Mohon tunggu...
Rendinta Delasnov Tarigan
Rendinta Delasnov Tarigan Mohon Tunggu... Praktisi Perpajakan

Menulis untuk Bertumbuh menjadi Manusia yang Utuh. Inquiry: rendi.tarigan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tentang Ikigai di Tengah Hidup yang Bergegas: Menemukan Makna dalam Diam

27 April 2025   05:37 Diperbarui: 11 Mei 2025   07:22 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sore hari yang masih tampak sisa pancaran matahari, seorang ibu yang baru saja tiba di rumah langsung meletakkan tas kerja dan mengganti pakaian kerjanya. Dalam kelelahan setelah menghadapi kemacetan jalanan dan mengelola tekanan pekerjaan, Ia didatangi anak laki-lakinya yang berkata padanya, "Ma, tadi aku pinjam buku tentang Serangga dari sekolah. Nanti sebelum tidur, kita baca bareng ya, Ma." Meskipun dunia yang dijalaninya mengharuskan untuk bergegas, Sang Ibu ini tetap merasa hidup. Dia memiliki alasan yang sederhana untuk bangun pagi: Cinta pada anak dan keluarga, yang diam-diam membentuk Ikigai---"iki" yang berarti hidup serta "gai" yang berarti nilai atau alasan.

Kita hidup dalam zaman yang mengutamakan kecepatan: harus multitasking, produktif, dan responsif. Namun, di balik segala pencapaian tersebut, tidak sedikit orang yang merasa kosong. Kehampaan yang dirasakan di malam hari saat merebahkan diri di kasur, bukan karena puas, tapi karena kelelahan yang tak bernama.

Ikigai, karya Hector Garcia dan Francesc Miralles, mengdepankan titik temu atas empat hal, yakni apa yang kita cintai, apa yang kita kuasai, apa yang dibutuhkan dunia, dan apa yang bisa menghidupi kita. Kondisi tersebut tidak harus ideal, Namun, mendapatkan dua dari empat unsur tersebut pun dipandang cukup untuk membuat hidup lebih utuh.

Saya teringat juga dengan seorang dosen yang sudah lebih dari 80 tahun. Seorang perempuan yang tegas kepada mahasiswa dan penuh dedikasi atas kecintaannya kepada mengajar dan membagikan ilmu yang dikuasainya. Ibu itu bercerita kepada saya bahwa Ia mengajar karena kecintaannya kepada Ilmu yang dikuasainya dan harapannya dalam berkontribusi dalam mendidik kami semua mahasiswanya. Ikigai dosen saya ini adalah kecintaannya pada dunia pendidikan. Itu cukup baginya untuk memberikan hidupnya sebuah makna.

Hari ini, terlalu banyak dari kita mengejar citra---di media sosial, di tempat kerja, atau mungkin di rumah. Semua orang terdorong untuk "jadi seseorang", tapi hanya sedikit yang benar-benar merasa "ada" atau "hadir" dalam saat ini. Ikigai mengajarkan kita untuk hadir dalam saat ini, setiap detik yang kita jalani---bukan hanya sekadar tampak.

Bagi generasi muda, tekanan sosial untuk "berhasil" makin berat dan makin nyata. Di usia semuda mungkin, generasi muda sekarang harus sudah punya branding kuat ataupun menguasai banyak skill. Namun, tidak banyak ruang untuk merefleksikan: "apa yang membuatku merasa hidup?"

Ikigai membantu kita mengalihkan fokus. Alih-alih bertanya "mau jadi apa", kita diajak untuk bertanya pada diri kita "apa yang membuatku tersenyum tanpa alasan?" Pemaknaan kembali ini membantu kita menggeser dari pengejaran validasi eksternal menjadi pemberian makna pada diri sendiri.

Menurut buku tersebut, penemuan Ikigai tidak rumit: perhatikan aktivitas yang membuat waktu terus mengalir. Ingat momen terakhir kali kamu merasa berguna. Tanyakan pada diri sendiri: "apa yang membuatku ingin bangun pagi?"

Terkadang, jawabannya begitu sederhana: membacakan buku untuk anak, merawat bunga, menjaga orang tua, membantu tetangga ataupun orang di jalan. Ikigai bukanlah pencapaian, tapi perasaan bahwa hidup kita berarti---meski dunia tidak melihat.

Di tengah dunia yang terus mendorong kita untuk berlari, ikigai mengajak kita untuk berhenti sejenak. Mengatur nafas. Menyadari bahwa makna tidak selalu ditemukan dalam kecepatan, tapi dalam hening, dalam "kehadiran."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun