Mohon tunggu...
Muhammad ReickyHadi
Muhammad ReickyHadi Mohon Tunggu... SMAN 1 Padalarang

Akun tugas ekwkwkw

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Virtual

2 Maret 2022   22:51 Diperbarui: 2 Maret 2022   22:58 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku masih disini, menunggu mu....

Cerita ini dialami oleh seorang remaja yang tanpa sadar telah terbuai oleh indahnya kisah cinta virtual, terhanyut oleh rayuan berbagai kata-kata indah dari ketikan yang disusun dengan jari namun tidak dengan perasaan.

Di tengah malam yang dingin masih terjaga menunggu balasan pesan si pujaan hati. Itu aku gadis yang hampir gila karena terjebak dalam rumitnya sebuah nikmat cinta.

Cerita ini dimulai dari datangnya pandemi covid-19, karena kita tidak bisa kemanamana. Jadi selama ini kami hanya berbincang via telepon atau vidio call saja dan juga pesan di whatsapp. Ini berjalan lumayan lam hingga pandemi mulai mereda dengn angka kasus covid yang menurun.

Akhirnya kami memutuskan bertemu untuk pertama kalinya tentunya dengan prokes yang dianjurkan pemerintah. Aku pertama kali bertemu dengan dia, seorang laki-laki yang humoris dan penuh dengan kasih sayang. Caranya dia bertindak dan berpendapat benar-benar diluar ekspektasi. Rasa empati yang tinggi membuatku semakin terjebak, tentang seberapa sempurnanya dirinya.

"Hallo, Rendi.." ucapku saat pertama kali bertemu.

"Hallo juga Salsa, sudah lama disini?' balasnya, karena kebetulan Salsa duluan yang sampai di tempat.

Kami bertemu di sebuah caffe. Di sore hari dengan angin yang cukup kencang. Tak terasa kita bertemu sudah 3 jam, ngobrol apapun terasa sangat seru dan menyenangkan. Tak terasa matahari sudah mau terbenam.

Rendi "Sal sudah hampir malam, kita mau stay disini atau mau pindah tempat? Atau kamu mau pulang saja?"

"hmm aku bebas, kamu punya rekomendasi tempat yang nyaman lagi? Aku pulang jam 8 aja Ren gpp kok" balas Salsa.

"Ada satu caffe yang gak kalah bagus sih, tapi lmayan jauh dari sini, next time aja ya.

Sekarang disini dulu aja"

"oh oke Ren"

"Sal kamu mau pesen sesuatu ga? Mu minum lagi atau makanan?"

"masih ada Ren, nanti saja kalo aku mau"

"oke, baiklah" Rendi menjawab sambil tersenyum lebar

Sepanjang malam hingga menunjukann waktu pukul setengah 8 kamu terus berbincang, bercanda, bercerita apapun tentang satu sama lain. Hatiku tanpa sadar merasa nyaman.

Jadi, kita din tantang untuk menjalin hubungan tanpa jatuh cinta pada orang tersebut. Awalnya aku tidak beegitu tertarik namun karena teman dekatku pnya pengalaman jadi aku juga tertarik. Itulah awalnya lelaki Rendy yang ku temui.

Hal yang tak begitu ku sukai berubah menjadi aku sukai, berubah menjadi hal terfavorit ketika bersamany. Memang seperti orang gila namun sudah cinta yang memegang kendalinya. Mulai dari obrolan ringan serta banyaknya topik yang dibahas membuat aku semakin terasa nyama.

Rasa khawatir terkadang hadir namun tidak membuat aku punya alasan yang kuat untu mengucapkan kata berakhir. Sifat shildishnya sering kali membuat aku tertawa, bagaimana mengagumi dirinya. Aku benar-benar merasa dunia ku semakin berwarna karenannya, tidak terpikir bagaimana jika nanti harus dipisahkan oleh takdir dengan kata berakhir.

For your information, aku dan dia berbeda kota bahkan berbeda pulau. Perlu pesawat terbang untuk kita jika ingin saling bertemu. Kami memang saling jatuh cinta, namun karena takdir mempertemukan kita dalam sebuah bentuk permainan. Perkenalan kita menjadi sangat terbatas. Aku mengenalnya hanya sebatas nama, kelas, serta statusnya. Begitu pula dia mengenalku, hanya sebatas nama, kelas, serta statusku.

Akhir tahun menjadi begitu indah disetiap hari-hariku, menciptakan warna yang begitu berarti dan selalu kutunggu-tunggu. Banyak janji yang terucapkan ketika dia bersamaku. Namun, karena banyaknya pengalaman cintaku. Aku tahu betul, mana yang sebuah janji hanya sekedar kata dan benar menjadi nyata.

Kebiasaan buruk Rendy adalah tidur sore, awalnya aku selalu dibuat overthingking dengan kebiasaannya yang satu ini. Namun, seiring berjalannya waktu, aku seakan sudah terbiasa. Biasanya, dia akan tidur mulai pukul 2 siang sampai dengan jam 5 sore. Tidak usah heran, malamnya dia memang sering begadang. Sementara paginya, dihabiskan dengan daring menerima pelajaran.

Kondisinya waktu itu masih pandemi, belajar daring tentu menjadi satu-satunya solusi. Jarak usia kami terpaut 1 tahun, saat itu aku baru pertama kali masuk SMA. Sedangkan dia sudah menduduki bangku kelas 3 SMA, (Bara masuk sekolah terlalu cepat). Banyak hal yang menjadi topik pembahasan kami setiap kali bercengkrama dalam bentuk sebuah pesan. Bukan hanya romantisnya, humoris bahkan pertengkaran juga tidak dapat dihindari. Menjadi sesuatu yang harusnya normal untuk semua pasangan.

Terkadang, seekor tikus pun bisa menjadi topik yang menarik untuk diceritakan. Semua tentangnya aku bagikan pada teman dekatku, terlihat jelas bahwa teman dekatku kurang suka kepada Rendy. Namun karena rasa cintaku yang seakan meledak, menghiraukan semua nasihatnya tentang jangan terlalu percaya pada cinta virtual.

Pada beberapa kesempatan. Terkadang, aku dan Rendy akan menonton flim bersama. Entah itu lewat google meet atau aplikasi yang baru aku tahu setelah diberitahu oleh Bara sendiri. Selain menonton bersama, kita juga seringkali bertelepon tanpa bicara. Tentu saja untuk menjaga privasi masing-masing, tidak boleh saling mengetahui info pribadi. Itu tujuan permainannya.

Makanya sudah kubilang, hubunganku dan dia begitu terbatas. Diam dan memendam cinta terbaik, tidak ada yang saling mengakui bahwa dia tertarik.

Semuanya berjalan baik-baik saja, hingga karena suatu kejadian, memaksa aku dan dia untuk segera mengakhiri semuanya. Seperti kisah cinta klasik remaja pada umumnya, seorang gadis mengaku suka padanya. Gadis itu berkata bahwa dia sudah menyukainya sejak 2 tahun lalu, bertahan demi cinta untuk kembali mendapat cinta. Mungkin itu yang bisa ku deskripsikan pada saat itu, Rendy tidak membantah apa yang gadis itu katakan. Parahnya lagi, gadis itu merupakan teman satu sekolah Rendy yang saat itu memang sudah berada disisi Bara. Sedangkan untuk posisiku, aku hanya cinta virtualnya.

Kekhawatiranku mereda ketika Rendy berkata pada temannya bahwa yang dia cintai adalah aku, bukan gadis tersebut. Namun, kekhawatiranku kembali memuncak ketika hubunganku dan dia menjadi sedikit renggang. Ditambah lagi ketika tengah malam, tepat sebelum tanggal 6 Februari. Yang harusnya menjadi bulan kedua kita bersama, Bara berkata ingin segera pergi, bukan karena gadis itu. Aku juga tidak mengerti apa alasan sebenarnya. Aku yang langsung mengambil tindakan tanpa memikirkan resikonya dan merasa tidak punya hak untuk menahannya membiarkan dia untuk pergi.

Dan pada malam itu juga, seluruh kekhawatiranku menjadi nyata. Tidak ada lagi seseorang yang dapat membuatku tertawa. Runtuh sudah semangatku malam itu, tak ada yang dapat menahannya pergi selain aku. Namun, karena gengsiku. Ku biarkan dia menghilang tanpa meninggalkan sesuatu selain kenangan.

Dia pergi.

Meninggalkanku dengan segala kenangannya, pergi tanpa memikirkan aku yang akan terluka dengan begitu dalamnya. Membuat aku menangis dan terisak di setiap malamnya, dan membuat tidurku tidak pernah nyenyak serta selalu merasa sepi. Seandainya saat itu aku menahannya, apakah sampai saat ini aku masih bisa mendekapnya? Aku belajar banyak bagaimana cara mencintai seseorang, aku juga banyak belajar banyak mengenai kerasnya kehidupan percintaan.

Dan pada saat terakhir sekalipun, aku tidak sempat mengucap kalimat yang terus tertahan diujung lidahku. Mengucapkan, bahwa aku mencintainya.

Kalau ditanya, sebenarnya apa itu cinta virtual? Sederhanya pasti cinta buta. Tidak mengetahui siapa dirinya yang jauh disana dan menjalin status tanpa tahu aslinya. Takut dipatahkan oleh realita, namun terus didukung oleh ekspetasi. Belum lama aku pernah berkata satu kalimat, yang justru sekarang aku seakan menjilat air ludahku sendiri.

"Memang ada rasanya pacaran

virtual, tidak pernah saling bertemu

kok bisa saling jatuh cinta."

Aku tahu aku merasa bodoh, aku tahu hanya aku yang merasa tersakitu. Aku merasa luka ini cukup dalam. Aku mencintainya namun dia tak begitu cinta padaku.

Aku mencoba menghubunginya, bertujuan memperbaiki semuanya.

Pembicaraan via telephon

"Halo Rendy, apa aku ganggu kamu?"

"Tidak Sal, ada apa?'

"Ada hal yang harus aku bicarakan.."

"Tentang?"

"Tentang perasaanku Ren"

"Apa lagi Sal? Apa tidak cukup jelas?

Aku mulai terdiam dan bibirku bergetar, tak terasa aku menjatuhkan air mata.. Aku langsung menutup telepon dan menangis kencang. Ternyata memang Rendy ta memperdulikanku. "Halo Sal..."

"tuttt.. tuttt...."

"salsa...."

Telepon sudh mati, namun Rendy tak juga menelpon salsa balik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun