Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Televisi: Meretas Karakter dan Perilaku Lewat Layar

24 Agustus 2023   08:15 Diperbarui: 24 Agustus 2023   16:37 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

Setiap tahun pada tanggal 24 Agustus, kita merayakan Hari Televisi Nasional. Namun, apa sebenarnya makna di balik peringatan ini? Lebih dari sekadar mengenang perkembangan teknologi dan hiburan, hari ini mengingatkan kita tentang perjalanan panjang televisi di Indonesia, dan dampak yang mungkin terjadi terhadap karakter dan perilaku kita, seringkali tanpa kita sadari.

Hari ini juga sekaligus mengenang hari ulang tahun Stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI), yang dengan tegas ditetapkan oleh Kep. Menpen RI No.20/SK/M.61. Merayakan televisi adalah merayakan bagian penting dari budaya kita, yang telah menjadi jendela dunia yang membawa berita, hiburan, dan informasi langsung ke ruang keluarga kita. 

Namun, perjalanan televisi ini dimulai jauh sebelumnya, bertepatan dengan penyelenggaraan Asian Games di Jakarta pada tahun 1962. Data dari Buku "Stasiun Televisi & Perkembangannya" karya Prihatmaji (1998) mengungkapkan momen bersejarah ini.

Begitu siaran pertama dimulai di Indonesia, dengan pionirnya TVRI Jakarta, jaringan televisi segera merambah lebih luas lagi. Yogyakarta, Medan, Balikpapan, dan berbagai wilayah lainnya segera diikuti. 

Setiap penjuru tanah air dijangkau oleh pesan-pesan dan hiburan yang disampaikan melalui layar kecil ini. Bahkan, pada tahun 1978, stasiun penyiaran TVRI juga muncul di Bandung, Surabaya, dan Denpasar. Melangkah lebih jauh pada tahun 1993, tiga stasiun penyiaran baru di Ambon, Samarinda, dan Banda Aceh pun dirayakan secara serentak.

Namun, televisi bukan hanya tentang perangkat dan teknologi. Televisi memiliki peran yang lebih dalam dalam membentuk karakter dan perilaku kita. Sebagai media yang memiliki daya jelajah yang kuat, televisi memiliki kemampuan untuk menyuntikkan pesan-pesan tertentu ke dalam pikiran kita secara perlahan-lahan. Seiring waktu, apa yang kita tonton di layar kecil ini dapat meresap ke dalam alam bawah sadar kita, membentuk kebiasaan dan karakter kita sehari-hari.

Sebagai ilustrasi, perhatikan bagaimana tayangan televisi dapat membentuk karakter sehari-hari ibu-ibu. Mereka mungkin awalnya hanya menonton sinetron Indonesia, yang seolah-olah merupakan hiburan ringan. 

Namun, lambat laun, mereka dapat terbawa suasana tontonan, menyerap cara berbicara dan merespon situasi dengan kelebihan emosi atau "lebay". Fenomena ini bahkan dapat diperkuat oleh budaya sekitar yang mempertegas perilaku berlebihan dalam pembicaraan. Kemudian lahirlah gosip dari pertemuan rutin ibu-ibu rumah tangga yang dampaknya bisa sangat berbahaya.

Kita harus sadar bahwa pengaruh televisi tidak berhenti pada situasi positif saja. Ada kasus-kasus yang menyoroti dampak negatif dari paparan tayangan yang tidak pantas. Berita tentang perilaku kriminal, seperti perkosaan, yang melibatkan individu yang sering menonton konten pornografi, mencatat betapa kuatnya pengaruh tayangan ini dalam mengubah perilaku individu. Hal ini memberi kita gambaran tentang bagaimana televisi dapat menjadi bentuk pendidikan tak langsung, bahkan ketika kita tidak menyadarinya.

Tentu saja, dampak televisi tidak hanya berlaku pada orang dewasa. Anak-anak adalah kelompok yang sangat rentan terhadap pengaruh subliminal (alam bawah sadar) ini. Mereka cenderung meniru apa yang mereka lihat tanpa mempertimbangkan konsekuensi atau dampaknya. Dalam era digital ini, di mana anak-anak dapat dengan mudah mengakses berbagai tayangan melalui gadget, pengawasan terhadap jenis tayangan yang mereka tonton menjadi sangat penting.

Kasus-kasus yang mencerminkan bahaya tayangan di gadget anak-anak semakin sering muncul. Kasus-kasus perkosaan pada usia dini, perilaku kasar, dan penggunaan kata-kata tidak pantas merupakan bukti nyata dari dampak tayangan yang tidak terkontrol. 

Anak-anak memiliki pikiran bawah sadar yang belum sepenuhnya terbentuk, dan karena itu mereka cenderung menyerap apa yang mereka lihat tanpa melewati mekanisme filter.

Televisi, dalam berbagai bentuk dan kontennya, pada dasarnya adalah sebuah bentuk pendidikan. Apa yang kita tonton secara rutin adalah bentuk pesan yang kita berikan pada diri kita sendiri. 

Televisi memainkan peran dalam membentuk pandangan dunia, kebiasaan, dan pola pikir kita. Ini adalah bentuk pembelajaran tanpa batas, yang dapat membentuk karakter kita tanpa kita sadari.

Seiring dengan perayaan Hari Televisi Nasional, mari kita berhenti sejenak dan merenung. Televisi bukan hanya perangkat hiburan, tetapi juga memiliki potensi sebagai pendidikan. Namun, potensi ini juga membawa tanggung jawab besar. Pilihan tayangan yang kita pilih dan izinkan memasuki ruang keluarga kita harus diambil dengan bijak. 

Dengan kesadaran yang mendalam tentang dampak yang mungkin terjadi, kita dapat mengelola dan mengarahkan pengaruh subliminal televisi untuk membentuk karakter yang positif dan beretika. 

Apalagi saat ini tayangan tidak hanya bersumber pada televisi saja, namun juga di gadget yang banyak sekali digandrungi anak-anak kecil dan remaja. Orang tua dan keluarga harus tetap menjadi filter bagi orang-orang terdekat mereka.

Sebagai masyarakat yang merayakan Hari Televisi Nasional, mari kita merayakan kesadaran kita akan daya tarik televisi dan dampaknya yang lebih mendalam. Mari kita hadapi tugas untuk menjadi konsumen tayangan yang bijak dan bertanggung jawab, terutama ketika menyangkut pendidikan karakter dan perilaku, terutama pada generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun