Satria awalnya tidak peduli, tetapi lama-lama ia mulai melihat bahwa gosip-gosip itu menyakiti hati Rina. Ia pernah melihat wanita itu duduk diam di teras, menatap
langit sore dengan mata yang redup. Saat itulah ia sadar bahwa Rina juga berjuang untuk diterima, bukan hanya olehnya, tetapi oleh lingkungan sekitarnya.
Hari itu, saat pulang sekolah, Satria tidak langsung masuk ke kamarnya seperti biasa. Ia melihat Rina di dapur, sedang mengupas buah.
"Tante Rina," panggilnya pelan.
Rina menoleh, tampak sedikit terkejut. "Iya, Satria?"
Satria ragu sejenak, lalu berkata, "Boleh aku bantuin?"
Senyum lembut muncul di wajah Rina, senyum yang tak pernah benar-benar ia perhatikan sebelumnya. "Tentu, sini, bantu kupas apel ini."
Mungkin, ini adalah langkah pertama bagi Satria. Mungkin, perlahan, ia bisa menerima bahwa keluarganya telah berubah, dan bahwa menerima perubahan bukanlah sesuatu yang buruk.
Tapi, menepis amarah dari balik kelopak matanya yang masih tersimpan, tidak mudah dilepas. Rina, sosok ibu tiri yang ingin merangkulnya, belum bisa berhasil. Apalagi ayahnya. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI