Mohon tunggu...
Resti Apriyana
Resti Apriyana Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang mempunyai segudang impian!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekaten: Suara Gamelan yang Menjadi Spirit Kebudayaan Jawa

1 Juni 2025   14:45 Diperbarui: 1 Juni 2025   14:40 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekaten adalah tradisi untuk menghormati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.  Dimulai pada abad ke-18 di Kesultanan Yogyakarta, tradisi Sekaten memiliki sejarah yang panjang.  Pada saat itu, Sultan Hamengku Buwono I memerintahkan agar kelahiran Nabi Muhammad SAW dirayakan dengan penuh sukacita, dan ada musik dan kegembiraan dalam perayaan tersebut. Setiap tahun, acara ini diselenggarakan dan merepresentasikan perpaduan antara prinsip-prinsip Islam dengan budaya Jawa.  Gamelan Sekaten, yang berfungsi sebagai alat musik sekaligus sarana dakwah dan pelestarian budaya, merupakan titik fokus perayaan ini.

"Syahadatain" yang mengacu pada dua kalimat syahadat Islam, dianggap sebagai akar dari kata "Sekaten". Para Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, memulai tradisi ini sebagai sarana penginjilan untuk memeluk agama Islam melalui pendekatan budaya.  Masyarakat didorong untuk menjadi lebih sadar dan mengenal ajaran Islam dengan memainkan gamelan di alun-alun dan berpartisipasi dalam acara-acara keagamaan lainnya. Ada pula yang berpendapat bahwa istilah "Sekaten" berasal dari kata "sesek" dan "ati", yang berarti kesedihan atau kegelisahan. "sesek" dan 'ati', yang menandakan kesedihan atau kegelisahan.  Namun demikian, sudut pandang ini jarang ditemukan dan tidak begitu dikenal.  Perayaan Sekaten, yang memperingati kelahiran Nabi Muhammad, umumnya lebih erat kaitannya dengan kebahagiaan dan kegembiraan.

Pada gamelan Sekaten memiliki kualitas yang khas.  Gamelan ini lebih besar dan memiliki suara yang lebih keras, dan dibuat khusus untuk menarik perhatian banyak orang.  Selama perayaan Sekaten, Kyai Guntur Madu dan Kyai Naga Wilaga, dua set gamelan pusaka, dimainkan secara bergantian di Keraton Yogyakarta.  Perpaduan antara estetika budaya Jawa dan nilai-nilai spiritual Islam tercermin dari keberadaan gamelan-gamelan ini.

Arak-arakan gamelan yang dipimpin oleh abdi dalem dan prajurit dari keraton menuju Masjid Agung menandai dimulainya perayaan Sekaten.  Selain pengajian, pasar malam, dan pertunjukan seni tradisional lainnya, gamelan juga dimainkan di pendopo masjid selama tujuh hari.  Grebeg Maulud, di mana gunungan hasil bumi diarak dan diberikan kepada masyarakat sebagai tanda berkah dan penghargaan, adalah puncak acara.

Sekaten lebih dari sekadar acara tahunan; Sekaten adalah simbol dari kekayaan spiritualitas dan budaya masyarakat Jawa.  Prinsip-prinsip Islam dan pengetahuan asli disajikan dengan cara yang indah dan harmonis melalui gamelan Sekaten.  Untuk menjamin bahwa generasi mendatang dapat terus merasakan dan memahami makna mendalam dari Sekaten, maka sudah menjadi tugas kita bersama untuk melestarikan tradisi ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun