pandemi sejak kasus positif virus Covid-19 di dalam negeri pertama kali diketahui pada 2 Maret 2020.Â
Indonesia telah memasuki hampir tiga bulan masaSelama hampir tiga bulan tersebut, kita telah mendengar penjelasan berbagai macam sumber informasi dan mengalami sendiri berbagai macam kebijakan pemerintah untuk menanggulangi pandemi.Â
Namun demikian, satu tema yang selalu mengemuka dan menyertai kita adalah kurangnya efektivitas berbagai macam upaya gabungan pemerintah dan medis untuk benar-benar mengatasi pandemi.Â
Pesan peringatan bahaya kesehatan hingga larangan-larangan pemerintah tampak tidak dapat membuat masyarakat taat untuk menahan diri tetap mempertahankan pembatasan fisik.Â
Dengan telah dilaksanakannya berbagai macam upaya tersebut, apa yang sebenarnya membuat masyarakat Indonesia enggan tunduk pada imbauan dan peringatan tentang pandemi ini?
Saya sempat menyampaikan uraian tentang akar permasalahan kegagalan komunikasi pemerintah dalam artikel "Takdir dalam Sejarah dan Tantangan Penanggulangan Virus Korona".Â
Di dalam artikel tersebut, saya berfokus pada aspek kultural masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Namun demikian, tampaknya pendekatan kultural tersebut masih belum menjelaskan secara utuh seluruh sebab kegagalan pemerintah dan medis untuk meluruskan cara hidup masyarakat.Â
Oleh sebab itu, saya menulis satu lagi aspek lain yang mungkin akan dapat melengkapi akar permasalahan kegagalan medis dalam penanganan pandemi kali ini. Sekali lagi, kita akan mendekati permasalahan tersebut dari sisi kesejarahan.
Dua minggu yang lalu, program "Singkap" pada stasiun televisi Kompas menanyangkan kilas balik pandemi yang pernah melanda Kepulauan Nusantara, khususnya wabah Flu Spanyol tahun 1918.Â
Di dalam program tersebut, beberapa peneliti, termasuk pembimbing saya --Prof. Peter Carey, menyinggung tentang adanya tren kaum bumiputra untuk datang ke ahli-ahli nujum atau dukun untuk memperoleh kesembuhan.Â
Alasan kultural tentu menjadi salah satu motor penggerak utama yang mengarahkan populasi kita menuju meja praktik dukun. Bila kita memandang dari kacamata hari ini, kita tentu mengetahui bahwa dukun-dukun mistik tersebut jelas tidak memiliki otoritas medis atau pengetahuan yang benar tentang penyakit.Â