Mohon tunggu...
Surya Narendra
Surya Narendra Mohon Tunggu... ASN -

Kapan kita akan melakukan revolusi, Kawan Bejo?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Goro-Goro: Ogah Disita

14 Mei 2013   07:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:37 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap. Kocap kacarita sedang terjadi gonjang-ganjing kasus korupsi di Kerajaan Amarta. Kasus korupsi yang menghebohkan jagad seisinya. Gunung enggan meletus. Ombak enggan beriak. Angin tak sudi bersiul. Hujan tak mau kencing setetespun. Bahkan petir, guntur, dan halilintar menutup mulut tak berteriak sedesibelpun. Binatang-binatang mulai dari yang melata sampai yang melayang di udara ogah beraktivitas. Anjing kehilangan lolongannya. Jangkrik-jangkrik menunda untuk mengerik. Semua berkonsentrasi dan fokus mengikuti perkembangan kasus korupsi yang melibatkan salah satu putra Pandu dan partai yang dipimpinnya.

Janaka yang nama akun Pesbuknya Arjuna adalah putra kedua Dewi Kunti. Sudah menjadi rahasia yang tidak rahasia lagi bahwa Janaka adalah hasil hubungan gelap antara sang Dewi dengan Dewa Matahari, ya Batara Surya. Suatu hari Dewi Kunti sedang berendam di bathup membayangkan gantengnya sosok Batara Surya sambil merapal mantra Cipta Wekasing Rasa Sabda Tunggal Tanpa Lawan, yaitu mantra yang akan mendatangkan siapapun sosok yang sedang dibayangkan si perapal. Maka tiba-tiba mak bedhengus sak jleg sak nyeg hadirlah sosok Batara Surya yang tampan setampan Edward Cullen, bertubuh atletis layaknya Christiano Ronaldo, dan tatapan mata yang meluluh-lantahkan hati seorang bidadari sekalipun. Dewi Kunti yang saat itu masih WBG (Wayang Baru Gedhe) dengan jiwanya yang masih wababil (wayang baru labil) terpesona oleh ke-macho-an Batara Surya. Maka, terjadilah peristiwa yang enak dilihat lebih enak dirasakan itu. Dari peristiwa itu lahirlah Janaka yang tampannya nurun dari bapaknya.

Kocap Kacarita Janaka yang tumbuh dewasa sangat tertarik di bidang politik. Dengan menggunakan uang hasil dari mendirikan sebuah stasiun televisi swasta yaitu Jancuk TV (Janaka Cucok Television), ia mendirikan sebuah partai. Partai Surti namanya, merupakan akronim dari Surya dan Kunti. Sebuah nama untuk menghormati sang ibu yaitu Dewi Kunti dan sosok yang menghamili sang ibu yaitu Batara Surya. Partai ini berkembang sangat pesat karena banyak rakyat Amarta yang kesengsem dengan Ketua Umum Partai Surti. Jadi jangan heran kalau anggota partainya didominasi oleh para ibu, mahasiswi, model cantik baik yang jadi sampul majalah pria bangkotan maupun yang jadi sampul majalah pria setengah wanita, gadis-gadis walay (wayang lebay), dan juga bidadari dari kayangan turut mendaftar jadi anggota Parta Surti. Pada pemilu legislatif Kerajaan Amarta tahun 2009 lalu Partai Surti menempati urutan kedua setelah Partai Denok Deblong pimpinan Prabu Puntadewa yang sekarang menjadi Raja Kerajaan Amarta. Kader-kader Partai Surti menempati banyak pos penting di pemerintahan. Mulai dari Menteri Urusan Kewanitaan sampai Juru Congor Keprabuan dijabat oleh kader Partai Surti. Termasuk juga Menteri Peternakan yang sekarang dijabat oleh Janaka, si pendiri dan pemilik partai.

Bumi bergoncang tapi Inul dilarang bergoyang. Kocap kacarita terungkaplah kasus suap impor daging sapi di Kerajaan Amarta. Hewan tunggangan Batara Guru ini dianggap suci oleh rakyat Amarta. Maka dari itu impor daging lembu ini dibatasi agar pamor sapi sebagai tunggangan dewa tetap terjaga. Namun yang namanya manusia, eh wayang tetaplah wayang. Mereka punya hasrat juga kepada kenikmatan duniawi. Janaka sebagai menteri peternakan memiliki wewenang untuk menentukan jumlah daging sapi yang boleh masuk ke Kerajaan Amarta. Hal ini dinilai menghambat bagi Adipati Karna, seorang importir daging sapi yang ingin mengimpor daging sapi dari negeri kanguru sebanyak-banyaknya. Namun Karna tahu kelemahan Janaka. Kelemahan Janaka adalah wanita.

Suatu hari dikisahkan Karna mengajak Janaka untuk ketemuan, meeting di sebuah hotel bintang tujuh untuk membahas masalah pembatasan kuota impor daging sapi ini. Karna sudah menyiapkan sekarung uang senilai juh juta juh ribu juh ratus juh puluh juh dollar untuk memuluskan jalannya. Ia juga telah menyiapkan seorang mahasiswi cantik dari Universitas Ahuhah (U-ah-uh-ah) bernama Dewi Banuwati sebagai pelicin tambahan. Siapa tahu kalau cuma dengan uang urusan dengan Janaka kurang licin sehingga harus disajikan seorang mahasisiwi agar Janaka mau mengeluarkan yang licin-licin.

Singkat cerita bertemulah ketiga orang, eh wayang tersebut di kamar hotel bintang tujuh di pinggiran padang Kurusetra.

“Bang, ini gini. Saya ini kan rencananya mau ngimpor daging lembu dari Ngostralia sebanyak 3000 ton. Padahal kan Abang menentukan jumlah maksimal impor cuma 1000 ton. Yaa..kalau bisa. Ini kalau bisa. Kalau bisa lho ya. Tapi saya percaya Bang Janaka pasti bisa. Tolong mbok saya diijinkan nambah kuotanya jadi 3000 ton, Bang.”, lobi Karna pada Janaka.

“Waduh, gimana ya, Gan…Agan kan tau sendiri itu sudah keputusan Kementrian Peternakan. Saya ndak berani melanggar ketentuan yang saya buat sendiri.”, balas Janaka sambil sesekali melirik Dewi Banuwati yang duduk di samping Karna.

“Nah, justru itu, Bang. Kan Abang yang bikin ketentuan itu, jadi Abang juga bisa dong melangkahinya. Bukan begitu, Bang?”

“Waduh..mulus banget tu paha..”

“Apa, Bang?”

“Eeeehh..enggak…itu paha ayam digoreng pake minyak goreng Cap Klentik jadinya mulus banget hasil gorengannya.”

“Ooohh…ayam goreng, kirain sapi. Jadi gimana, Bang? Bisa yah? Yah? Yah? Yah? Pliiisss…kali iniiiii ajaaahh..Bang Janaka baik deh..”

“Waduh, gimana ya, Gan..saya..”

“Gini deh, ini kebetulan saya ada rejeki lebih. Kemarin saya impor buntut koala dari Ngostralia ternyata laku keras di pasaran. Ini sebagain buat Bang Janaka deh..”,rayu Karna sambil menyodorkan sekarung uang.

“Waduh..gimana ya, Gan..sebenarnya bukan masalah uang yang jadi persoalan, tapi..tapi..”, Janaka terbata sambil menelan ludah akibat ludah yang lain sudah hampir menetes melihat Dewi Banuwati yang duduk di samping Karna memakai atasan you-can-touch dengan bawahan rok mini. Sesekali sang Dewi mengerling genit pada Janaka.

“Gini deh, Bang…ini uang Abang pegang dulu lah. Nah ini saya bawa temen. Dia mahasisiwi saya di Universitas Ahuhah. Ayo salam dulu dengan Bang Janaka.”, Karna menyuruh Dewi Banuwati bersalaman dengan Janaka. Maka bersalamanlah keduanya.

“Dia kebetulan sedang menyusun sekripsong tentang kepemimpinan Bang Janaka di dalam Partai Surti. Nah, dia saya ajak kesini untuk wawancara pribadi dengan Bang Janaka. Ya itu sih kalau Abang ada waktu.”

“Oke..saya punya banyak waktu kok. Kebetulan hari ini tidak ada agenda kenegaraan maupun kepartaian.”

“Siiipp daahh…tapi kayanya kalau wawancara gini enaknya di kamar hotel aja, Bang, biar hasil wawancaranya lebih memuaskan dan melelahkan.”

“Idemu cerdas juga, Gan…hehe.. Ya sudah tunggu apalagi? Ayo segera kita mulai permainan, eh wawancaranya.”

“Masalah sapi gimana, Bang?”

“Rebes..Agan mau kirim 10.000 ton juga bisa. Atur aja lah..”

“Maacim, Bang…Abang baik deh..”, kata Karna sambil mencubit perut Janaka.

Maka wawancara di dalam kamar hotel segera dilancarkan. Entah teknik wawancara apa yang digunakan, yang jelas perbincangan yang terdengar dari luar cuma  dua kata yaitu “yes” dan “no”, kadang bebarengan, kadang juga bersahutan antara “yes” dan “no” dengan kata sambung “oh”.

“Jangan bergerak..!!! Anda kami tangkap..!!!”, tiba-tiba suara keras muncul dari pintu kamar hotel yang rusak akibat didobrak. Betapa kagetnya Janaka dan Dewi Banuwati yang sedang wawancara.

“Tangkap sih tangkap..tapi yang bener aja dong. Mana bisa saya gak bergerak, ini masih nancep, kalau mau dicabut harus bergerak..!”, bentak Janaka.

“Apanya yang nancep?”

“Ini plesdisnya masih nancep di laptop.”

“Oooohhh…kirain.”

Begitulah Janaka yang sedang menikmati plesdis, eh gratifikasinya tiba-tiba digrebek oleh tim Komisi Pengganyangan Koruptor yang diketuai oleh Bagong. Dua anak wayang yang sedang terlibat wawancara yang seru itu akhirnya digelandang ke kantor Komisi Pengganyangan Koruptor. Janaka disidik atas dugaan kasus suap impor daging sapi. Seluruh asetnya disita. Istana, gendewa dan anak panah Pasopati yang terkenal kesaktianya juga ikut disita.

Ada satu aset yang belum disita yaitu kereta kencana bermerek BMW (Buat Mengangkut Wayang). Diperkirakan benda itu terparkir rapi di kantor DPP Partai Surti. Berbekal tekad yang bulat sebulat anunya Dewi Banuwati akhirnya satu tim penyidik yang dipimpin oleh Bagong beranggotakan Gareng, Petruk, Limbuk, dan Cangik mendatangi kantor DPP Partai Surti untuk menyita kereta kencana itu. Sampai di depan kantor DPP Partai Surti mereka dihadang oleh satpam. Adu mulut terjadi. Bagong and the team bersikeras harus menyita kereta kencana itu berdasarkan surat perintah penyitaan dari Ki Semar, Ketua KPK. Sedangkan kepala satpam sakbregodo menganggap bahwa surat-surat perintah penyitaan ada yang kurang sehingga batal demi hukum. Untuk menghindari bentrok fisik akhirnya Bagong menelpon Ki Semar, sang pimpinan KPK.

“Ma..Rama..kami ada sedikit masalah. Ini kami dihadang satuan pengamanan yang terdiri dari Buta Cakil, Buto Terong, Buta Rambut Gimbal, dan buta-buta yang lain tapi sayangnya Si Buta dari Gua Hantu berhalangan hadir. Mereka bilang surat-surat perintah penyitaannya ada yang kurang.”, Bagong laporan pada Pak Ketua.

“Ya sudah, Gong..kalian kembali lagi saja ke kantor. Masalah penyitaan itu gampang, bisa diurus nanti.”, begitu kata Ki Semar dari seberang sana.

“Loh? Gak bisa gitu dong, Rama..!! Kalau tidak kita sita hari ini nanti takutnya ada usaha penghilangan barang bukti. Belum lagi nilai aset yang kita gunakan untuk mengganti uang negara kan jadi berkurang.”

Halaaah..gampang kuwi, Gong. Lagi pula untuk apa kita pating brengkeneng cuma rebutan kereta kencana itu. Apalagi lawan para buta itu, gak lepel, Gong…gak lepel.. Sudah kamu kembali saja. Masalah penyitaan nanti coba aku rembugan sama Raden Abimanyu, Ketua Partai Surti yang baru. Siapa tahu dia bisa membantu kita.”

“Aaahhh…gak bisa gitu dong, Ma..!!! Saya sama teman-teman disini pokoknya harus bisa menyita kereta kencana itu. Saat ini juga..!! Dengan cara apapun..!!”

Wis..ora usah ngeyel. Kamu itu mau memberantas kejahatan, berbuat kebaikan, membela hak rakyat kecil, tapi caramu urakan gitu. Sama saja kamu mencuci bajumu yang kotor dengan air kencing.”

“Hah?? Pesing dong??”

“Lha iya pesing, kaya ababmu kuwi, ambune pesing. Sudah kembali ke kantor saja. Kalau akar permasalahannya cuma gara-gara kelengkapan dan prosedur penyitaan, cuma masalah surat menyurat, masalah administrasi, ya nanti diperbaiki di kantor dulu. Surat-suratnya dilengkapi dulu mulai dari surat perintah penyitaan, surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, surat kelahiran, surat wasiat, sampai surat cinta kalau perlu.”

“Oke deh, Ma..I’ll be back..”, Bagong sendika dhawuh dengan logat dan suara dimirip-miripkan dengan suara Arnold Estehseger dalam film TerminalKotor.

Solo_13052013

Jangan berantem..nanti dimarahin bu guru, eh rakyat maksudnya..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun