Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar utama demokrasi konstitusional. Melalui pemilu, rakyat menggunakan kedaulatannya untuk memilih wakil-wakilnya secara langsung. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan pemilu di Indonesia masih menyisakan berbagai persoalan hukum dan tata negara, terutama terkait keadilan elektoral. Sengketa pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setiap lima tahun menandakan bahwa integritas pemilu masih menjadi persoalan serius dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
1. Permasalahan dalam Pelaksanaan Pemilu
a. Politik Uang (Money Politics)
Salah satu tantangan utama dalam pemilu di Indonesia adalah maraknya praktik politik uang. Meski dilarang oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, praktik ini masih berlangsung secara masif, baik dalam bentuk pemberian uang, sembako, maupun janji-janji materi lainnya.
Politik uang merusak prinsip pemilu yang jujur dan adil (jurdil) serta mencederai asas kedaulatan rakyat, karena pemilih diarahkan oleh imbalan, bukan visi-misi calon.
b. Penyalahgunaan Aparat dan Sumber Daya Negara.
Ada kekhawatiran mengenai netralitas aparatur negara, TNI, dan Polri dalam proses pemilu. Selain itu, penggunaan fasilitas negara untuk kampanye secara terselubung juga menjadi sorotan. Hal ini bertentangan dengan prinsip netralitas ASN dan integritas pemilu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
c. Ketidakmerataan Informasi dan Akses Digital
Dalam konteks pemilu elektronik atau digitalisasi tahapan pemilu, masih terjadi kesenjangan informasi, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Hal ini berdampak pada partisipasi dan pemahaman pemilih terhadap calon serta program yang ditawarkan.
2. Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi
a. Fungsi MK dalam Sengketa Pemilu