Mohon tunggu...
Money Pilihan

Perjuangan Seorang Pemulung Memenuhi Kebutuhan Hidup 6 Orang Anak

9 Juni 2016   17:30 Diperbarui: 9 Juni 2016   17:33 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada tanggal 9 Maret 2016 lalu, saya menelusuri jalan di sekitar daerah Harapan Indah Bekasi menggunakan sepeda motor saya. Tepat disaat saya sedang berjalan-jalan, menikmati udara sore hari,  sekiranya waktu menunjukkan waktu pukul 15.30 sore, saya menjumpai sekelompok pemulung yang tengah beristirahat sejenak dan sepertinya juga tengah menikmati udara sore di depan Pom Bensin Harapan Indah, Bekasi tak disangka rupanya mereka adalah sebuah keluarga kecil. Yang memang kesehariannya berkeliling bersama untuk mencari barang-barang bekas. Keluarga itu terdiri dari istri, 6 orang anak, salah satu diantara 6 anak, rupanya ada juga yang masih sangat kecil, dan si kecil ini masih berusia 5bulan. Dan saya juga melihat 1 bapak yang kira-kira sudah berusia lanjut, bapak tersebut adalah ayah tiri dari kepala keluarga pemulung.

Saya menghampiri mereka dengan membawakan sejumlah pakaian bekas yang tentunya layak pakai dan beberapa botol bekas untuk diberikan kepada si pemulung tersebut. Pemulung tersebut bernama  Pak Rianto dan Istrinya bernama Sugina, keduanya terlihat lelah, dengan wajah yang kusam, rambut sudah tak lagi rapih ditambah dengan wajah yang penuh keringat, akibat udara panas disiang hari. Mereka setiap harinya selalu melakukan kegiatan memulung sekeluarga beserta bapak tiri dan 6 orang anaknya, termasuk 1 anak balita yang masih berusia 5 bulan.

Sejenak saya berpikir akan repot membawa balita bekerja namun, bapak rianto tidak merasa kerepotan membawa semua keluarganya tersebut ikut memulung termasuk anak balitanya, karena dari pada di rumah tidak ada yang menjaga, lebih baik bapak rianto memulung beserta istri dan anak-anaknya.

Sebenarnya bapak rianto dan ibu sugina memiliki 9 orang anak, lantaran 2 anaknya hilang karena diculik orang pada saat 8 tahun yang lalu. 1 anak bapak rianto berada di kampung yaitu di Cirebon, jadi total anak bapak Rianto yang ikut dengannya yakni 6 orang termasuk yang masih balita berusia 5 bulan.

Bapak rianto dan ibu sugina tinggal di daerah Pondok Ungu Bekasi. Setiap hari mereka memulung dari rumah mereka menuju Kranji dari pukul 6.00 – 18.00 sore hari. Setiap sore sekitar jam 3/4an mereka beristirahat dimanapun mereka mau.

Anaknya bapak Rianto telah hilang 2 pada 8 tahun lalu, dan sekarang tersisa 7 yang 1 ada di kampung, yang 6 nya lagi ikut bersama bapak Rianto dan keluarga memulung. Apakah bapak hanya dengan memulung dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga bapak ini? “ujar saya” . ya harus dicukup-cukupi nak, bahkan terkadang ingin memakan pun kami harus berhutang di warung. “ujar pemulung” . bapak Rianto masih memiliki 1 anak balita yang berusia 5 bulan dimana ia harus ikut kemanapun bapaknya pergi memulung, dan 2 anak yang lain masih bersekolah pendidikan dasar di Sekolah Medan Satria, Bekasi, dan 3 nya lagi masih belum sekolah.


Bapak Rianto dan Ibu Sugina tidak bisa membaca dan menulis karena mereka tidak bersekolah lantaran tidak memiliki biaya. Bapak Rianto dan Ibu Sugina juga tidak mendapatkan jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan) dari pemerintah wilayah setempat karena tidak mendapatkan sosialisasi atas pemberian jaminan kesehatan tersebut. Jangankan untuk bayar uang sekolah, untuk memakan di warung saja saya terkadang hutang. “ ujar si pemulung” . terkadang untuk membiayai anaknya sekolah, ia harus menunggak biaya hingga 3 bulan. “ujar si pemulung”.

Penghasilan bapak Rianto sebagai pemulung iyalah 300-400 ribu/sebulan, dihasilkan dari memulung setiap 3 minggu atau sebulan sekali, ia baru meloakkannya. Saya sudah 15 tahun menjadi pemulung dan bercita-cita ingin membangun rumah sendiri di kampungnya yaitu di Cirebon, tetapi nyatanya hingga sekarang ia masih belum mendapatkan dana yang cukup untuk mewujudkan cita-citanya  itu “sahut si pemulung”. Karena ia tidak bisa membaca dan menulis, boro-boro sekolah “katanya si pemulung” , maka dari itu ia hanya bisa mengadu nasibnya hanya dengan menjadi pemulung saja “ujarnya”

sumber ilustrasi gambar 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun