Mohon tunggu...
Retty Hakim
Retty Hakim Mohon Tunggu... Relawan - Senang belajar dan berbagi

Mulai menulis untuk portal jurnalisme warga sejak tahun 2007, bentuk partisipasi sebagai warga global.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Murti Bunanta dan Cerita Kota

26 Agustus 2019   11:12 Diperbarui: 26 Agustus 2019   11:25 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shakuntala Kartikasari memberikan cindera mata dari IAI DKI Jakarta (foto: Retty)

Kalau mendengar nama Murti Bunanta, tentunya yang terbayang adalah cerita anak. Sebagai pencetus ide dan pendiri Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA), namanya memang erat terkait dengan cerita anak.

 Siapa sangka undangan workshop "Membuat Buku Cerita Anak" di Jakarta Convention Center, yang disalenggarakan oleh ImajiBooks bekerja sama dengan KPBA, akan membuat saya berkenalan dengan sisi lain seorang Murti Bunanta. 

Koleksi yang dibawanya untuk berkisah tentang kota sangat kaya dan inspiratif. Kisah kota dan sejarah kota ternyata bisa menjadi konsumsi anak-anak, bahkan bisa menjadi berbagai macam souvenir.

Ketika saya tiba, kebetulan pembawa acara sedang memanggil Shakuntala Kartikasari, perwakilan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DKI Jakarta untuk memberikan sambutannya. 

Saya pikir, saya salah ruang seminar, sehingga saya bergegas mencari ruang seminar yang benar. Sempat tergoda dengan acara seminar arsitektur yang terlihat lebih serius di sebelahnya. 

Tetapi, untung sekali bahwa saya memilih tetap masuk ke ruangan Workshop Membuat Buku Cerita Anak, karena materi yang dibawakan ternyata sangat menarik. 

Shakuntala Kartikasari memberikan cindera mata dari IAI DKI Jakarta (foto: Retty)
Shakuntala Kartikasari memberikan cindera mata dari IAI DKI Jakarta (foto: Retty)

Rupanya Imelda Akmal dari ImajiBooks sudah terlebih dahulu terpesona pada koleksi Murti Bunanta. Bak tumbu ketemu tutup, adalah ungkapan filosofi Jawa yang menggambarkan cocoknya pertemuan mereka berdua. Dan yang diuntungkan adalah kami, undangan yang mendapat kesempatan langka mendengar kisah kota dari seorang Murti Bunanta.

Sebagai orang yang belum pernah membuat buku cerita anak, yang saya harapkan hari itu adalah mendengar petunjuk dan batasan untuk membuat cerita anak. Yang terjadi adalah inspirasi yang bergulung-gulung untuk menghidupkan kisah sebuah kota, bisa kotaku...bisa kotamu, bisa juga tentang Indonesia.

Sebagai pembukaan, Murti Bunanta mengajak hadirin untuk menyimak proses terbitnya buku-buku cerita rakyat yang diterbitkan oleh KPBA. 

Beliau menekankan pentingnya riset untuk mengangkat materi yang ingin disampaikan agar sungguh-sungguh memperkaya pembacanya. 

Semua gambar yang dibuat dalam buku cerita rakyat yang dibawanya menunjukkan riset mengenai detail dari lingkungan tempat cerita itu berasal. 

Kisah yang ditampilkan, apakah itu berhubungan dengan makanan, pakaian, rumah, bahkan flora dan fauna, semua memang ada di daerah itu. 

Semua digambarkan dalam ilustrasi yang berdasarkan sebuah riset yang serius. Perlu waktu dua tahun untuk merampungkan buku-buku berdasarkan riset tersebut.

Kemudian, mulailah Murti Bunanta mengeluarkan koleksinya yang luar biasa menawan. Gairah seorang kolektor yang memamerkan koleksinya ikut membakar gairah peserta workshop yang takjub melihat berbagai macam hal tentang kisah sebuah kota yang muncul dari berbagai koleksi buku, hingga scarf dan kertas pembungkus biskuit (atau permen?) koleksinya. 

Murti Bunanta memperlihatkan buku kecil, buku sedang, ataupun buku berukuran besar (photo: Retty)
Murti Bunanta memperlihatkan buku kecil, buku sedang, ataupun buku berukuran besar (photo: Retty)

Menarik, bahwa tidak ada batasan untuk menulis buat anak. Buku bisa dibuat kecil, sedang, atau besar. Tebal buku bisa beberapa halaman, atau ratusan halaman. "Tidak ada batasan. Anak belum bisa membaca? Bacakanlah!, " kata penulis buku anak yang juga Doktor dari Universitas Indonesia yang meneliti sastra anak sebagai topik disertasinya.

Beliau memang bukan sekedar meneliti tulisan dan penulisannya. Tampak bahwa beliau juga meneliti pembaca yang membaca karya sastra anak itu. "Anak akan membacanya berulang-ulang. Mereka tidak akan bosan, Kadang orang tua yang tidak tahu." tambahnya.

Benar sekali! Saya teringat sebuah pengalaman di sekolah tempat saya sekarang bekerja. Ada kebiasaan untuk mengadakan acara Book Month. 

Salah satu acara yang biasa diadakan dalam Book Month adalah menyumbangkan buku ke sekolah. Sebenarnya bukan sepenuhnya sumbangan, karena satu buku sumbangan akan dinilai dengan kupon. 

Terkadang buku yang bagus dan tebal akan mendapat beberapa buah kupon. Dengan kupon itu, anak-anak bisa membeli buku dari sumbangan anak-anak lainnya. Dengan demiklian mereka saling bertukar buku cerita.

Ada satu kali saya melihat seorang anak tidak pernah jauh dari sebuah buku. Buku itu memang bagus dan menarik. Tetapi herannya, guru senantiasa mendorongnya untuk mengambil buku lain. 

Tapi, anak itu tetap bersikeras dengan pilihannya. Penasaran, saya dekati guru tersebut dan bertanya mengapa ia terlihat keberatan anak itu menukarkan semua kuponnya untuk buku tersebut. "Miss, buku itu memang buku yang dia bawa sendiri dari rumah. 

Sebenarnya sudah kami pesankan untuk membawa buku yang sudah tidak mau dibaca lagi. Sepertinya, Ibunya menganggap buku itu sudah terlalu kekanak-kanakan untuknya, atau mungkin salah terbawa dalam buku sumbangan. Dan dia tidak mau melepaskan buku itu, walaupun awalnya sudah menyumbangkannya." 

Cerita sebuah kota bahkan bisa dituangkan dalam bentuk scarf (foto: Retty)
Cerita sebuah kota bahkan bisa dituangkan dalam bentuk scarf (foto: Retty)

Rupanya memang benar, anak yang mencintai sebuah buku akan terus membacanya. Dan sebuah buku bisa menjadi sumber inspirasi, bahkan menggugah kreativitas anak di kemudian hari. 

Sebuah buku yang sangat tebal bisa jadi baru selesai dibacakan pada anak setelah tiga bulan. Atau mungkin juga sebuah buku untuk anak tidak perlu kata-kata lagi karena illustrasi yang ditampikannya begitu komunikatif secara visual.

Salah satu koleksi menarik yang dipamerkan hari itu adalah buku "Make Way for Ducklings". Buku yang aslinya diterbitkan tahun 1941 oleh penulis merangkap illustrator buku anak dari Amerika, John Robert McCloskey, menggambarkan keluarga itik yang yang memutuskan untuk tinggal di sebuah taman di tengah kota Boston.

 Menarik sekali untuk melihat betapa penggambaran taman kota yang ada di dalam buku itu, bisa terlihat dalam illustrasi buku tersebut. Tanpa berkunjung ke Boston, sebenarnya pembaca sudah terlebih dahulu berkunjung ke sana melalui ilustrasi buku tersebut.

Satu lagi buku menarik yang juga diceritakan kembali dengan sangat menarik oleh dosen yang juga pandai mendongeng ini, adalah buku A Stroll with Mr. Gaudi. 

Penulis sekaligus ilustratornya, Pau Estrada, sanggup mengajak anak-anak untuk berkenalan dengan Gaudi bersama karya-karya arsitekturnya. 

Bukan hanya itu, pembaca buku ini juga diajak untuk mengenali kesedihan Gaudi ketika karyanya tidak dihargai oleh masyarakat di sekitarnya. 

Karya yang kini menjadi bagian dari penarik wisatawan ke Barcelona ternyata punya kisah lain dari zamannya. Buku ini ternyata selain dipuji banyak orang, juga dijadikan patokan oleh beberapa situs sebagai jalur untuk wisata keluarga, berjalan-jalan bersama Gaudi.

Cara Murti Bunanta berkisah tentang kota melalui koleksi yang dibawanya sungguh menarik. Semoga tantangan Imelda Akmal melalui ImajiBooks agar peserta workshop bisa menggali ide dengan kreatif untuk menambah bacaan anak yang berkualitas, yang juga bisa dibawa ke pembaca di luar negeri sebagai represantasi Indonesia, bisa terwujud. 

Peserta workshop berfoto bersama narasumber (foto: Retty)
Peserta workshop berfoto bersama narasumber (foto: Retty)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun