Theory, Routine Cativity Theory dan Rational Choice Theory. Dalam perkembangannya masing-masing teori ini saling berhubungi satu sama lain dalam menguraikan berbagai aspek yang dapat memunculkan suatu kejahatan yang terdiri dari suitable target, motivated offender dan absence of capable guardian. Masing-masing aspek diatas diuraikan oleh masing-masing teori yang dapat ditunjukan dalam bagan dibawah ini :

Suatu kejahatan diawali ketika adanya suatu target yang menarik dan mudah yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan terjadi pada aktivitas sehari-hari. Hal tersebut dapat dianalisa dengan Routine Activity Theory yang dikemukakan oleh Felson dan Kohen. Teori ini tidak hanya memandang dari sisi pelaku saja melainkan dari sisi korban dan lingkungannya. Teori ini mengasumsikan bahwa kejahatan dapat  dilakukan oleh siapa saja yang memiliki peluang dimana adanya suatu target yang rentan itulah yang dapat memunculkan seseorang yang ingin berbuat kejahatan. 

Sebagai contoh seseorang akan menjadi rentan menjadi korban kejahatan ketika orang tersebut adalah perempuan (dalam hal ini perempuan sering dianggap lebih lemah daripada laki-laki) yang mereka memiliki pekerjaan yang jauh dan tidak adanya pendamping ataupun laki-laki yang menemaninya dalam melakukan kegiatan tersebut. 

Berdasarkan uraian kasus diatas dapat diambil suatu kebijakan oleh Kepolisian RI dengan cara mengurangi suitable target ini dengan membekali berbagai macam peringatan dan spanduk tentang menjaga keamanan diri sendiri maupun lingkungan yang ada disekitarnya. 

Hal ini biasanya dapat dilakukan oleh fungsi Binmas, Lantas, Sabhara maupun Humas agar selalu memberikan penerangan kepada masyarakat luas agar ketika bepergian jauh hendak aspek keamanan selalu diperhatikan. Kemudian di sisi lain dilakukan dengan cara membuat spanduk atau himbauan dan peringatan di tempat umum maupun tempat-tempat yang rawan terjadi adanya kejahatan. Kemudian yang terakhir menekankan kepada masyarakat luas hal-hal alternatif ketika mereka akan menjadi korban kejahatan.

Motivated Offender dianalisa dengan Rational Choice Theory dimana seorang pelaku ketika melakukan suatu selalu mempertimbangkan untung dan ruginya. Ketika mereka menilai sesuatu dalam hal ini ketika mereka akan melakukan suatu kejahatan mereka (pelaku) menilai kemungkinan terburuk apabila mereka tertangkap oleh polisi, mereka akan berpikir seberapa berat hukuman yang akan diterima oleh mereka. 

Perhitungannya adalah ketika hasil yang diperoleh dari kejahatan lebih besar daripada resiko yang didapat maka mereka cenderung akan melakukan kejahatan, tetapi sebaliknya jika hukuman yang diterima lebih besar daripada hasil kejahatan maka mereka cenderung akan mengurungkan niatnya untuk melakukan perbuatan jahat. Namun motivasi atau niat seseorang yang akan melakukan kejahatan cenderung sulit untuk dihilangkan / dhapuskan karena motivasi merupakan sesuatu yang kasat mata dan tidak dapat dilihat secara langsung oleh orang lain, terkadang ketika resiko yang diterima oleh pelaku lebih besar daripada hasilnya dalam keadaan tertentu mereka tetap melakukan kejahatan. 

Dari sisi ini tidak banyak kebijakan yang dapat diambil karena masih sulit untuk menghilangkan motivasi seseorang, hanya saja dapat diantisipasi dengan cara meningkatkan patroli polisi dan kehadiran polisi ditempat-tempat dan waktu yang rawan terjadinya suatu kejahatan.

Absence of Capabble Guardian merupakan suatu keadaan dimana tidak mampu dan mumpuninya suatu penjaga baik formal maupun informal yang berada dalam tempat dan waktu yang sama untuk mencegah adanya suatu kejahatan. Dalam hal ini aspek ini dapat dianalisa dengan cara menggunakan Detterence Theory yang dikemukakan oleh Beccaria (Italia) dan Bentham (Inggris). Dalam Detterence Theory berkaitan dengan pencegahan dimana pencegahan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu pencegahan individu maupun pencegahan umum. Teori pencegahan memilki dua aspek penting yaitu kepastian hukum dan beratnya hukuman. 

Kaitannya dengan penjaga yang mampu dan mumpuni adalah ketika kejahatan akan terjadi dan ditempat dan waktu yang sama terdapat penjaga maka akan dapat dilakukan pencegahan (pencegahan individu) terlebih lagi ketika orang-orang mengetahui efek dari seorang yang melakukan kejahatan, hal ini dapat menjadikan suatu pencegahan umum. Penerapan sanksi atau pencegahan kejahatan harus memenuhi aspek kepastian hukum dan proporsionalitas sehingga dapat berjalan efektif dan maksimal. 

Kebijakan yang dapat diambil oleh kepolisian yaitu dengan melakukan strategi Polmas dimana selain dari anggota kepolisian sendiri yang menjadi guardian masyarakat juga dapat menjadi polisi bagi dirinya sendiri dan lingkungannya sehingga mereka dapat menjadi guardian secara informal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun