Sejarah pendidikan memang sangat panjang, terlebih pada masa kerajaan tidak banyak terekspose. Minimnya literatur yang merepresentasikan pendidikan pada masa lalu membuat generasi muda sekarang gagap dan salah paham. Para pemegang kekuasaan juga kurang terbuka atau bahkan memang tidak tahu sejarah pendidikan nusantara. Hingga akhirnya kebijakan pendidikan selalu berubah-ubah ketika menteri berubah. Tidak bisa disalahkan juga apabila setiap berganti kekuasaan juga berganti kebijakan "wong ya memang pucuk pimpinannya lahir di Singapura, sekolah di Singapura,pendidikannya di Singapura, almamater terakhirnya Harvard University, Brown University. Kalau saya kan orang desa, bisa makan bangku sekolah saja sudah bersyukur. Masak harus disuruh mikir sejarah pendidikan nusantara, memikirkan esuk bisa makan atau tidak saja masih ruwet".
Kita berpikir positif saja, mungkin walaupun bukan kelahiran Indonesia, sekolah tidak di Indonesia, namun beliau lebih menguasai pendidikan di Indonesia dengan pemikiran ala Ke-Indonesiannya. Siapa tahukan ? Tidak ada yang tahu kadar cintanya. Bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang lahir di Indonesia, sekolah di Indonesia, tinggal lama di Indonesia dan berpikir Indonesia. Siapa tahu ? Corporate yang pernah dipimpinnya menjadi sukses luar biasa juga karena kepiyawaiannya. Jadi harus percaya dengan semua kebijakan yang dikeluarkan. Pendidikan, dalam hal ini adalah sekolah harus mencetak generasi unggul untuk bisa berkompetisi di dunia pekerjaan, indusri dan kewirausahaan. Seperti visi-misi yang pernah diungkapkan waktu itu. brilliant bukan ?
Masih ingat beliau mengatakan "kenapa belum banyak sekolah luar negeri untuk masuk ke Indonesia ? Ini harus dikaji lagi. Sekolah dari luar negeri itu bisa menjadi rool model, oh ini ada pembelajaran yang berbeda, oh ada konsep yang berbeda. Ini pentingnya".  Mungkin seperti ini cara memahami pendidikan di Indonesia dengan pendekatan global. Tidak perlu lah banyak-banyak menggali local culture, cukup nyontek tetangga; ini lebih praktis, tidak ribet, tidak membuang waktu dan tenaga. Karena kita sangat tahu tugas beliau terlalu banyak, jadi  kita tidak boleh membebani beliau, dibuat ribet lagi harus belajar sejarah. Kita sebagai warga negara yang baik harus mengapresiasi cara instan yang dicanangkan beliau. Demi kemajuan pendidikan Indonesia secara cepatdan instan.
Kiranya masih ingat dengan program unggulan seperti sekolah merdeka, guru merdeka, kampus merdeka, Ujian Nasional diganti Assessment. Bukankah ini terobosan bagus dan ide yang cukup briliant  ? Mungkin karena guru yang dilapangan belum merasakan efek yang signifikan, sehingga masih  lempeng-lempeng saja. Maafkan para guru di daerah ya bapak, kami ini terlalu patuh sehingga kami lupa bagaimana caranya menjadi guru yang mandiri. Kami terbiasa didulang dan dicekoki. Tapi apresiasi kami sangat tinggi, terutama gagasan yang mirip dengan gagasan sebelumnya itu berani diimplementasikan. Jadi banyak memuji beliau, semakin banyak memuji semakin beliau tahu sejarah pendidikan masa lalu yang ramah dan senang memuji. Maafkan kami belum bisa membantu mempelajari sejarah. Karena untuk memikirkan esuk makan apa saja masih bingung, apalagi mencari tahu sejarah pendidikan Indonesia.
Membaca peta pendidikan masa lalu butuh melibatkan banyak steakholder dan harus legowo untuk bertanya ketika tidak tahu. Tidak congkak seolah-olah yang paling tahu dan mengerti. Sehingga mengesampingkan orang kecil yang menyuarakan pendidikan masa lalu dan dianggap sampah. Membicarakan tentang pendidikan seperti makan seblak level ndower. Enak tapi bikin mules.Â
Banyak yang tahu Ki Hajar Dewantara bukan ? Siapa yang tidak mengenal bapak pendidikan satu ini. Pemikiran tentang pendidikan sangat presisi tidak hanya mencakup lahiriah namun juga batiniah. Bahkan begitu terkenalnya konsep pendidikannya hingga Findlandia yang notabennya merupakan negara dengan indeks pendidikan paling baik di dunia belajar dari buku karangan beliau. Apakah pernyataan ini benar, tidak percaya ? Minta tolong diuji sendiri. Tidak perlu juga percaya, sudah dikatakan diatas tadi, saya untuk memikirkan makan esuk hari saja masih gelimpungan, apalagi memikirkan penelitian dan membaca sejarah.
Patutnya kita bersyukur dan bangga apabila pernyataan ini benar. Berarti tidak diragukan lagi pemikiran nenek moyang kita sudah tinggkat dunia. Jika Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pendidikan pertama Indonesia dengan pemikiran yang sangat mendunia. Bagaimana dengan para "menteri pendidikan" masa kerajaan dahulu ? Apakah kuno dan ndeso seperti yang kita percayai sekarang ? Jika memang kuno, pasti orang-orang modern sekarang yang menjabat sebagai menteri bisa membawa pendidikan Indonesia lebih mengangkasa; melebihi dunia. Siapa tahu sejarah masa lalu memang kuno dan ndeso seperti anggapan kalian termasuk saya pada hari ini. Lagi-lagi siapa tahu.
lanjutan (3)