Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kontroversi Peristiwa 11 September 2001: Titik Tolak Invasi Amerika ke Timur Tengah?

11 September 2023   11:05 Diperbarui: 11 September 2023   12:59 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, banyak pengamat yang hadir pada hari itu bersikeras bahwa mereka mendengar suara ledakan sebelum gedung kolaps. NIST tetap bersikeras bahwa tidak ada bukti ledakan yang terkontrol.

Sebuah pertanyaan mendasar muncul: apakah benar kebakaran saja yang bisa menyebabkan keruntuhan gedung-gedung ini atau ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan? Dr. J. Leroy Hulsey, seorang insinyur dari Universitas Alaska, menolak penjelasan NIST dan mengklaim bahwa kebakaran saja tidak akan mungkin menyebabkan gedung kolaps.

Teori kontroversial ini mengundang kita untuk berpikir ulang tentang apa yang terjadi pada hari itu. Apakah mungkin bahwa kita diarahkan untuk mempercayai bahwa gedung-gedung bertingkat tinggi dengan struktur baja bisa hancur hanya oleh api, tanpa campur tangan bahan peledak?

Selain itu, perlu dicatat bahwa keruntuhan gedung WTC7 terjadi dengan presisi horizontal yang luar biasa. Menurut Profesor David Ray Griffin, hanya perusahaan penghancur gedung profesional kelas dunia yang mampu mencapai tingkat presisi seperti itu.

Respon pertahanan Amerika saat kejadian

Dalam bayang-bayang tragedi 9/11 yang mengguncang dunia, ada aspek yang tetap menebar misteri: tidak adanya respons cepat jet tempur AS. Meskipun Amerika Serikat memiliki prosedur intersepsi yang ketat jika ada kecurigaan pembajakan pesawat di udara, pada hari tersebut, pesawat yang katanya dibajak oleh teroris Al Qaeda berhasil melewati semua radar tanpa hambatan.

Selama sembilan bulan sebelum 9/11, prosedur intersepsi telah dilakukan setidaknya 67 kali, mengonfirmasi bahwa ini adalah langkah standar dalam menghadapi situasi yang meragukan. Namun, mengapa prosedur ini tidak diaktifkan pada hari yang tragis itu? Ini adalah pertanyaan yang belum dijawab sepenuhnya, dan keraguan tetap menghantui banyak orang.

Catatan Saham yang Mencurigakan

Ada catatan lain yang tak kalah mencengangkan: transaksi saham yang mencurigakan. Volume put option, yang merupakan taruhan pada penurunan harga saham, melonjak tajam sebelum 9/11. Yang membuatnya semakin mencurigakan adalah bahwa opsi ini dibeli atas nama saham Morgan Stanley Dean Witter, sebuah perusahaan yang menempati lantai 22 di World Trade Center.

Namun, yang lebih mencengangkan adalah volume put option yang diperdagangkan atas nama American dan United Airlines, dua maskapai yang mengoperasikan pesawat yang dibajak oleh teroris. Tiga hari sebelum tragedi, perdagangan saham kedua maskapai ini melonjak hingga 1.200 persen. Ketika saham-saham ini jatuh tajam setelah serangan, nilai dari opsi tersebut berlipat ganda. Dalam hitungan hari, ada yang mengantongi keuntungan sekitar $ 10 juta atau sekitar Rp 148 miliar.

CBS News menuliskan bahwa Sejumlah transaksi saham yang luar biasa ini nampaknya mempertaruhkan bahwa harga saham American Airlines akan merosot. Transaksi-transaksi tersebut dikenal sebagai "put options" dan melibatkan lebih dari 450.000 saham American Airlines. Namun, yang mengundang perhatian adalah lebih dari 80 persen dari pesanan-pesanan tersebut adalah dalam bentuk "put options," melebihi jauh jumlah opsi "call" yang bertaruh bahwa harga saham akan naik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun