Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sang Raja di Negeri Orang

19 Januari 2021   16:00 Diperbarui: 19 Januari 2021   16:01 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Harrison Haines dari Pexels

Kehadiran WNA di Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru. Bagi masyarakat di wilayah pariwisata jelas sudah tak asing lagi, bahkan sudah jadi makanan sehari-hari. Tetapi bagi warga masyarakat yang tinggal jauh dari lokasi wisata tentu mendapati kehadiran WNA menjadi pengalaman yang menarik.

Sebenarnya kehadiran WNA di Indonesia tidak hanya berasal dari sektor wisata. Di industri besar pun tak jarang ditemui WNA sebagai tenaga ahli untuk suatu bidang tertentu. Termasuk juga di bidang industri entertainment.

Kehadiran WNA di sektor pariwisata selama ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku wisata dan masyarakat untuk menarik devisa bagi negara lebih banyak dengan menjual berbagai layanan ataupun barang bahkan dengan harga yang dibedakan dibanding dengan wisatawan lokal.

Tentu tak ada salahnya mematok harga berbeda terhadap wisatawan asing. Selama mereka menerima itu karena masih dalam batas kemampuan karena pastinya ada kebutuhan khusus yang membedakan antara wisatawan asing dan lokal, salah satunya tentu mengenai bahasa.

Mereka (WNA) juga tentunya mendapatkan hal baru yang tak mereka dapatkan di negaranya sendiri dengan merogoh kocek yang sedikit lebih dalam. Apalagi rata-rata kemampuan finasial wisatawan asing lebih tinggi dibanding wisatawan lokal.

Berbeda dari sektor wisata, Kehadiran WNA di sektor industri menurut penulis masih dianggap sebagai raja bagi mayoritas masyarakat. Maksudnya ada perlakuan, anggapan, dan nilai lebih dari seorang WNA yang bisa masuk di industri Indonesia.


Penulis membagi pembahasan mengenai industri menjadi dua. Industri Entertainment dan industri lainnya (baik manufaktur maupun jasa). Sengaja dibedakan karena ada beberapa hal yang penulis temui di industri entertainment yang tak ditemui di industri lainnya.

Kenyataanya, skill tertentu yang dikuasai seorang WNA dihargai (dengan gaji) lebih tinggi di perusahaan - perusahaan Indonesia bahkan ketika disejajarkan dengan tenaga kerja lokal yang memiliki skill yang sama. Bahkan itu dibuktikan dengan adanya peraturan di pemerintah yang membedakan antara aturan upah bagi WNI dan WNA.

Seharusnya dengan kemampuan yang sama seorang tenaga kerja dari manapun dihargai dengan upah yang setara. Kecuali kalau memang skill itu belum dimiliki oleh tenaga kerja lokal.

Permasalahan ini pada akhirnya membuat tenaga kerja kita sendiri (Indonesia) yang mempunyai skill khusus lebih memilih untuk bekerja di luar negeri. Apakah mereka juga diistimewakan diluar sana? Tidak juga, mereka dihargai sama seperti tenaga lokal.

Bekerja di luar akan dihargai benar-benar sesuai kemampuan. Tetapi tentunya standar pengupahan yang didapat jauh lebih tinggi dibanding dia bekerja di negaranya sendiri.

Akhirnya ketergantungan terhadap tenaga kerja WNA untuk kebutuhan skill khusus tak pernah bisa berkurang. Iyalah, yang dari dalam negeri dihargai lebih kecil sehingga memilih untuk bekerja keluar.

Kehadiran WNA bidang entertainment lebih unik lagi. Entah sejak kapan mainset ini muncul, tetapi bagi penikmat entertainment kita di Indonesia ini sosok artis asing dianggap lebih "wah" dibanding artis indonesia.

Bahkan tidak hanya dari pelakunya, kebudayaannya pun dianggap memiliki standar lebih tinggi dibanding kebudayaan lokal kita sendiri.

Buktinya? Coba bandingkan sendiri lebih banyak mana fans garis keras K-pop, Anime, film korea, animasi jepang, drama india dsb dibanding dengan penggemar budaya-budaya, lagu, film dalam negeri.

Bahkan jumlah penggemarnya mungkin jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah penggemar di negara asal mereka sendiri. Ketika Indonesia memiliki jumlah penduduk besar, nyatanya malah dimanfaatkan industri entertainment asing.

Memangnya kalau anda beli album k-pop atau beli komik anime jepang, atau nonton bioskop drama india sebagian besar uangnya lari kemana? Berapa persen saja yang dinikmati distributor, atau pemegang hak tayang di Indonesia?

Perlakuan terhadap pelakunya (karena sedang membahas WNA) atau artisnya pun juga sama saja. Yakin deh artis biasa, mau dari Jepang, India, Korea, Amerika atau manapun jika mau mencari kesempatan masuk ke industri entertainment di Indonesia bisa langsung melejit. Setidaknya kemungkinan besar lah.

Mereka yang mungkin saja tak diakui di negaranya sendiri bisa menjadi raja, menjadi superstar di Indonesia. Bermodal tampang asli negara bersangkutan dan paspor asing, sudah bisa jadi istimewa buat penggemar entertainment di Indonesia.

Mungkin saja kita (berarti juga termasuk penulis sendiri) penikmat entertainment masih belum bisa membedakan apa itu artis asing dan artis internasional. Jadi seolah setiap ada artis asing masuk Indonesia dianggap artis internasional.

Untuk artis internasional (mereka yang besar di negara sendiri, dan diakui di dunia) boleh lah kita sedikit mengistimewakan, tetapi hanya karena seseorang asing janganlah langsung diistimewakan.

Banyak kok pelaku entertainment kita sendiri yang punya kapasitas sama atau lebih baik dari mereka yang WNA. Bahkan ada pula orang-orang kita sendiri yang sudah bisa mulai merambah dan berjuang di Internasional.

Inilah, orang-orang kita sendiri inilah yang seharusnya kita banggakan dan dukung mati-matian. Jangan malah berantem hanya karena saling membela idolanya sendiri yang semuanya WNA. Lah ngapain berantem buat orang luar? Kurang kerjaan?

Lagipula ketika kita mengistimewakan artis-artis luar ini, apakah mereka (negara lain) juga gantian mengistimewakan artis kita? Gak juga, artis kita masih harus berjuang mati-matian untuk bisa go internasional.

Jadi salah ketika ngefans artis luar? Tak ada salahnya kita bangga, suka, mengidolakan WNA dan budayanya karena mereka sudah menghibur kita dengan talenta dan skillnya, atau karena memang menarik dan unik.

Tetapi alangkah lebih baik jika kita juga mengimbangi, bahkan memberikan porsi dukungan (baik moral dan materi) lebih banyak kepada pelaku dan budaya di negara kita sendiri.

Jangan sampai kita membajak lagu, film dalam negeri, sedangkan lagu, film asing kita mati-matian mengoleksi yang original. Kalau mau bajak ya bajak semua sekalian, kalau mau yang ori ya ori semua sekalian.

Bahkan keluarkan uang lebih banyak untuk produksi dalam negeri, sehingga industri di negara Indonesia ini bisa terus berkembang dan menyaingi negara lain. Itu juga yang awalnya mereka (negara lain) lakukan sehingga industrinya bisa sampai ke sini.

Jangan sampai ketika disatu sisi, bidang pariwisata kita bisa menjadikan WNA sebagai "sapi perah" untuk menarik sebanyak mungkin uang. Tetapi ternyata disisi yang lain (Manufaktur, jasa, dan entertainment) 260 juta lebih warga Indonesia ini mejadi "sapi perah" bagi WNA.

Pada akhirnya tidak jadi untung malah buntung. Ketika WNA kita jadikan raja di Indonesia, ternyata kita sama sekali malah tak mampu gantian jadi raja di negeri mereka, negeri orang.

Tak adil memang, nyatanya kita-kita sendiri yang mengkondisikannya. Bahkan mungkin malah kita tidak bisa jadi raja di negeri sendiri. Kalau begitu, kenapa harus menjadikan WNA jadi raja disini? Miris bukan?

Salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun