Mohon tunggu...
REZA DWI KURNIAWAN
REZA DWI KURNIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pelita Bangsa Falkutas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Krisis ekonomi di tahun 2025 : Indonesia terdesak penuruan ekonomi

18 Maret 2025   20:15 Diperbarui: 18 Maret 2025   20:15 2545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki awal 2025, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan besar yang berpotensi mengguncang stabilitas nasional. Indikator ekonomi menunjukkan tanda-tanda peringatan serius, mulai dari daya beli masyarakat yang melemah hingga keterbatasan anggaran negara yang semakin mencemaskan. Kondisi ini memerlukan perhatian penuh dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan sebelum situasi semakin sulit dikendalikan.

Salah satu aspek utama yang menjadi sorotan adalah daya beli masyarakat yang terus menurun. Hal ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk inflasi yang masih tinggi, kenaikan harga kebutuhan pokok, serta stagnasi pendapatan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam mengelola pengeluarannya, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Turunnya daya beli ini terlihat jelas di sektor ritel dan konsumsi domestik. Banyak pedagang pasar tradisional melaporkan penurunan omset, sementara pusat perbelanjaan mengalami penurunan jumlah pengunjung. Fenomena ini memperlihatkan bahwa masyarakat semakin mengencangkan ikat pinggang, lebih mengutamakan kebutuhan dasar dibandingkan belanja konsumtif.

Industri manufaktur juga merasakan dampaknya. Permintaan yang melemah menyebabkan produksi menurun, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. Situasi ini semakin memperparah kondisi ekonomi, karena meningkatnya pengangguran berarti semakin sedikit masyarakat yang memiliki daya beli yang cukup untuk menjaga keseimbangan konsumsi nasional.

Di sisi lain, pemerintah menghadapi dilema besar dalam mengelola anggaran negara. Pendapatan negara dari sektor pajak dan nonpajak mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, sementara kebutuhan belanja negara terus meningkat. Hal ini menciptakan tekanan besar pada keuangan negara yang sudah terbebani oleh pembayaran utang yang semakin membengkak.

Defisit anggaran yang melebar menjadi ancaman serius bagi stabilitas fiskal. Dengan keterbatasan ruang fiskal, pemerintah terpaksa melakukan pemangkasan pada berbagai program sosial dan infrastruktur yang sebelumnya menjadi prioritas. Padahal, program-program ini sangat dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Salah satu dampak nyata dari keterbatasan anggaran adalah berkurangnya subsidi dan bantuan sosial. Masyarakat yang sebelumnya bergantung pada subsidi bahan bakar, listrik, serta bantuan sosial kini harus menghadapi kenyataan bahwa dukungan tersebut semakin berkurang atau bahkan dicabut. Kondisi ini memperparah tekanan ekonomi yang sudah dirasakan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Tidak hanya itu, proyek infrastruktur yang selama ini menjadi andalan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatan. Keterbatasan dana membuat banyak proyek harus ditunda atau dikaji ulang, yang pada akhirnya menghambat penciptaan lapangan kerja serta perkembangan ekonomi daerah.

Sektor investasi juga mengalami tekanan akibat ketidakpastian ekonomi dan politik. Para investor, baik domestik maupun asing, cenderung menunda ekspansi mereka karena khawatir terhadap situasi ekonomi yang tidak stabil. Akibatnya, potensi pertumbuhan dari sektor swasta pun melambat, semakin memperburuk prospek pemulihan ekonomi nasional.

Kondisi ini diperparah oleh meningkatnya beban utang negara. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah mengandalkan utang untuk membiayai defisit anggaran dan berbagai program pembangunan. Namun, dengan meningkatnya suku bunga global dan melemahnya nilai tukar rupiah, beban pembayaran utang menjadi semakin berat, membatasi fleksibilitas fiskal pemerintah dalam menghadapi krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun