Patriarki berasal dari kata "patriark" yang berarti kekuasaan bapak, dimaksudkan untuk melabeli keluarga yang didominasi laki-laki. Patriarki juga dapat diartikan sebagai sistem sosial yang memandang laki-laki sebagai otoritas yang paling penting dan sentral dalam hubungan sosial. Â Sistem patriarki mendominasi masyarakat Indonesia menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi banyak aspek aktivitas manusia. Patriarki membuat kaum perempuan merasa terkurung dalam sebuah sistem masyarakat. Mereka tidak diberi kesempatan dalam mengekspresikan diri, laki-laki selalu mengambil peran dalam segala hal baik dari lingkup sosial, politik, dan budaya. Dampak yang ditimbulkan budaya patriarki bagi perempuan sangatlah banyak, misalnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma tentang perceraian.Â
Di Indonesia, budaya patriarki telah melabeli laki-laki menjadi maskulin sedangkan perempuan feminim. Seringkali masyarakat beranggapan bahwa laki-laki dianggap sebagai individu mandiri, kuat, dan tidak berperasaan, sementara perempuan dianggap sebagai individu yang berperasaan, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Kedua hal tersebut bukanlah bawaan dari lahir melainkan diajarkan oleh keluarga yang menganut sistem patriarki dan tersebar di lingkungan interaksi sosial mereka. Pada budaya patriarki, laki-laki yang memiliki sifat maskulin akan dipandang lebih baik, dihormati, dapat memegang kendali, dan mendapatkan kemudahan dalam berbagai aspek.Â
Dalam perjalanan hidupnya, seorang laki-laki harus mengikuti alur kelaki-lakianya sesuai kodratnya sebagai laki-laki. Nilai-nilai yang diajarkan oleh budaya patriarki adalah laki-laki tidak boleh menangis, cengeng, gemulai, dan berbagai sifat yang mengarah pada kewanitaan. Hal itu seperti peraturan tidak tertulis yang harus ditaati oleh laki-laki. Budaya patriarki yang lebih mengutamakan laki-laki namun dibalik itu semua ada beban berat yang mereka pikul. Laki-laki dituntut untuk mencapai derajat kelaki-lakianya sebagaimana telah terpatri dalam lingkup sosialnya.Tak jarang mereka yang gagal akan menjadi tekanan dan berujung ke hal-hal negatif.Â
Budaya patriarki tidak hanya merugikan kaum perempuan saja, melainkan kaum laki-laki juga, misalnya stereotip gender yang ketat dimana laki-laki harus menjadi pria sejati yang kuat, maskulin, rasional, dan agresif. Stereotip ini berakibat pada pilihan hidup yang terbatas dan cenderung menekan diri untuk menunjukkan kegagalan. Selain itu, menempatkan laki-laki untuk menjadi pencari nafkah, mapan secara finansial, memaksa laki-laki untuk menekan emosi serta mengabaikan perasaan mereka. Fenomena tersebut merupakan dampak dari adanya budaya patriarki yang mencekik laki-laki.
Lebih parahnya lagi, sebagai dampak budaya patriarki, seringkali kita menemukan kasus pelecehan seksual di sosial media terhadap laki-laki justru disepelekan oleh banyak orang. Banyak respon keliru dari netizen berupa komentar yang membela pelaku dan tidak berempati kepada korban, seperti "cowonya juga menikmati" dan komentar sebagainya. Dalam budaya patriarki, laki-laki dijadikan subjek utama dalam kegiatan seksual, sedangkan perempuan dijadikan sebagai objek pemuas. Dengan hal itu, muncul miskonsepsi bahwa laki-laki akan selalu menikmati kegiatan seksual baik secara consent maupun tidak. Biasanya korban laki-laki selalu enggan untuk melapor karena adanya tuntutan patriarki itu, apabila korban berani melapor, respon petugas atas penerimaan laporan tersebut pun akan bereaksi seperti netizen dan pastinya membutuhkan waktu yang sangat lama. Permasalahan-permasalahan diatas dapat diatasi dengan adanya kesadaran mengenai kesetaraan gender di lingkungan masyarakat.
Ketidakadilan akan selalu tercipta dimanapun dan dalam situasi apapun. Dalam budaya patriarki, perempuan sudah banyak melakukan perlawanan dan pembelaan atas ketidakadilan yang telah mematikan kebebasan mereka. Perlahan-lahan kerugian perempuan atas hak-haknya mulai teratasi, tetapi masih banyak yang belum sadar atas pembelaan terhadap laki-laki dalam menuntaskan budaya patriarki dan menyetarakan gender. Sudah semestinya baik perempuan dan laki-laki melawan budaya patriarki yang sudah mengakar sejak dulu sehingga kesetaraan gender yang mereka inginkan tercapai tanpa adanya dampak-dampak negatif lainnya. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI