Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Protes Konstitusional kepada Negara Polisi

25 Mei 2019   09:00 Diperbarui: 5 Mei 2022   03:12 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jubileum van de Vereeniging van Ambtenaren (KITLV, circa 1940)

Kemampuan negara untuk membatasi akses masyarakat pada Instagram dan aplikasi daring lainnya serupa dengan apa yang pernah dilaksanakan oleh Hindia Belanda. Tujuan pemerintah Indonesia dan tujuan masa lalu pemerintah kolonial juga sama, yaitu untuk menjaga suatu keadaan tata tenteram di kalangan masyarakat. 

Selain melakukan pengawasan kemasyarakatan, Hindia Belanda pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J. P. van Limburg-Stirum juga membentuk barisan intelejen negara dengan nama Politieke Inlichtingen Dienst (PID). 

Tugas yang dibebankan pada PID adalah pengawasan terhadap diskusi atau pernyataan-pernyataan tokoh kebangsaan Indonesia. Bila PID menemukan indikasi pemberontakan atau upaya melawan pemerintah, PID akan menahan tokoh tersebut.

Gouverneur-generaal J.P. van Limburg Stirum (5e v.l.) op werkbezoek (KITLV, circa 1920)
Gouverneur-generaal J.P. van Limburg Stirum (5e v.l.) op werkbezoek (KITLV, circa 1920)
Sekalipun terkesan sangat represif, Hindia Belanda sebagai negara modern juga membentuk lembaga penyalur aspirasi. Pada tahun 1916, masih dalam pemerintahan Gubernur Jenderal van Limburg-Stirum, dibentuklah badan perwakilan semu yang diberi nama Volksraad. Lembaga ini berkedudukan sebagai penasihat gubernur jenderal sehingga sesungguhnya tidak memiliki kuasa memutuskan. 

Oleh sebab itu, tokoh pergerakan kebangsaan Indonesia selalu menyebut Volksraad sebagai parlemen yang tidak memiliki suara. Dalam dewan ini, duduk beberapa kelompok pergerakan kebangsaan yang secara kontinu menyuarakan protes dan saran kepada pemerintah. Protes yang demikian ini adalah protes yang dinilai konstitusional.

Sekalipun telah dibentuk dewan perwakilan, sesungguhnya hasil-hasil rapatnya tidak pernah mewujudkan suatu perubahan mendasar terhadap pola pemerintahan kolonial. Negara tetap berlaku sebagai negara polisi dan gerakan kebangsaan Indonesia tidak dipertimbangkan sebagai rekan politik yang setara dengan orang-orang Belanda. 

Namun demikian, protes tetap dilaksanakan melalui dewan ini karena protes di luar dewan justru akan mengakibatkan aksi represi yang jauh lebih kuat. Salah satu protes massa yang dipandang beberapa sarjana justru memperburuk situasi kolonial adalah protes Partai Komunis pada dekade 1920. Setelah meletusnya protes ini, pemerintah kolonial menjadi semakin konservatif dan represif. 

Gubernur jenderal mulai sering menggunakan haknya untuk mengasingkan para pemimpin gerakan kebangsaan, termasuk Soekarno dan lainnya. Seandainya protes Partai Komunis tidak pecah pada dekade 1920, mungkin kelompok humanis Belanda tidak akan tersingkir dan Hindia Belanda tidak akan berubah haluan menjadi konservatif. Namun demikian, sejarah tidak dapat menggunakan pengandaian. 

Fakta historis pada akhirnya menunjukkan bahwa kaum humanis Belanda seperti Gubernur Jenderal van Limburg-Stirum dan jajaran liberal digantikan oleh kaum konservatif seperti B. de Jonge pada dekade 1930. Masa pemerintahan konservatif membuat sekitar empat ribu orang diasingkan ke Digoel.

Dari fenomena kesejarahan itu, pemerintah dan masyarakat dapat membuat beberapa refleksi. Tingkah laku pemerintah yang menunjukkan kemampuannya untuk dapat mengendalikan kehidupan pribadi masyarakat telah terjadi pada masa Hindia Belanda. 

Hal ini kemudian menghasilkan suatu keadaan tata tenteram yang memang terbukti. Sejak ditangkapnya Cut Nyak Din hingga tahun 1942, tidak ada suatu perlawanan yang dapat menguras biaya perang Hindia Belanda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun