Mohon tunggu...
helen_s.maria
helen_s.maria Mohon Tunggu... Administrasi - #exploreIndonesia #exploretheworld ... Bersyukur untuk kesempatan, waktu, kesehatan dan rezeki yang Tuhan berikan

@helen_s.maria

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Walau Sering Diambil, Keindahan Alami Gunung Rinjani Tetap Abadi

22 Desember 2017   19:40 Diperbarui: 23 Desember 2017   10:27 2810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah mulai kapan dan dimana kami berenam terpisah langkah. Aida, Bayu dan Om Liem ada di belakang saya. Dewi dan Eric ada di depan saya. Saya berjalan kadang ditemani Pak Surya, sering juga sendiri karena Pak Surya mendahului atau kadang di belakang saya. Menikmati semua langkah demi langkah. Sebisanya saya mengejar Eric dan Dewi juga. Walaupun puncak bukanlah tujuan, tapi dari awal saya memang ingin menjalani proses ini.  

Eric dan Dewi (dokumentasi pribadi)
Eric dan Dewi (dokumentasi pribadi)
Pemandangan Danau Segara Anak di bawah terlihat jelas. Berharap setelah turun dari puncak, bisa turun kesana juga. Tetapi tidak kesampaian karena kami tidak mau mengambil risiko dengan memaksakan kondisi fisik.
Danau Segara Anak. Foto oleh Pak Surya
Danau Segara Anak. Foto oleh Pak Surya
Hati tambah bergetar saat melihat para pendaki bule berkaki panjang itu sudah mulai turun karena acara sunrise sudah selesai. Semakin keatas, tiupan angin semakin dingin. Akhirnya sekitar jam  8 saya baru tiba di puncak, berbarengan dengan Dewi dan Eric. Para bule sepertinya sudah turun semua, hanya tinggal para pendaki Asia seperti dari Malaysia dan Singapura. 

beberapa foto dari puncak Gunung Rinjani :

Helen, Eric, Pak Surya, Dewi (dokumentasi pribadi)
Helen, Eric, Pak Surya, Dewi (dokumentasi pribadi)
Seseorang (dokumentasi pribadi)
Seseorang (dokumentasi pribadi)
Danau Segara Anak Gunung Rinjani (dokumentasi pribadi)
Danau Segara Anak Gunung Rinjani (dokumentasi pribadi)
Mereka Disana (dokumentasi pribadi)
Mereka Disana (dokumentasi pribadi)
Tak Terlupakan (Dokumentasi pribadi)
Tak Terlupakan (Dokumentasi pribadi)
Teman yang ikut mendaki (dokumentasi pribadi)
Teman yang ikut mendaki (dokumentasi pribadi)
Photographer (dokumentasi pribadi)
Photographer (dokumentasi pribadi)
Kami yang sudah di puncak, menunggu Aida, Om Liem dan Bayu, setelah beberapa saat tidak muncul menyusul, menurut Pak Surya mereka tidak melanjutkan mendaki sampai puncak. Jadi kami turun dan tidak lagi menunggu. 

Saat turun adalah saat yang lebih menegangkan untuk saya. Terang membuat semua jelas terlihat; jalan menurun berpasir licin dan batu, medan berliku dan ada yang menyempit, jurang di samping kiri tampak berkabut di bawah, jurang di sebelah kanan beberapa tampak  bawah. Saya ngeri, merasa kecil hati dan takut. Emosi bermain, jadinya "baper" banget sampai sempat duduk sendirian lalu menangis hiks hiks. Pak Surya yang tidak menyangka saya menangis sungguhan malah menggoda "duluan ya mbak, saya tunggu di bawah" lalu dia membantu Dewi hahahaah. Woy pak, ini takut beneran Pak!

Dengan segala yang bisa dilakukan, proses turun gunung dilalui. Beberapa kali Pak Surya sempat membantu memegangi saya dan Dewi supaya bisa berjalan turun dengan setengah langkah lari. Cara semacam ini memang membantu, menjadi lebih cepat dan malah tidak terlalu terasa licin karena sudah seperti main perosotan. 

Tetap sempat foto-foto juga selama di perjalanan turun gunung. 

Menikmati Edelweis Rinjani. Foto oleh Dewi
Menikmati Edelweis Rinjani. Foto oleh Dewi
Jurang di belakang kami. Foto oleh Eric
Jurang di belakang kami. Foto oleh Eric
Puncak Rinjani yang tidak lagi terlihat (dokumentasi pribadi)
Puncak Rinjani yang tidak lagi terlihat (dokumentasi pribadi)
Saat hampir sampai di Pelawangan, karena sudah terang, terlihat pemandangan yang kurang enak dipandang karena sampahh ada dimana-mana. Sayang sekali tempat seindah ini harus "dihiasi" sampah yang pastinya ulah manusia. Sedih melihat hal ini. Semoga menjadi perhatian dari Taman Nasional Gunung Rinjani, para pemandu, para pedagang dan tentu saja semua pendaki yang datang kesini. Bau sampah dan asap pembakaran sampah juga sangat mengganggu. Harusnya semua sampah yang dibawa saat naik ke gunung harus dibawa turun juga saat turun gunung. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Walaupun ada juga yang ikut menjaga kebersihan, dan pastinya saya adalah salah satu diantara yang susah hati melihat sampah-sampah di tempat indah yang seharusnya dikelilingin udara segar ini. Tapi sedikit orang tidaklah cukup untuk menjaga kebersihan, karena ini adalah tanggung jawab semua orang.
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Senangnya kami bisa sampai  di Pelawangan lagi, sekitar jam 11 siang. Aida, Bayu dan Om Liem sudah ada disini. 

Ternyata Bayu turun duluan karena tidak fit. Aida dan Om Liem tidak terus sampai puncak karena kembali juga. Lapar melanda, mie instan kuah sudah hampir siap, langsung disantap. Setelah makan, saatnya bersiap untuk turun gunung lagi. Agenda kami hari ini bisa sampai di Pos 3.

Lapar (dokumentasi pribadi)
Lapar (dokumentasi pribadi)
Saat kami turun, ternyata bertemu dengan para pendaki yang naik dan sepertinya jumlahnya lebih banyak daripada yang kami temui saat naik bareng bersama kami. Foto-foto dari Pelawangan menuju Pos 3.

Yang sedang naik saat kami turun (dokumentasi pribadi)
Yang sedang naik saat kami turun (dokumentasi pribadi)
rehat (dokumentasi pribadi)
rehat (dokumentasi pribadi)
Malam ini kami tidur di Pos 3, ditemani teman-teman kera penghuni Gunung Rinjani. Tingkah mereka menjadi hiburan, mereka asing dengan manusia karena banyaknya orang yang sering mereka temui. Untungnya kera-kera ini tetap sopan dan menjaga jarak.
Makan tomat (dokumentasi pribadi)
Makan tomat (dokumentasi pribadi)
Saling memandang (dokumentasi pribadi)
Saling memandang (dokumentasi pribadi)
Hari Keempat (17-10-2017)

Pagi terbangun, saya mulai khawatir dengan seluruh bagian wajah yang membengkak. Lotion aloe vera sepertinya tidak banyak membantu. ini adalah akibat sun burn saat kami turun dari puncak di hampir tengah hari. 

Walaupun angin menerpa dan terasa dingin, tapi matahari tengah hari saat itu tanpa terasa dan tanpa disadari tetap membakar wajah. Ditambah saat belakangan ini kondisi saya yang sedang terserang alergi dan banyak mengkonsumsi obat menjadi salah satu sebab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun