Sore itu cuaca sangat cerah, tidak seperti biasa karena beberapa hari hujan. Seolah semesta mendukung kami bertemu dengan teman-teman Kompasianer untuk pertama kalinya di tahun 2021. Berharap ini menjadi awal yang baik untuk kami kembali melakukan berbagai kegiatan bersama setelah hampir 10 bulan hanya di rumah saja.
Mengawali tahun 2021 dengan dolan kulineran bareng teman-teman Kompasianer Jogja sungguh menyenangkan, sekaligus melepas rindu setelah sekian bulan tak bertemu.
Tujuan kami ke arah Kotagede. Kawasan bersejarah dengan ciri khas banyaknya bangunan cagar budaya dan bangunan tua yang sengaja diabadikan. Kawasan Kota gede juga menjadi tempat favorit wisatawan asing maupun lokal karena sejarah dan peradaban Kotagede yang masih terpelihara hingga saat ini. Memang tidak semuanya utuh, ada pula yang harus direnovasi sana sini karena usia, bahkan akibat gempa  2006 lalu. Â
Sebenarnya tidak terlalu sulit menemukan lokasi yang kami tuju, yaitu Warung Kopi Lumbung Mataram. Melalui aplikasi google map kami berenam berangkat tanpa tersesat. Awalnya agak ragu karena melewati gang sempit. Tapi inilah cirikhas mengunjungi kawasan Kotagedhe. Seorang teman berkata, " Ini adalah jalur sepedaan wisatawan asing yang pernah saya antar dulu".
Meskipun jalannya sempit tapi mobil pribadi masih bisa lewat kok, asal tetap hati-hati. Memasuki area Lumbung Mataram, ternyata ada kebun mini, merupakan kebun swadaya dari masyarakat sekitar dalam upaya meningkatkan ketahan pangan. Kami pun diarahkan oleh seorang bapak yang kebetulan ada diarea tersebut menuju kearah warung kopi yang kami cari.
Ternyata lumayan luas juga halaman depannya, bisa untuk parkir sepeda, motor dan mobil. Ada sebuah pintu kecil, mengarahkan kami untuk masuk ke sebuah bangunan tua. Dari luar pintu terlihat tempat cuci tangan, tenda dengan meja kursi di halaman dan juga pendopo. Pikiran pun langsung melayang ini bangunan berapa usianya? Sambil berjalan, Â kami disambut ramah oleh Ibu Ida, salah satu pengelola Warung Kopi Lumbung Mataram.Â
Senyum ramah beliau menyambut kami, sambil menunggu teman lain yang belum datang kami dipersilahkan duduk ataupun  berkeliling untuk mengambil gambar. Perpaduan gaya klasik yang sempurna. Ini yang ada dipikiran saya. Bagaimana tidak, di halaman tampak meja dan kursi minimalis ala rumah makan out door dengan tenda.
Lalu ada pendopo dengan bangku dan kursi ala tempo dulu, sebuah sepeda tua dipajang untuk mengajak berpikir, menebak berapa usianya. Â Di teras rumah sebelah pendopo ditampilkan meja kursi tua koleksi keluarga yang usianya pasti lebih tua dari Ibu Ida.Â
Setelah kami semua berkumpul, Ibu Ida mulai menjelaskan bahwa yang menempati bangunan ini sekarang adalah generasi ke 4. Bangunan ini sudah berusia lebih dari 170 tahun. Ada beberapa yang masih asli dan ada pula yang sudah direnovasi. Menengok sejarah sejenak keluarga disini merupakan keluarga saudagar. Dahulu Kotagede terkenal dengan kain tenunnya.
Selain pusat perdagangan berlian dan permata. Namun sayang peralatan menenun sudah tak ada yang tersisa. Sebelum akhirnya dijadikan warung kopi, tempat ini juga sering digunakan untuk berbagai kegiatan warga setempat. Â Baru akhir tahun 2020 tercetuslah konsep untuk menjadikan warung kopi. Sampai saat ini perbaikan juga masih dilakukan di sana sini. Masih dalam rangka soft opening, saat kami datang.Â
Walau baru pertama bertemu dengan pengelola, obrolan kami terasa santai dan akrab. Teh, pisang goreng dan buah salak menemani ngobrol kami sore itu. Kami merasa betah, rasanya seperti main ke rumah Simbah, begitu kata salah satu teman kami. Lalu kami di jamu prasmanan dengan menu ala kampung tempo dulu. Ini benar-benar mengingatkan masakan simbah.
Nasi yang dibungkus daun jati balkal jadi menu andalan yang pasti bikin kangen untuk datang lagi. Nasi putih dengan lauk sohun, tahu dan ayam suwir, rasanya pedas manis gurih. Satu bungkus rasanya masih kurang. Ada pula pilihan aneka jajan pasar dan  juga masakan lauk kampung lainnya.  Semoga kedepan ada kipo ( makanan khas Kotagede) yang bisa dinikmati sambil ngopi di Warung Kopi Lumbung Mataram.Â
Sebagai penutup kurang afdol rasanya kalau ke Warung Kopi tapi tidak minum kopi. Kamipun langsung memesan beberapa gelas kopi untuk menambah nikmat suasana. Saat kami datang baru tersedia kopi tubruk hitam, disajikan dalam gelas dengan gula terpisah. Jadi kita bisa atur manisnya sesuai selera, atau bisa dinikmati tanpa gula.
Tanpa terasa waktu berlalu malam menggantikan sore, lampu mulai dinyalakan, mempercantik bangunan klasik 170 tahun. Tidak ada kesan angker ataupun seram, yang ada seperti berada di rumah sendiri dan bikin betah.
Sebuah bangunan tua mencoba disulap menjadi tempat yang  nyaman untuk bersantai menikmati suasana sore di sisi timur Kota Yogyakarta. Itulah kesan yang kami tangkap selepas mengunjugi Warung Kopi Lumbung Mataram.
Buat yang ingin bersantai bareng teman, kerabat atau keluarga  dengan suasana berbeda, bisa langsung datang  ke Kawasan Heritage Kotagede di Jalan Purbayan gang IV, kurang lebih 1 kilo meter ke arah timur dari Makam Raja-raja Kotagede.Â