Mohon tunggu...
Rendinta Delasnov Tarigan
Rendinta Delasnov Tarigan Mohon Tunggu... Praktisi Perpajakan

Menulis untuk Bertumbuh menjadi Manusia yang Utuh. Inquiry: rendi.tarigan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Tentang Hari Anak Nasional: Menghidupkan Imajinasi, Menjaga Masa Depan

27 Juli 2025   05:00 Diperbarui: 26 Juli 2025   19:04 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari Anak Nasional (sumber: AI-generated picture)

Dalam konteks ini, Hari Anak Nasional seharusnya bukan sekadar panggung selebrasi prestasi anak-anak. Ia adalah pengingat bagi kita bersama untuk memastikan bahwa perlindungan bagi anak-anak benar-benar dijalankan sepenuh hati, bukan sekadar ditulis. Sebab kesejahteraan anak tidak cukup diwujudkan dengan ketiadaan kekerasan saja, tapi juga melalui kehadiran kasih sayang, ruang aman, dan dukungan yang berkesinambungan.

Dalam beberapa tahun terakhir, tema Hari Anak Nasional semakin relevan, yakni literasi dan kesehatan mental. Kita dapat melihat bahwa anak-anak hari ini hidup dalam dunia yang jauh lebih kompleks dibandingkan generasi sebelumnya. Informasi mengalir deras. Informasi tersebut tidak semuanya sehat dan tidak semuanya benar. Mereka tumbuh bukan hanya dari interaksi dengan orang tua di rumah maupun guru di sekolah, tapi juga dari layar genggam. Literasi, dalam konteks ini, bukan hanya soal kemampuan membaca, tapi juga tentang keterampilan memilah hoaks, mengenali manipulasi, dan membangun pola pikir sehat sekaligus kritis. World Health Organisation (WHO) menegaskan bahwa pentingnya literasi digital sejak dini sebagai bagian dari kecakapan hidup bagi generasi masa kini. Literasi ini bukan hanya bicara soal kemampuan akademis, tetapi juga berkaitan dengan literasi emosional, sosial, hingga finansial. Tanpa kecakapan ini anak-anak dapat dengan mudah tersesat di tengah arus informasi yang tidak terkurasi.

Hal yang sama juga berlaku pada kesehatan mental. Anak-anak kini tumbuh di tengah ekspektasi yang kerap tidak masuk akal. Dunia seolah memaksa mereka untuk cepat pintar, cepat sukses, dan cepat dewasa. Padahal, mereka berhak untuk tumbuh perlahan, berhak salah, dan berhak lelah. Dalam laporannya pada tahun 2024, WHO[1] mencatat bahwa lebih dari 1 dari 7 anak dan remaja global mengalami gangguan kesehatan mental. Angka ini meningkat sejak pandemi lalu. Ini seharusnya menjadi pengingat bahwa anak-anak ini juga merupakan manusia yang setara, bukan versi miniatur orang dewasa. Mereka butuh untuk didengar, dipahami, dan bukan sekadar diarahkan. Di sinilah Hari Anak Nasional menjadi panggilan: untuk hadir, bukan hanya sebagai pengamat pertumbuhan, tapi sebagai pendukung di sebelah mereka. Bukan sekadar memerintah, tapi mendengarkan sebagai teman. Bukan sekadar menuntut, tapi memeluk dengan penuh kasih sayang.

 

Lewat tulisan ini, kita diingatkan pada satu ironi sederhana: mungkin justru anak-anaklah yang lebih memahami cara bahagia menjalani hidup. Mereka tahu caranya bermain tanpa malu, tertawa tanpa beban, berteman tanpa syarat. Sementara kita, para orang dewasa ini, sering tersesat dalam rutinitas, angka, gelar, capaian, dan citra diri. Kita mungkin telah lupa rasanya memaafkan dengan mudah, percaya tanpa syarat, dan mencintai tanpa takut ditolak.

 

Hari Anak Nasional seharusnya bukan hanya sebatas selebrasi bagi anak-anak, tetapi juga pengingat bagi kita yang telah dewasa. Jangan tergesa melupakan caranya bermain. Jangan mudah marah hanya karena anak tidak tumbuh sesuai harapan kita. Jangan buru-buru memaksa mereka menjadi dewasa hanya karena kita dulu pernah diperlakukan demikian. Melalui tulisan ini, kita diajak untuk berhenti sejenak, merenungkan kembali cara pandang dan cara laku kita terhadap generasi masa depan.

  

Anak-anak bukanlah penunggu masa depan kita. Mereka adalah masa depan itu sendiri. Yang kita lakukan hari ini---dalam hal melindungi, mendampingi,  dan memberi ruang---dapat membentuk wajah bangsa kita esok hari. Jangan biarkan Hari Anak Nasional hanya jadi slogan, lomba, atau jargon tahunan. Marilah kita hadir secara utuh: dengan hati yang mendengar, pikiran yang terbuka, dan tangan yang merangkul.

 

Referensi

  • Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional.
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
  • Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child.
  • Diane Papalia, Sally Wendkos Olds, & Ruth Duskin Feldman, 2008, Human Development (11th ed.), New York: McGraw-Hill.
  • Jean Piaget, 1952, The Origins of Intelligence in Children, W.W. Norton & Co https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.458564/page/n3/mode/1up
  • UNICEF, 2021, State of the World's Children 2021: On My Mind -- Promoting, protecting and caring for children's mental health, New York: UNICEF.
  • Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 2023, Laporan Akhir Tahun 2023: Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun