Mohon tunggu...
Revi Masengi
Revi Masengi Mohon Tunggu... -

Saya bukan siapa-siapa, bukan pula jurnalis. Hanya orang biasa yang suka menuangkan isi kepala ke dalam sebuah karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bulan sabit di teras rumah

10 Maret 2011   22:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:53 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Shinta kemudian membuka sebagian pintu gerbang rumahnya lalu menghampiri Rifky.
“Hayy, kamuu…”, sapa Shinta ramah.

“Hay juga.”, Rifky membalas sapanya sambil tersenyum

“Yuk masuk!”, kata Shinta kemudian seraya menggandeng tangan Rifky.

Kala jari-jemari Shinta terselip diantara jari-jemari tangannya, Rifky merasa ia bukanlah dirinya lagi. Sentuhan halus itu justru membuat sekujur raganya bagai tersengat sesuatu! Tiba-tiba ia merasa lunglai. Lemas. Ingin rasanya Rifky menyenderkan tubuh itu pada sang pujaan hati. Khayalannya mulai merasuk, melambungkan angan Rifky sampai kahyangan. Saat itu ia sedang menjadi Arjuna, bersanding dengan Dewi Shinta yang tepat berada disisinya. Dadanya bergemuruh, sementara dalam hati terasa bergejolak. Tak ada kata atau bahasa yang dapat mengungkapkan perasaaan sang Arjuna, namun dapat dimengerti meski hanya melalui sebuah senyuman semata.

*****

Shinta mengajak Rifky masuk menuju pelataran teras rumahnya. Sebuah beranda yang tertata cukup apik dan nyaman. Rifky sangat menyukai tempat itu, meski kadang nyamuk-nyamuk nakal silih berganti menggoda. Aku sedang di kahyangan, pikirnya. Memang di kahyangan ada nyamuk?? Ada maupun tiada, seorang Rifky sudah tak mempedulikan hal itu lagi. Dari tempatnya berada, sesekali ia memperhatikan ke seberang jalan, kaca-kaca besar jendela rumah tetangga seperti sedang mengawasi dari jauh. Rifky bermain-main dengan pikirannya sejenak, mencoba untuk sekadar membayangkan. Siapa kira-kira yang berada di balik kaca-kaca tersebut? Sedang apakah mereka? Apakah diam-diam turut mendengarkan melodi kisah kasih yang bersenandung dari teras rumah ini? Bisikkanlah kepadaku, jangan hanya menjadi saksi yang diam dan membisu!

Sebuah khayalan nakal kembali merasuk, namun segera ia tepis tatkala Shinta mengajaknya duduk bersama pada sebuah bangku kayu kecil. Bangku mungil berukiran khas, sepertinya ukiran Jawa, Rifky menebak asal-asalan. Angkasa tampak polos tanpa noda, tak sehelai awan terlihat mengangkasa. Cuaca begitu bersahabat, terasa hembusan semilir angin menerpa. Namun, Rifky merasa ada sebuah nansa hati yang tak biasa. Entah apa. Sesuatu yang berada di antara kedamaian dan kegundahan batin. Petang mulai memejamkan mata ketika malam bersiap diri untuk terjaga. Rifky mereka-mereka, ketika nurani putih membisikkan sekelumit kalimat asmara. Apa yang akan aku lakukan? Sementara berpikir, ia memandangi taburan bintang yang menghias langit lembayung pada batas cakrawala. Bulan sabit ikut-ikutan menebar pesona di atas sana. Bila Rifky boleh meminjam sepenggal lirik ayat sebuah lagu, lengkungnya seakan sedang tersenyum memandangi mereka berdua.

“Apa kabar kamu?”, Shinta bertanya. Mencoba mengawali sebuah pembicaraan sekaligus memecah kesunyian.


“Baiikkk... Kamu sendiri?”

“Aku juga baik.”, sahut Shinta.

Sampai disitu pembicaraan terhenti. Otak Rifky mendadak kosong. Blank! Padahal(hanya) baru tiga kata yang terucap, Rifky seperti sudah kehabisan stok. Grogi ya? Bisa jadi demikian! Segala wacana cinta yang telah ia siapkan seperti terbang dari dalam pikirannya. Untuk beberapa waktu, mereka sama-sama terdiam…

Tik tok tik tok…

Antara detak jantung atau detak jam bergulir sudah tak jelas lagi perbedaannya. Yang pasti, waktu tetap berjalan, meski Rifky merasa dunia berhenti berputar. Sementara itu, ada dua manusia yang sedang duduk bersama namun tanpa suara. Hanya hela nafas yang menyatu dalam sebuah kebekuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun