Jumat kemarin ketika mendengar kabar mengenai operasi tangkap tangan KPK terhadap pejabat kementerian Sosial, penulis sempat menduga penangkapan akan merembet ke pejabat tingkat atasnya.Â
Belum sempat membuat tulisan mengenai dugaan itu karena beberapa kesibukan, dini hari tadi jadi kenyataan ketika akhirnya pimpinan kementerian sosial yang berarti juga sang menteri sosial sendiri menyerahkan diri belum genap 2 jam setelah ditetapkan tersangka.Â
Alasan sederhana terkait dugaan keterlibatan pejabat tingkat atas bisa dilihat melalui pemahaman mengenai bagaimana suatu organisasi bekerja.Â
Keputusan yang diambil oleh seorang pejabat sudah barang tentu diketahui oleh atasannya yang menunjuk, kalaupun sampai tidak tahu berarti ada kesalahan dalam prosedur organisasi. Begitu juga kasus di kemensos kali ini, sudah pasti keputusan penunjukan perusahaan sendiri oleh pejabat pembuat komitmen atas sepengetahuan sang menteri.Â
Menteri Sosial seharusnya tahu penunjukan perusahaan milik salah seorang pejabatnya sendiri akan membuat potensi besar penyelewengan dan penyalahgunaan. Ketika ada pembiaran, bisa jadi ada maksud atau kepentingan yang lain sehingga potensi itu dibiarkan, atau malah memang sengaja dilakukan. Itu pula mungkin yang jadi titik berangkat KPK membuat penyelidikan.Â
Dari awal pandemi dulu ketika pemerintah mulai membuat program bantuan langsung ke masyarakat, sebenarnya ada banyak pengamat yang mewanti-wanti akan potensi korupsi atau penyelewengan terhadap proses pengadaannya. Karena proyek yang menyasar secara langsung rakyat sudah pasti memiliki anggaran yang sangat besar. Bagaimana tidak, penduduk di Indonesia saja ada di peringkat ke 4 terbanyak di dunia.Â
Dengan fakta itu, perusahaan sudah pasti berlomba untuk memenangkan tender proyek. Masalahnya kompetisi itu seringkali dilakukan dengan cara-cara kotor termasuk melakukan suap terhadap pejabat yang memiliki kewenangan untuk memilih pemenang tender.Â
Dalam kasus kemensos sejauh yang penulis tahu memang seolah tidak ada suap atau penyelewengan. Ya jelas lah, lha perusahaan yang ditunjuk milik pejabat pembuat komitmennya sendiri, tinggal tanda tangan sendiri gampang. Tetapi kemudian ada pengambilan keuntungan dari perusahaan yang selanjutnya dibagi-bagi dengan pejabat yang lain sebagai "ucapan terimakasih" Karena telah dapat proyek besar. Dititik inilah yang disebut suap itu terjadi.Â
Rasa-rasanya sungguh keji melihat pejabat pemerintah yang mengambil keuntungan dalam kondisi pandemi seperti ini dimana kondisi perekonomian rakyat sedang sulit-sulitnya. Tetapi kenyataanya problematika ini terjadi dari tingkat atas sampai tingkat bawah.Â
Tahukah anda bahwa penggalangan dana di ruang publik termasuk di jalan-jalan atas nama kemanusiaan yang dilakukan oleh aktivis tingkat bawah juga berpotensi besar ada penyelewengan. Kadang kala dana yang benar-benar disalurkan tidak sesuai dengan dana yang telah dikumpulkan, bukanya ditambah tetapi malah dikurangi.Â
Itu fakta dan mungkin malah sudah jadi rahasia umum di masyarakat. Dimana ada uang dikumpulkan, disitu potensi penyelewengan muncul. Apalagi bantuan sosial, dimana penerima tidak tahu dan tidak mau tahu berapa yang terkumpul dan berapa yang tersalur.Â